Scroll ke bawah untuk membaca berita

Logo
Hukum

Hakim Vonis Eks Presiden ACT Ibnu Khajar 3 Tahun Penjara

Hakim PN Jaksel menjatuhkan vonis 3 tahun penjara terhadap eks Presiden ACT Ibnu Khajar. Dia diputus bersalah dalam kasus penyelewengan dana.

24 Januari 2023 | 18.44 WIB

Mantan Presiden yayasan Aksi Cepat Tanggap (ACT) Ibnu Khajar menjalani sidang tuntutan terkait penggelapan dana bantuan sosial untuk keluarga korban kecelakaan pesawat Lion Air Boing di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Selasa, 10 Januari 2023. Ibnu Khajar diperiksa sebagai saksi mahkota atas aliran dana 117 miliar yang diselewengkan serta cara pengembalianya, sebelumnya Ibnu telah dijatuhkan pindana penjara selama 4 tahun karena terbukti bersalah. TEMPO/ Febri Angga Palguna
Perbesar
Mantan Presiden yayasan Aksi Cepat Tanggap (ACT) Ibnu Khajar menjalani sidang tuntutan terkait penggelapan dana bantuan sosial untuk keluarga korban kecelakaan pesawat Lion Air Boing di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Selasa, 10 Januari 2023. Ibnu Khajar diperiksa sebagai saksi mahkota atas aliran dana 117 miliar yang diselewengkan serta cara pengembalianya, sebelumnya Ibnu telah dijatuhkan pindana penjara selama 4 tahun karena terbukti bersalah. TEMPO/ Febri Angga Palguna

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

TEMPO.CO, Jakarta - Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan menjatuhkan hukuman 3 tahun penjara kepada eks Presiden Yayasan Aksi Cepat Tanggap atau ACT periode 2019-2022 Ibnu Khajar. Ibnu divonis bersalah dalam kasus penyelewenagan dana bantuan sosial Boeing untuk korban kecelakaan Lion Air JT 610.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

“Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa dengan pidana penjara selama 3 tahun,” kata Ketua Majelis Hakim Hariyadi saat membacakan vonis di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Selasa, 24 Januari 2023.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hakim menyatakan terdakwa Ibnu Khajar terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana turut serta melakukan penggelapan dalam jabatan sebagaimana dakwaan primair.

“Perbuatan terdakwa meresahkan masyarakat luas, khususnya penerima manfaat dan ahli waris korban pesawat Boeing,” kata hakim.

Kuasa hukum Ibnu Khajar mengatakan pihaknya masih mempertimbangkan apakah akan mengajukan banding atau tidak terhadap vonis tersebut.

Sebelumnya, majelis hakim telah memvonis pendiri dan mantan Presiden Yayasan Aksi Cepat Tanggap atau ACT Ahyudin dengan hukuman penjara 3 tahun 6 bulan dalam perkara.

Kasus ini berawal ketika The Boeing Company menyediakan dana santunan untuk 189 penumpang dan kru pesawat yang meninggal kepada ahli waris.

Boeing menyediakan dana Boeing Financial Assitance Fund (BFAF) dan Boeing Community Invesment Fund (BCIF) masing-masing USD 25 juta. Ahli waris korban menerima dana BFAF USD 25 juta secara langsung. Sementara dana Rp 25 juta BCIF diperuntukkan sebagai bantuan finansial komunitas lokal. Namun bantuan itu tidak diterima langsung oleh ahli waris, melainkan dikelola pihak ketiga atau badan amal. 

Boeing tidak menunjuk langsung badan amal yang akan mengelola dana ini, tetapi hanya menetapkan syarat penerima dana. Perusahaan pun mendelegasikan kewenangan ini kepada Adminsitrator Mr. Feinberg dan Ms. Biros untuk menentukan progam individual, proyek atau badan amal yang akan didanai BCIF. Akan tetapi badan amal yang akan mengelola ditunjuk oleh ahli waris.

“Secara aktif pihak Yayasan ACT menghubungi keluarga korban dan mengatakan telah mendapat amanah ditunjuk dari Boeing sebagai pengelola dana sosial BCIF,” bunyi dalam dakwaan seperti dikutip dari laman Sistem Informasi Penelusuran Perkara (SIPP) PN Jaksel, Selasa, 15 November 2022.

Padahal, Boeing tidak menetapkan badan amal atau pihak ketiga yang akan mengelola dana tersebut. ACT kemudin meminta keluarga korban mengisi dan menandatangani formulir pengajuan yang dikirim ke Boeing agar dana BCIF bisa dicairkan kepada ACT. Dalam email tersebut, ACT meminta dana BCIF sebesar USD 144.500 per ahli waris.

Pada Oktober 2018, pembangunan fasilitas sosial yang direkomendasikan oleh 68 ahli waris kepada ACT mulai dilakukan. Namun pengerjaan proyek tersebut mangkrak. Sampai saat ini ACT juga belum memberikan progres pekerjaan kepada Boeing terkait implementasi pengelolaan dana sosial.

“Namun berdasarkan klausul Boeing, Yayasan ACT wajib melaporkan hasil pekerjaannya,” sebut jaksa dalam dakwaan.

Proyek yang dikelola oleh ACT terkait dengan dana sosial Boeing berjumlah 70 proyek dari 68 ahli waris, di mana ada satu ahli waris yang mengajukan dua proyek.

Pada pelaksanaannya, penyaluran dana Boeing (BCIF) tersebut tak melibatkan para ahli waris dalam penyusunan rencana maupun pelaksanaan proyek.

Pihak Yayasan Aksi Cepat Tanggap tidak memberitahukan kepada pihak ahli waris terhadap dana BCIF yang diterima dari pihak Boeing. Diduga pengurus Yayasan ACT melakukan penggunaan dana tidak sesuai peruntukannya untuk kepentingan pribadi berupa pembayaran gaji dan fasilitas pribadi, operasional perusahaan serta kegiatan lain di luar program Boeing.

Tersangka Ahyudin, Ibnu Khajar, dan Heriyana diduga telah menggunakan dana BCIF sebesar Rp 117,98 miliar untuk kegiatan di luar implementasi Boeing tanpa seizin dan sepengetahuan dari ahli waris korban kecelakaan Maskapai Lion Air Pesawat Boeing 737 Max 8 maupun dari perusahaan Boeing sendiri.

 

Eka Yudha Saputra

Alumnus Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia. Bergabung dengan Tempo sejak 2018. Anggota Aliansi Jurnalis Independen ini meliput isu hukum, politik nasional, dan internasional

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus