Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi Jimly Asshiddiqie, membuka rapat pada saat rapat majelis kehormatan MK mengenai kasus dugaan kode etik yang dilakukan oleh 9 hakim MK. Namun, Jimly menyebutnya sebagai rapat klarifikasi.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Kita akan melakukan rapat klarifikasi, jadi bukan sidang sebagaimana yang dimaksud dalam peraturan MK,” ujar Jimly di Mahkamah Konstitusi, Jakarta Pusat, Kamis 26 Oktober 2023.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Jimly menyebut bahwa perkara yang terjadi di Mahkamah Konstitusi belum pernah terjadi dalam sejarah umat manusia. “Ini perkara belum pernah terjadi dalam sejarah umat manusia, seluruh dunia, semua hakim dilaporkan kode etik," kata Jimly.
Menurut pantauan Tempo, rapat dimulai pada pukul 10.08. Setelah rapat resmi dibuka untuk umum, Jimly meminta maaf karena sedikit terlambat. Dan hal tersebut, menurutnya juga termasuk pelanggaran etika. “ Karena tepat waktu itu bagian dari soal etika. Dan salah satunya adalah etika kebangsaan dan bernegara."
Sebelumnya, Advokat Perekat Nusantara dan Tim Pembela Demokrasi Indonesia (TPDI) telah menerima Panggilan Rapat Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK), melalui surat panggilan No. 2219/MKMK/10/2023, pada Rabu, 25 Oktober 2023 terkait Laporan Dugaan Pelanggaran Kode Etik Hakim Konstitusi. Koordinator Perekat Nusantara dan TPDI Petrus Salestinus, beserta 12 pelapor lainnya, akan menghadiri agenda rapat MKMK pada Kamis, 26 Oktober 2023.
“Dengan agenda untuk klarifikasi kepada pihak-pihak terkait dengan 12 laporan (pelapor)," ujar Petrus dalam keterangan tertulis, Kamis 26 Oktober 2023. Ke-12 pelapor itu terdiri atas Furqan Jurdi, DPP. ARUN, Ahmad Fatoni (Advokat LISAN), Perekat Nusantara & TPDI, PBHI, Andy, Denny Indrayana, Gagum Ridho Putra dkk., Roynal Christian Pasaribu, Johan Imanuel, dkk., Nur Rahman, dan Bandot D. Malera.
Agenda rapat yang nantinya akan dibahas adalah mengenai laporan atau temuan dugaan pelanggaran kode etik dan perilaku hakim konstitusi. “Guna menentukan laporan atau temuan dilanjutkan pemeriksaan atau tidak dilanjutkan pemeriksaan,” kata Petrus.
Meski begitu, Petrus menyayangkan Ketua Hakim MK Anwar Usman tidak tertera dalam surat panggilan. “Namun demikian sangat disesalkan karena di dalam surat panggilan itu tidak sebutkan nama Anwar Usman, selaku Hakim Terlapor apakah akan diklarifikasi bersamaan atau tidak," ujarnya.
Agar temuan pemeriksaan terkait dugaan kode etik MK dapat dilanjutkan, Petrus meminta dukungan dan pengawasan dari masyarakat. Karena bagaimana pun, kata Petrus, MKMK ini dibentuk dan dilantik serta diambil sumpahnya oleh Ketua MK Anwar Usman. “Sementara dalam waktu yang bersamaan Anwar Usman adalah Hakim Terlapor yang akan diperiksa oleh MKMK,” ujar Petrus.
Petrus menekankan permasalahan ini menyangkut persoalan legitimasi dan kredibilitas serta muruah dan keluhuran martabat dari MK itu sendiri. “Karena putusan MKMK ini sangat menetukan eksistensi MK sebagai pelaku Kekuasaan Kehakiman Yang Merdeka, sesuai pasal 24 UUD 1945, MKMK harus menyelamatkan MK yang tersandera oleh Nepotisme, yang menurut Jimly Asshiddiqie Ketua MKMK bahwa MK sekarang berada pada titik nadir.”
ADVIST KHOIRUNIKMAH