Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Bupati Hulu Sungai Tengah nonaktif, Abdul Latief menyebutkan sejumlah kendaraan mewah yang disita oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sudah dimilikinya sebelum menjabat sebagai bupati pada tahun 2016.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Mobil dibeli sebelum menjabat," ujar Abdul Latief di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Selasa, 3 April 2018.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
KPK sebelumnya menyita 23 mobil dan 6 motor milik Abdul Latief. Sejumlah kendaraan tersebut diduga hasil gratifikasi yang diterima Abdul Latief selama menjabat sebagai bupati dengan total mencapai Rp 23 Milyar.
KPK telah menetapkan Abdul Latief sebagai tersangka gratifikasi dan pencucian uang. Ia diduga menerima gratifikasi dari sejumlah pihak dalam bentuk fee proyek-proyek dalam APBD Pemerintah Kabupaten Hulu Sungai Tengah.
Abdul membantah kendaraan mewah tersebut merupakan hasil tindak pidana korupsi. Menurut dia, kendaraan tersebut dibeli dari hasil kerjanya sebagai pengusaha dan kontraktor. "Tidak susah untuk membeli mobil seperti itu," ujarnya.
Namun Abdul tidak merinci kendaraan yang dibelinya sebelum menjabat. Ia mengaku akan mengikuti proses hukum oleh KPK untuk mengklarifikasi tentang penyitaan kendaraan tersebut. "Kalau itu hak aku tentu akan dikembalikan," ujarnya.
Terkait dugaan penerimaan gratifikasi tersebut, Abdul Latif disangkakan melanggar Pasal 12 B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
KPK menemukan dugaan tindak pidana pencucian uang yang diduga dilakukan oleh Abdul Latief selama periode jabatannya sebagai Bupati Hulu Sungai Tengah. Terkait dugaan TPPU tersebut, Abdul Latif disangkakan melanggar Pasal 3 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.