Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
TEMPO.CO, Jakarta -Secara umum Komnas HAM adalah lembaga mandiri yang kedudukannya setingkat dengan lembaga negara lainnya. Fungsinya melaksanakan pengkajian, penelitian, penyuluhan, pemantauan, dan mediasi Hak Asasi Manusia.
Hal ini disebutkan di Pasal 1 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Tujuan pendirian Komnas HAM adalah untuk mengembangkan dan menciptakan kondisi yang kondusif bagi pelaksanaan HAM di Indonesia.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Di samping itu, Komnas HAM dibentuk dengan tujuan meningkatkan perlindungan HAM untuk mendukung terwujudnya pembangunan nasional.
Dalam menjalankan kerja-kerjanya, Komnas HAM dilengkapi dengan dua badan kelengkapan, yaitu Sidang Paripurna dan Subkomisi.
Sidang Paripurna adalah kekuasaan tertinggi yang ada dalam Komnas HAM dan terdiri atas seluruh anggota Komnas HAM.
Sedangkan, Subkomisi adalah bagian dalam Komnas HAM yang berfokus pada hal-hal tertentu, seperti pendidikan dan penyuluhan, pengkajian instrumen HAM, dan pemantau pelaksanaan HAM.
Jejak Perjalanan Komnas HAM
Dilansir dari laman komnasham.go.id Komnas HAM berdiri pada 1993, tepatnya tanggal 7 Juni 1993 melalui keputusan Presiden Nomor 50 Tahun 1993.
Sejak didirikan pada 1993, Komnas HAM telah mengalami enam kali periodisasi keanggotaan, Setiap periode menghadapi tantangan yang berlainan sesuai dengan konteksnya.
Untuk itu, Komnas HAM harus mampu mereposisi diri di tengah situasi yang terus berubah di setiap jaman, khususnya di era yang lebih demokratis seperti saat ini.
Hal ini mengemuka dalam Sarasehan "Seperempat Abad Komnas HAM" yang diadakan di Jakarta, pada Senin, 9 Juli 2018. Acara tersebut dibuka oleh Ketua Komnas HAM Ahmad Taufan Damanik yang meminta dukungan dari semua pihak untuk membangun Komnas HAM secara lebih baik.
Dalam paparannya, Albert Hasibuan yang menjabat anggota Komnas HAM pada periode pertama (1993-1998) menyampaikan bahwa pada masanya komitmen anggota sangat kuat sehingga mampu menjadi lembaga yang disegani dan dihormati oleh berbagai kalangan.
Meskipun pada saat pembentukannya, tidak sedikit pihak yang mencibir oleh karena dianggap sebagai "alat" oleh penguasa saat itu karena dibentuk oleh Keputusan Presiden.
Selanjutnya:
"Ada yang menganggap bahwa pembentukan Komnas HAM hanya untuk memenuhi rekomendasi dari Konferensi Wina 1990," ujar Albert.
Namun dalam perjalanannya, Komnas HAM mampu untuk menjadi lembaga yang menjadi tumpuan masyarakat yang mengharapkan adanya keadilan.
Berbagai kasus ditangani, diantaranya kasus tanah di Rancamaya, Sei Lapan dan Tanah Lot Bali. Selain itu, juga ditangani kasus yang menjadi perhatian masyarakat kala itu, yaitu pembunuhan Marsinah dan pembredelan Majalah Tempo.
Menurut Ifdhal Kasim, Ketua Komnas HAM 2007-2012, setiap masa mempunyai konteksnya masing-masing. "Pada masa Pak Albert, Komnas HAM ada pada masa keemasan (golden age), dan sangat disegani oleh berbagai kalangan. Nah sejak itu, setiap masa kepemimpinan Komnas HAM dihantui oleh bayang-bayang keemasan itu," ujar Ifdhal.
Padahal, lanjut Ifdhal, suasana saat ini sudah berubah, lebih demokratis dan aktor pelanggaran HAM tidak lagi didominasi oleh negara, namun juga aktor non-negara. Untuk itu, Komnas HAM harus mampu mereposisi dan memformulasikan lagi strateginya, kata Ifdhal. Dengan demikian, Komnas HAM akan lebih kontekstual dengan jamannya.
Sedangkan Yunianti Chuzaifah dari Komnas Perempuan menyampaikan bahwa kiprah Komnas HAM di tingkat regional masih sangat kurang. Padahal Komnas HAM bisa menjadi role model di kawasan regional.
IDRIS BOUFAKAR
Baca juga : KontraS Tolak Remigius Sigid Tri Hardjanto Jadi Calon Anggota Komnas HAM
Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini.