Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta – Polres Depok menangkap anggota geng motor Jepang yang anggotanya sebagian besar remaja putus sekolah. Kriminolog Universitas Indonesia Ferdinand Andi Lolo menilai perlu adanya redefinisi tentang perbuatan yang masuk kategori kejahatan dan kenakalan yang dilakukan remaja di peradilan anak.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Menurut Ferdinand, hukuman perlu diberikan kepada remaja yang telah bertindak kriminal dan meresahkan masyarakat.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Penegak hukum, akademisi dan tokoh masyarakat perlu duduk bersama dan membahas hal itu, redefinisi tentang perbuatan yang masuk kategori kejahatan dan kenakalan yang dilakukan remaja," kata Ferdinand saat dihubungi Tempo, pada Rabu, 27 Desember 2017.
Penjarahan dan perampokan yang dilakukan geng motor Jepang terekam kamera CCTV di toko Fashion Fernando di Jalan Sentosa, Sukmajaya, Kota Depok, pada Minggu dini hari kemarin. Sebagian pelaku merupakan remaja di bawah usia 18 tahun.
Ia menuturkan jangan hanya kesejahteraan dan kenyamanan pelaku anak yang diperhatikan hukum, tetapi juga penderitaan dan keadilan para korban harus mendapat porsi yang seimbang.
"Jika hukum dan penegakannya tidak berimbang terhadap korban dan masyarakat, maka hukum itu perlu ditinjau ulang."
Menurut Ferdinand, tindakan kriminal yang dilakukan geng motor yang sebagian anggotanya masih remaja, sudah termasuk tindakan kejahatan. Tindakan penjarahan dengan membawa senjata tajam ke sebuah toko yang terjadi di Depok, telah menibulkan ketakutan yang luas.
Menurut Ferdinand lagi, penjarahan secara bergerombol dan membawa senjata tajam, menyebabkan kerugian signifikan, dan merupakan gangguan keamanan yang serius. Hal tersebut jauh dari kategori kenakalan remaja.
Kenakalan itu, Ferdinand mencontohkan, seperti kenakalan anak-anak atau remaja seperti tawuran, bolos sekolah, pencurian kecil untuk kesenangan sendiri, tidak merugikan atau membahayakan dalam arti luas.
Dalam konteks kenakalan remaja bisa diselesaikan melalui mekanisme restorative justice.
"Tapi kalau kejahatan dewasa dilakukan oleh remaja, tentu konsekuensi pidananya perlu ada," ucapnya.
Komisioner Perlindungan Anak Indonesia Susanto mengatakan untuk merevisi aturan seperti undang-undang tentang peradilan anak perlu kajian yang komprehansif. Revisi tersebut dapat dilakukan karena kebutuhan yang memang dianggap perlu, bukan semata karena ada kejadian reaktif.
"Kami akan telaah dulu urgensinya. Prinsipnya, satu dua kasus ekstrim tak bisa dijadikan alasan untuk revisi perlu atau tidak dikaji mengani hukuman pidana bagi remaja yang terlibat kasus hukum," ucapnya mengomentari aksi geng motor di Kota Depok.