Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
TEMPO.CO, Jakarta - Kawasan wisata sejarah dan ziarah Banten Lama saat ini sedang dalam proses revitalisasi. Meski dalam tahap penataan kawasan wisata tertua di Banten ini tetap dibuka untuk umum.
Ratusan orang dari luar kota memenuhi area makam Sultan Ageng Tirtayasa yang menyatu dengan masjid Agung Banten setiap harinya. Untuk masuk hingga keluar ke area makam dan masjid ini, pengunjung membutuhkan perjuangan. Sebab, banyak sekali peminta sumbangan di area ini, dari kotak amal, kotak sedekah, pengemis hingga tukang parkir dan pak ogah.
"Pokoknya kalau ke sini harus siapkan uang receh yang banyak," ujar Rahajeng, 40 tahun salah seorang pengunjung asal Cirebon, Rabu, 7/11.
Rahajeng mengaku sudah beberapa kali mengunjungi tempat wisata ziarah ini. Berdasarkan pengalaman kunjungan sebelumnya, Rahajeng telah menyiapkan uang pecahan Rp 500, Rp 1000 hingga Rp 2000 di dalam tas kecilnya. "Kalau gakdisiapin jadi repot karena setiap lewat kita dimintai uang.
Rahajeng menghitung untuk masuk hingga keluar kawasan itu, dia harus merogoh kocek recehan hingga Rp 20 ribu untuk memasukan ke dua kotak amal, membayar kantong plastik tempat sandal. Rogoh kocek lebih dalam lagi saat berhadapan dengan puluhan pengemis yang menyemut di pintu makam. Ongkos parkir Rp 10 ribu per kendaraan hingga membayar pak Ogah yang harus dilewati ketika meninggalkan kawasan itu.
"Pak Ogah di sana maksa lho, kalau tidak kami kasih, ketok kaca mobil,"ujar Rahajeng.
Tempo yang berkunjung ke sana beberapa hari lalu juga mau tidak mau harus mengeluarkan pungutan demi pungutan itu sejak awal masuk ke area makam dan masjid. Baru akan masuk ke teras masjid, petugas kotak amal telah mencegat dan meminta mengisi kotak amal.
"Seikhlasnya," kata petugas berpeci hitam tersebut. Setelah lima langkah, petugas dari kotak amal yang berbeda juga meminta untuk mengisi kotak tersebut.
Selanjutnya, seorang lelaki menghampiri menyerahkan sebuah kantong plastik dan meminta bayaran Rp 2000 untuk satu kantong plastik yang harus dimiliki setiap pengunjung yang masuk ke area makam dan masjid.
Lalu ada para pengemis yang tak sedikit jumlahnya. Dalam pengamatan Tempo jumlah pengemis sudah berkurang dibanding lima tahun silam. Saat itu jumlahnya mencapai 50 kepala. Namun perilaku mereka saat ini cukup mengganggu.
"Wah kalau minta memaksa,"kata Azmi, 60 tahun, seorang peziarah. Makanya tutur Azmi mau tidak mau dari rumah menyediakan uang receh. "Bisa sekantong. Kalau tidak kami menukar di sini (Banten Lama) ada penukaran uang juga,"katanya.
Pungutan tidak berhenti di situ. Saat Tempo meninggalkan lokasi tukang parkir sudah mematok Rp 10 ribu untuk parkir kendaraan roda empat. Belum 10 meter meninggalkan area parkir, seorang lelaki menghadang kendaraan kami dan meminta uang dengan paksa. Uang receh Rp 2000 terpaksa diberikan dan kendaraan kami baru diperbolehkan jalan.
Gubernur Banten Wahidin Halim terusik dengan keberadaan pengemis di Banten Lama itu. "Anak-anak yang sering minta uang kepada pengunjung akan kami sekolahkan, kami didik dengan baik agar mereka memiliki pengetahuan, dan nantinya bisa menunjukan keahliannya kepada pengunjung," kata Wahidin, Rabu, 7 November 2018.
Saat ini Pemerintah Provinsi Banten sedang melakukan revitalisasi Banten Lama dengan menata kawasan seluas 300 hektar itu. Wahidin menyebutkan mengalokasikan dana Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) tahap pertama senilai Rp 70 miliar untuk penataan kawasan Banten Lama.
Wahidin memastikan uang Rp 70 miliar itu digunakan untuk program penataan kawasan sejarah, pembangunan untuk kanal sepanjang 40 kilometer, relokasi pasar cinderamata dan pembangunan halaman Masjid Agung dan plaza.
AYU CIPTA (Serang)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini