Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Mahkamah Agung menunda mutasi dan promosi Ketua Pengadilan Negeri Medan Marsudin Nainggolan dan Wakil Ketua PN Medan Wahyu Prasetyo Wibowo. Menurut juru bicara Mahkamah Agung (MA), Suhadi, Badan Pengawas MA bersama Komisi Yudisial masih harus memeriksa kedua hakim itu dalam kaitan kasus dugaan suap penanganan perkara di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Medan dengan terpidana Tamin Sukardi.
Baca: Nama 2 Hakim PN Medan yang Dilepas KPK Bakal Direhabilitasi MA
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Akan menunggu hasil pemeriksaan ada pelanggaran etik atau tidak,” kata Suhadi di gedung Mahkamah Agung, Jumat, 31 Agustus 2018. “Setelah itu, baru ditindaklanjuti karena memang (hingga saat ini) belum ada serah-terima jabatan.”
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi sempat membawa dan memeriksa Marsuddin dan Wahyu seusai operasi tangkap tangan kasus suap hakim di PN Medan tersebut. Selain keduanya, penyidik membawa dua orang hakim, yaitu Sontan Merauke Sinaga dan Merry Purba; serta dua panitera, yaitu Oloan Sirait dan Helpandi.
Baca: Mahkamah Agung Kesulitan Awasi Hakim di Luar Pengadilan
Berdasarkan gelar perkara, KPK hanya menetapkan status tersangka kepada hakim ad hoc Tipikor PN Medan, Merry Purba; dan panitera pengganti, Helpandi, sebagai penerima suap. Keduanya diduga menerima uang hingga Sin$ 280 ribu dari Tamin untuk mengurangi vonis dirinya dalam perkara korupsi penjualan aset negara senilai Rp 132 miliar.
Menurut Suhadi, keputusan promosi masih berlaku, yaitu Marsuddin menjadi hakim tinggi di Pengadilan Tinggi Bali; dan Wahyu menjadi Ketua PN Serang, Banten. Pelaksanaan keputusan tersebut akan bergantung pada hasil pemeriksaan etik yang dilakukan setelah keduanya kembali ke Medan dari Jakarta. "Selama yang bersangkutan (Marsudin dan Wahyu) menjalani pemeriksaan, ada pelaksana tugas yang akan menggantikan, karena jabatan pimpinan PN tidak boleh kosong," kata Suhadi.
Baca: Geledah Ruang Ketua PN Medan, KPK Sita Putusan Penyuap Hakim
Juru bicara Komisi Yudisial, Farid Wajdi, mengatakan lembaganya justru tak pernah menerima laporan masyarakat tentang dugaan pelanggaran etik yang dilakukan Merry. Menurut dia, hal ini disebabkan jam terbang Merry sebagai hakim yang masih minim. Hal sebaliknya justru ada pada tiga hakim karier yang dibawa dan diperiksa penyidik dalam kasus tersebut.
Menurut Farid, Komisi Yudisial pernah menerima laporan dugaan pelanggaran etik atas nama Marsuddin sebanyak enam kali, Wahyu sempat kali, dan Sontan satu kali. Dari seluruh laporan tersebut, belum ada yang memiliki bukti kuat terjadinya pelanggaran etik. “Pelaporan hakim sebagai majelis, laporan personal dan permohonan pemantauan sidang,” kata dia.
Baca: Kasus Suap Hakim PN Medan, KPK Ungkap Ada Kode Ratu Kecantikan
Empat penyidik KPK menggeledah sejumlah ruangan di gedung B PN Medan, Kamis, 30 Agustus 2018. Mereka menyita 30 barang bukti yang terdiri atas sejumlah dokumen, alat komunikasi, dan alat elektronik penyimpan data.
Seluruh bukti tersebut diambil dari kantor Marsuddin, Wahyu, Sontan, Merry, dan Helpandi. Salah satu bundel dokumen yang disita adalah surat penetapan susunan majelis hakim dan penunjukan panitera pengganti kasus korupsi Tamin Sukardi. “Kami sedang mengkopi berkas yang akan diserahkan kepada KPK menyangkut permasalahan lebih lanjut,” kata juru bicara PN Medan, Erintuah Damanik.
IIL ASKAR MONDZA l AJI NUGROHO l FRANSISCO ROSARIANS