Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan atau Menkopolhukam Mahfud Md mengungkap jika kasus impor emas senilai Rp 189 triliun menyeret seseorang berinisial SB. Ia memperkirakan terdapat pajak kurang bayar beserta denda yang mencapai ratusan miliar rupiah dalam kasus itu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
"Ditjen Pajak memperoleh data bahwa grup SB melaporkan surat pemberitahuan tahunan (SPT) secara tidak benar sehingga Ditjen Pajak menerbitkan Surat Perintah Pemeriksaan Bukti Permulaan (SPRIN BUKPER) tanggal 14 Juni 2023 terhadap empat wajib pajak grup SB," kata Mahfud Md, di Kantor Kemenko Polhukam, Jakarta, Rabu, 1 November 2023.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Satgas TPPU kata Mahfud, menemukan fakta pemalsuan data kepabeanan yang menyebabkan hilangnya pungutan pajak penghasilan (PPH) pasal 22 atas emas batangan impor sebesar 3,5 ton yang dilakukan oleh grup milik SB.
Dia mengatakan bahwa Ditjen Pajak memperoleh dokumen perjanjian mengenai pengolahan anoda logam atau dore dari PT ATM kepada grup SB (PT LM) pada tahun 2017. Perjanjian tersebut diduga dipakai SB untuk melakukan ekspor barang secara ilegal.
"Saat ini masih ditelusuri jumlah pengiriman anoda logam dari PT ATM ke PT LM dan pengiriman hasil olahan berupa emas dari PT LM ke PT ATM, untuk memastikan nilai transaksi yang sebenarnya," kata Mahfud Md.
Mahfud menyebut jika SB memanfaatkan karyawannya untuk melakukan tindak pidana kepabeanan, perpajakan, dan tindak pidana pencucian uang.
Adapun modus kejahatannya, kata Mahfud, mengkondisikan seakan-akan emas batangan yang diimpor oleh SB telah diolah menjadi perhiasan dan diekspor seluruhnya.
"Padahal berdasarkan data yang diperoleh, emas batangan seberat 3,5 ton diduga beredar di perdagangan dalam negeri. Dengan demikian, grup SB telah menyalahgunakan Surat Ketetapan Bebas PPH pasal 22," ujarnya.
Mahfud menanggapi sejumlah pertanyaan perihal pengungkapan kasus ini yang memakan waktu lama. Menurut dia, proses penegakan hukum memang berjalan lama. Berbeda dengan perbuatan kejahatan. "Kejahatan bisa dilakukan orang dalam satu menit. Tapi kejahatan satu menit itu kalau disidik bisa memakan waktu berbulan-bulan bahkan tahunan," ucap dia.