Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Pemerintah Kabupaten Purwakarta, Jawa Barat, akan membentuk Mahkamah Adat. "Sebagai ikhtiar perdana merintis penerapan restorative justice," kata Bupati Purwakarta Dedi Mulyadi kepada Tempo, Jumat, 12 Juni 2015.
Inisiatif itu akan diberlakukan di lima desa dari 192 desa dan kelurahan yang ada di Purwakarta. Kelima desa yang akan menjadi proyek percontohan sistem hukum yang berbasis pada aturan adat dan budaya adalah Nagrog, Sumurugul, Sukamulya, Pusakamulya, dan Lingga Mukti.
Menurut Dedi, pembentukan Mahkamah Adat dan Budaya serta penerapan restorative justice merupakan buah pemikiran bersama antara Pemerintah Kabupaten Purwakarta dengan Sekolah Tinggi Ilmu Kepolisian dan Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian.
Nantinya akan dilibatkan tokoh agama dan tokoh adat. Jika inisiatif ini sudah diberlakukan, pencuri ayam tidak akan lagi diserahkan ke polisi dan dikenai pasal pidana seperti tertuang dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).
"Jika dalam hasil pemeriksaan latar belakang pencurian ayam itu untuk membiayai anaknya sekolah atau memberi makan keluarga, maka yang kena hukumannya warga satu desa karena mereka telah membiarkan tetangganya miskin," kata Dedi.
Dedi yakin pemberlakuan Mahkamah Adat dan restoratif justice tersebut akan lebih membawa kedamaian dan kesejahteraan di kalangan masyarakat, terutama warga pedesaan.
Mekanisme restorative justice atau proses peradilan yang memulihkan memang memiliki prinsip dasar mediasi. Jika memenuhi persyaratan, suatu perkara pidana dapat diselesaikan melalui jalur mediasi.
Mekanisme tata acara dan peradilan pidana yang berfokus pada pemidanaan diubah menjadi proses dialog dan mediasi untuk menciptakan kesepakatan atas penyelesaian perkara pidana yang lebih adil dan seimbang bagi pihak korban dan pelaku.
Kepala Sekolah Tinggi Ilmu Kepolisian Lemdikpol Inspektur Jenderal Amelza Dahniel mendukung langkah yang akan dilakukan Pemerintah Kabupaten Purwakarta.
Hal itu selaras dengan pemikiran dan kajian yang kini tengah dikembangkan lembaganya. "Ke depan, dalam menerapkan sistem hukum tidak hanya mengacu pada pasal-pasal hukum murni, tetapi juga harus menitikberatkan pada aspek adat dan budaya yang hidup di masyarakat," ujar Amelza.
Menurut dia, anggota Babinsa atau Babinkamtibmas juga bisa jadi polisi budaya. Mereka akan bekerja sama dengan para hakim Mahkamah Budaya dalam menangani setiap permasalahan yang terjadi di masyarakat.
Pemberlakuan restorative justice, katanya, diharapkan mampu memberikan kesejahteraan dan kebahagiaan yang lebih baik buat masyarakat.
Ia mencontohkan seorang pencuri ayam jika dikenai hukum murni, maka dipastikan akan terkena kurungan penjara selama tiga bulan.
Selama di penjara dia jadi pengangguran dan psikologisnya akan terdegradasi selama di sel tahanan. "Terus anak dan istrinya akan tertekan jiwanya dan hidupnya tak ada yang membiayai," Amelza mencontohkan. Karena itu, ia menilai hukum murni tidak relevan lagi untuk menghukum seorang pelaku pencuri ayam.
NANANG SUTISNA
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini