Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Kejaksaan Agung terus menelisik aliran dana di balik akuisisi PT Pertamina (Persero) di blok minyak dan gas Basker, Manta, dan Gummy (BMG) Australia pada 2009. Sejauh ini, Korps Adhyaksa telah menetapkan empat mantan petinggi Pertamina—termasuk direktur utama saat itu, Karen Agustiawan—sebagai tersangka.
Baca: Berikut Kronologi Kasus Pertamina yang Menjerat Karen Agustiawan
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Direktur Penyidikan Kejaksaan Agung, Warih Sadono, mengatakan telah mengantongi audit investigasi yang menjelaskan adanya kerugian negara. “Ada kerugian negara, mengandung makna ada pihak yang diuntungkan,” kata Warih kepada Tempo, Rabu, 26 September 2018. Menurut dia, pihak yang diuntungkan bisa perorangan ataupun korporasi yang terlibat dalam audit ini.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Sejak akhir tahun lalu, kejaksaan mengusut dugaan korupsi di balik keputusan Pertamina mengambil alih 10 persen hak partisipasi di Blok BMG yang digarap perusahaan hulu migas Australia, Roc Oil Company Limited.
Keempat tersangka dijerat Pasal 2 dan Pasal 3 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Pasal itu berkaitan dengan perbuatan melawan hukum untuk memperkaya diri sendiri, orang lain, atau korporasi, serta penyalahgunaan kewenangan dan jabatan yang merugikan keuangan negara. “Nanti pada proses sidang yang terbuka melalui surat dakwaan akan terungkap (pihak yang memperoleh keuntungan),” kata Warih.
Baca: Pengacara Hitung Untung Rugi Langkah Hukum Karen Agustiawan
Kejaksaan telah mengantongi hasil audit investigatif Badan Pemeriksa Keuangan yang menilai adanya kerugian negara hingga Rp 568 miliar akibat investasi Pertamina di Blok BMG. Lewat akuisisi itu, semula Pertamina berharap memperoleh jatah sedikitnya 800 barel minyak per hari. Ternyata, produksi rata-rata BMG sepanjang April 2009 hingga Agustus 2010 hanya 2.517 barel minyak per hari—jauh dari target 8.000 barel per hari. Walhasil, Pertamina yang memiliki 10 persen hak partisipasi di Blok BMG hanya memperoleh 250 barel per hari.
Produksi lapangan minyak di lepas pantai—sekitar 50 kilometer sebelah selatan Australia—itu pun terus menyusut hingga akhirnya dihentikan pada November 2010. Tiga tahun kemudian, Pertamina melepas seluruh hak partisipasi di blok BMG atau withdrawal.
Menurut Kejaksaan, risiko bisnis yang terjadi akibat aksi korporasi seharusnya tidak menjadi masalah bila para pejabat Pertamina kala itu menjalankan prosedur secara benar. “Penyidik kami menemukan ada prosedur yang menyimpang. Proses due diligence belum selesai, tapi keputusan investasi dipaksakan tetap dilakukan,” kata Jaksa Agung Muda Pidana Khusus, Adi Toegarisman.
Baca: Karen Agustiawan: Saya Bawa Pertamina Masuk Fortune 500
Kuasa hukum Karen, Soesilo Aribowo, mengatakan tak ada aliran dana dari proyek akuisisi saham Roc Oil oleh Pertamina kepada kliennya. “Ibu Karen sejauh ini tidak mendapat apa-apa karena ini aksi korporasi,” kata dia. Bekas Manajer Merjer dan Akuisisi Pertamina yang telah menjadi tersangka, Bayu Kristanto, juga mengaku tak memperoleh keuntungan apa pun.
ARKHELAUS WISNU