Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
TEMPO.CO, Jakarta - Lembaga Kepolisian Negara Republik Indonesia atau Polri memang dikenal memiliki berbagai satuan atau detasemen khusus yang beragam tugasnya, seperti Detasemen K-9 maupun Brimob.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Dalam struktur Polri, detasemen ini termasuk dalam Direktorat di lingkungan Badan Pemelihara Keamanan (Baharkam) Polri dengan nama Direktorat Polisi Satwa. Adapun yang bergabung dengan polisi satwa yaitu, Detasemen K-9 (Polisi Anjing Pelacak: Kriminal, Handak, Narkotik, SAR, Tangkal Cegah/PHH) dan Detasemen Turangga (Polisi Berkuda).
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Penamaan K-9 bukan akronim, melainkan istilah dalam dunia fauna yang berasal dari kata Canine. Canine atau Caninae bukanlah tentang anjing saja, melainkan bisa juga merujuk pada Coyote atau anjing hutan. Kendati demikian, Canine memang sangat identik dengan jenis anjing yang cerdas. Dari Canine atau K-9 dijadikan sebutan untuk anjing pelacak kepolisian.
Sejarah Detasemen K-9
Unit K-9 ini pertama kali digunakan pada 1889 oleh Komisaris Polisi Metropolitan London, Sir Charles Warren. Kegagalan Warren mengidentifikasi dan menangkap pembunuh, membuatnya memutuskan untuk menggunakan anjing pelacak. Alhasil, setiap kasus yang dia identfikasi menjadi lebih mudah dan hasilnya tepat sasaran berkat anjing pelacak.
Melansir Atchison Daily Globe, metode ini menyebar cepat ke Austria-Hongaria dan Jerman. Polisi Jerman memilih anjing gembala Jerman sebagai jenis yang ideal untuk pekerjaan polisi dan membuka sekolah pelatihan anjing pertama pada 1920 di Greenheide. Pada tahun berikutnya, banyak anjing Belgian Malinois ditambahkan ke unit K-9. Anjing-anjing itu dilatih untuk mematuhi petugas mereka dan melacak serta menyerang penjahat.
Sebenarnya sebelum metode Warren diterapkan di Jerman, anjing pelacak unit K-9 sudah diterapkan dalam Polisi Kereta Api Timur Laut, Inggris. Mereka menggunakan jenis anjing Belgian Malinois, Labrador Retriever, dan gembala Jerman.
Di Indonesia, anjing unit K-9 pertama kali dikenal karena merupakan hadiah dari pelatihan Bea dan Cukai di Front Royal Virginia. Untuk pertama kalinya, dua orang asal Indonesia berlatih dengan anjing jenis Labrador Retriever dan enam ekor anjing gembala Jerman.
Setelah melihat keistimewaan unit K-9, Polri menerapkan metode Warren, terutama untuk melacak tempat obat-obatan terlarang seperti narkoba.
Fungsi K-9
Anjing Pelacak K-9 adalah salah satu alat pengawasan yang cukup efektif dalam mendeteksi narkotika dan psikotropika. Indera penciuman yang tajam dan sifatnya yang dinamis memungkinkan K-9 dapat dimobilisasi ke berbagai situasi dan kondisi.
Seekor anjing pelacak narkotika dapat digunakan untuk mendeteksi keberadaan narkotika/psikotropika pada barang, badan orang, sarana pengangkut, bagian bangunan yang ada dalam dan luar ruangan.
Contohnya dalam imigrasi, Unit Anjing Pelacak K-9 merupakan salah satu unit yang berfungsi untuk mendukung Direktorat Jenderal Bea Cukai (DJBC) Kementerian Keuangan dalam melaksanakan tugas pokok dan fungsinya di bidang pengawasan lalu lintas masuknya orang (penumpang) dan/atau barang dari luar negeri ke dalam wilayah Republik Indonesia.
Saat ini skema penempatan Unit K-9 ini dilaksanakan berdasarkan tingginya frekuensi lalu lintas penerbangan dan/atau pelayaran pada suatu daerah baik itu bandar udara maupun pelabuhan fery penumpang.
Kelebihan Anjing K-9
Dilansir dari website DJBC Kementerian Keuangan RI, Unit anjing pelacak memiliki berbagai kelebihan seperti berikut:
- Dalam kasus penyelundupan seperti narkotika, anjing pelacak memiliki kemampuan pelacakan untuk menemukan narkotika dengan cara mencari bau narkotika tersebut.
- Tidak membutuhkan tenaga listrik. Pada umumnya pasti dibutuhkan setiap alat pendeteksi narkotika berbasis mesin dalam pengoperasiannya
- Sangat dinamis. Artinya sangat mudah untuk dimobilisasi dalam berbagai situasi dan kondisi objek pelacakan, dimana tidak semua alat deteksi narkotika berbasis mesin dimobilisasi dengan mudah
- Tidak memerlukan consumable aid. Yaitu bahan habis pakai yang digunakan untuk mengoperasikan alat deteksi narkotika, dimana setiap alat deteksi narkotika lain pasti membutuhkan consumable aid ini.
Selain penggunaan K-9 sebagai bagian dari Direktorat Polisi Satwa, ada juga yang bernama detasemen turangga. Kuda diperuntukkan dalam tugas penjagaan, patroli dan pengawalan, pengendalian massa dan SAR.
Sesuai tupoksi, penjagaan sama dengan pengamanan ketika ada kegiatan, membantu kewilayahan patroli, satu wilayah akan diisi oleh dua tim
Pasukan protokoler berkuda biasanya menggunakan pakaian khusus. Namun kini, kuda sudah jarang dipakai untuk pengawalan, tergantikan oleh vooridjer. Dari segi keamanan lebih cepat dan mudah menembus, sehingga pengawalan dengan kuda sudah jarang dipakai.
DANAR TRIVASYA FIKRI
Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini.