Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Panorama alam dan sosio kultural masyarakat Bali telah menjadi daya tarik tersendiri bagi wisatawan domestik dan manca negara sehingga industri wisata kini menjadi lokomotif utama perekonomian Bali, namun titik-titik wisata masih terpusat di kawasan Bali selatan, apa sebabnya?
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Dilansir dari ojs.unud.ac.id berkembangnya pariwisata di Provinsi Bali lebih didominasi oleh wilayah bagian selatan Pulau Bali seperti Kota Denpasar, Kabupaten Badung, Kabupaten Gianyar, dan Kabupaten Tabanan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Pertumbuhan industri pariwisata di daerah tersebut disebabkan oleh mudahnya akses akan sarana dan prasarana penunjang wisata seperti tersedianya akes mobilitas penghubung antar wilayah baik udara, laut, dan darat. Lengkapnya akses penunjang lainnya seperti tempat makan atau restoran, akomodasi perhotelan, pusat oleh-oleh, pendidikan dan kesehatan telah menunjang kemajuan wisata dikeempat wilayah tersebut.
Sebelumnya, Bali dilaporkan mengalami masalah akibat pengunjung yang tidak terkendali pada musim liburan 2023. Gubernur Bali Wayan Koster, pada masa jabatannya bahkan sampai membuat kebijakan pada paspor wisatawan ihwal hal yang boleh dan tidak boleh. Aturannya antara lain dilarang mengumpat, menyentuh pohon keramat. Atau memanjat bangunan.
Wisatwan internasional tujuan Bali yang berkunjung mulai 14 Februari 2024, juga harus membayar pajak baru sebesar Rp 150 ribu, yang setara dengan sekitar 10 dolar AS. Selain itu, wisatawan yang sudah membayar tidak dikecualikan untuk membayar lagi jika kembali ke Bali setelah mengunjungi destinasi lain di Indonesia.
Tingginya kunjungan wisatawan ke Pulau Dewata ini membuat Bali menjadi salah satu destinasi wisata yang mengalami overtourism menurut World Travel & Tourism Council sepanjang Januari hingga November 2023, bersama Amsterdam, Athena, Paris, Phuket, dan Barcelona.
Namun, Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf) memberikan tanggapan berbeda yang membantah terjadinya overtourism di Bali berdasarkan statistik, dan menyatakan permasalahannya berada di distribusi wisatawan yang kurang merata.
“Rasanya, kalau dibilang overtourism, dari sisi statistiknya, nampknya belum,” ujar Adyatama Kepariwisataan dan Ekonomi Kreatif Ahli Utama Nia Niscaya dalam “The Weekly Brief with Sandi Uno” (WBSU), di Jakarta Senin, 29 April 2024 sebagaimana dilansir dari Antara Selasa, 30 April 2024.
Nia memaparkan pada 2019, dari 16,11 juta wisatawan mancanegara, sebanyak 6,3 juta wisatawan mancaegara mengunjungi Bali.
“Bagaimana dengan 2023? Dari total 11,68 juta secara nasional, ke Bali-nya 5,2 juta. Persentasenya kelihatan. Belum kembali ke masa pra-pandemi,” ujarnya.
Lebih lanjut ia memaparkan bahwa wisatawan domestik datang ke Bali pada 2019 sebanyak 10,5 juta orang. Sementara pada 2023 berkurang menjadi 9,8 juta wisatawan.
“Jadi kalau dari sisi statistik, nampaknya belum overtourism. Tetapi, mungkin ada faktor penyebaran konsentrasinya di selatan,” kata dia.
Dalam kesempatan yang sama, Kepala Dinas Pariwisata (Dispar) Provinsi Bali Tjok Bagus Pemayun mengatakan bahwa pihaknya mengupayakan pemerataan kunjungan wisatwan, khususnya wisatawan mancaegara, ke beberapa kawasan pariwisata.
“Kami di Bali sudah menyusun pola perjalanan, travel pattern, untuk bagaimana kami akan distribusikan wisatawan. Kami arahkan untuk ke Bali Utara, Bali Timur, maupun Bali Barat sehingga kesan overtourism tidak ada,” kata Tjok Bagus.
Sebagai upaya pemerataan fasilitas penunjang indistri pariwisata, pemerintah tengah melakukan pembenahan destinasi wisata di sisi lain Bali, seperti membenahi Pura Besakih yang berlokasi di Kabupaten Karangasem (Bali Timur), membangun menara Turyapada di Kabupaten Buleleng (Bali Utara), hingga pembangunan tol dari Bali Barat menuju Mengwi, Kabupaten Badung.
Apa itu Overtourism?
Overtourism merupakan istilah bahasa Inggris dari kata over dan tourism. Dilansir dari Antara, kata ini digunakan untuk merujuk pada kondisi ketika satu atau beberapa daerah menerima terlalu banyak wisatawan melebihi kapasitas atau kemampuannya.
Wisatawan dapat berimpak baik pada perekonomian wilayah, namun jika terlalu banyak tentu beresiko menimbulkan masalah seperti kemacetan, tingkat kriminalitas, dan terganggunya ketertiban.
Meskipun banyak destinasi yang bergantung pada pendapatan dari pariwisata, terjadinya overtourism menyebabkan beberapa lokasi wisata besar kini memberlakukan larangan, denda hingga pajak untuk membatasi jumlah wisatawan.
Selain Bali, hal serupa juga dialami sejumlah kota di dunia antara lain Amsterdam, Barcelona, Athena, Miami, Phuket, Paris, hingga Venesia.
NI KADEK TRISNA CINTYA DEWI I HENDRIK KHOIRUL MUHID I YOGI EKA SAHPUTRA
Pilihan Editor: Bali Masuk Daftar Destinasi Wisata Overtourism 2023, Apakah Itu?