Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
TEMPO.CO, Jakarta - Aliansi Jurnalis Independen Jakarta menyatakna telah membuat 26 laporan kepada polisi tentang dugaan kekerasan terhadap wartawan selama 2019. Namun, tak satu pun yang sampai ke pengadilan.
"Sampai penyidikan saja tidak, apalagi ke pengadilan," kata Kepala Advokasi AJI Jakarta Erick Tanjung dalam diskusi di Kantor LBH Jakarta pada Ahad lalu, 4 Agustus 2019.
Menurut Erick, 20 laporan di antaranya mengenai kekerasan terhadap jurnalis pada kerusuhan 22 Mei 2019. Dalam peristiwa itu, salah satu pelakunya adalah polisi. Sedangkan 5 laporan terkait dengan Malam Munajat 212 dan 1 lagi akibat kejadian sidang putusan Hercules Rozario Marshal.
Dia menuturkan bahwa dugaan kekerasan terhadap wartawan baik langsung maupun tidak langsung. Kekerasan tersebut berupa pemukulan, perampasan alat kerja, penghapusan paksa karya jurnalistik, hingga persekusi di dunia maya.
Adapun dalam penyelesaian dugaan kekerasan terhadap wartawan oleh polisi, Erick melanjutkan, AJI sudah menempuh jalur penyelesaian etik dengan melaporkannya kepada Divisi Profesi dan Pengamanan (Propam). Meski begitu laporan tak juga diproses.
Erick juga mengkritik peran media massa dan jurnalis dalam penyelesaian kekerasan terhadap dirinya sendiri. Dari 26 kasus kekerasan terhadap wartawan tadi hanya 2 reporter atau korban yang bersedia didampingi AJI membuat laporan ke polisi. Padahal, Erick berpendapat, para jurnalis perlu mendorong kasus kekerasan yang menimpa dirinya diselesaikan secara hukum agar kekerasan terhadap pewarta tak terus berulang.
Rosseno Aji
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini