SUATU malam, pekan silam, sebuah mobil colt berhenti pas di muka rumah Rahayu, di Dukuh Krajan, Kelurahan Keranjingan, Kecamatan Sumbersari, Jember, Jawa Timur. Seorang wanita berpakaian perawat turun, menghampiri, dan memberi tahu Rahayu, suaminya mengalami kecelakaan lalu lintas dan sedang dirawat di rumah sakit Dr. Soebandi Jember. Semula ibu seorang anak ini, istri kedua Nuryasin, tidak mempercayainya. Sebab, setahu dia, suaminya pergi ke arah yang berlawanan dengan lokasi kecelakaan itu di wilayah hutan Gerahan. Namun, akhirnya, ia tak bisa bilang apa-apa ketika sang juru rawat menyerahkan sepucuk surat yang ditandatangani suaminya. Nuryasin minta dijenguk segera dan tak lupa membawa anak mereka, Ayub, yang berusia 10 bulan. Tanpa membuang waktu, Rahayu, 21, meraih Ayub, lalu naik ke colt yang telah menunggunya. Kecurigaan mulai muncul ketika di dalam colt dijumpai wajah-wajah yang tak asing lagi. Lilik, Kusen, Tarmudji, Bambang, dan Kasis, yang tak lain adalah istri pertama Nuryasin, dan ayah, kakak, dan adik Lilik. Hatinya semakin tak tenang setelah diketahui ternyata colt tak menuju ke rumah sakit, melainkan melaju cepat ke arah hutan Gerahan, di Gunung Gumintir, sekitar 30 km sebelah timur rumah Rahayu. Serta merta ia minta diturunkan, tapi jawaban yang diterima justru bogem mentah Tarmudji di matanya. Perutnya diinjak-injak, lehernya dicekik, dan payudaranya maaf -- ditarik dan diputar. Semua itu dilakukan bergantian dengan Bambang, dan yang lainnya menjadi penonton yang baik alias tidak mencegah penganiayaan itu. Dikira sudah tak bernapas, wanita itu dicampakkan ke hutan Gerahan yang banyak harimau dan anjing hutannya. Akan halnya Ayub, ia direnggut dari pangkuan sang ibu, dan berkali-kali ditampar bila makhluk kecil itu menangis. Sekitar 3 km Ayub juga dilemparkan ke belantara hutan. Tapi, rupanya yang meniupkan hidup belum mengizinkan ibu dan anak itu mati konyol. Rahayu, yang sadar dari pingsannya, segera berlari entah ke arah mana. Untunglah, tak lama kemudian ia bertemu kenalannya, Pak Wati, yang kemudian mengantarnya pulang. Dari situ mereka lapor ke kepala kampung, menghubungi mertua Rahayu, lantas menyusul Nuryasin, yang tinggal di Semboro Tengah, Kecamatan Tanggul. Akhirnya, mereka lapor polisi. Sedangkan Ayub, setelah dilempar ke hutan, ditolong oleh seorang Surahmo yang kebetulan melintas di daerah itu. Konon, anak 10 bulan itu merangkak-rangkak ke sana ke mari, tidak menangis, di malam buta, di semak belukar itu. Malahan ketika diacungi obor oleh Surahmo, anak itu tersenyum lebar. Tuhan Maha Besar. Itulah percobaan pembunuhan, yang kemudian bisa diurut kisahnya oleh polisi berdasarkan pengakuan para tersangka. Dan dari hasil pemeriksaan sementara, semua tersangka mengaku telah lama merencanakan melenyapkan Rahayu. Pasalnya, Lilik, 35, merasa jengkel dimadu, karena ia sudah menikah dengan Nuryasin selama 15 tahun dan dikaruniai lima anak. Tapi kata Nuryasin, 40, "Apa yang saya lakukan ini tidak bertentangan dengan norma agama, sebelum menikah dengan Rahayu saya telah minta izin pada Lilik dan dia tidak keberatan. Tujuan saya menikahi dia, untuk mengangkat Rahayu yang yatim dan miskin." Ia, sarjana muda bahasa Inggris dari Universitas Negeri Jember, tak percaya istri pertamanya mampu melakukan tindakan keji itu. Selama ini pun ia tak pernah bertengkar dengan Lilik perihal pernikahannya dengan Rahayu. Mungkinkah, ada pihak ketiga? Semuanya kini dalam pengusutan polisi.