Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
TEMPO.CO, Jakarta - Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Boy Rafli Amar mengaku terus melakukan monitoring situs dan akun di media sosial yang berpotensi radikal.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Monitoring tersebut menurutnya dilakukan bersama di antaranya melibatkan Kepolisian, Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN), Badan Intelijen Nasional (BIN) maupum Kementerian Komunikasi dan Informatika.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
"Dalam bidang pencegahan BNPT telah melakukan monitoring terhadap situs, akun, di dunia maya yang berpotensi mengandung paham radikal," kata dia saat rapat dengar pendapat dengan Komisi III DPR, Jakarta, Selasa 25 Januari 2022.
Dari hasil monitoring tersebut, Boy mengatakan, BNPT hingga saat ini berhasil mencatat adanya 600 akun berpotensi radikal. Rinciannya, terdiri dari konten propaganda sebanyak 650. 409 diantaranya adalah konten bersifat umum dan merupakan konten informasi serangan.
Selanjutnya ada 147 konten anti Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), 85 konten anti Pancasila, 7 konten inteloren dan 2 konten berkaitan dengan paham takfiri. Selain itu ada konten pendanaan terorisme sebanyak 40.
"Karena pendaanan terorisme di dunia maya ini dengan menggunakan platform yang ada ini cukup dominan akhir-akhir ini dan konten berkaitan dengan pelatihannya ada 13 konten," ungkap perwira tinggi Polri berpangkat Komjen tersebut.
Menghadapi ancaman radikalisme ini, Boy mengatakan, BNPT telah mengusung konsep penanggulanagn kejahatan terorisme dengan bersifat pentahelix atau multi pihak. Di konsep ini termasuk di dalamnya pemerintah, akademisi, pelaku dunia usaha, media dan komunitas.
"Ini karena yang berpotensi terpapar menjadi pelaku radikalisme adalah multipihak, semua pihak dan yang menjadi korban adalah semua pihak. Oleh karena itu kami melalukan ini agar semua memiliki semangat bersama," tegas Boy.
Konsep pentahelix ini diyakininya dapat mengembangkan potensi nasional yang dapat menjadi kekuatan bersama dalam melawan ideologi, radikalisme, dan terorisme yang berbasis kekerasan.
"Karena kami yakin bahwa ideologi terorisme sangat jauh dari identitas jati diri bangsa kita yang telah diwariskan para leluhur setidak-tidak nya apa yang dinyatakan dalam empat pilar kebangsaan kita, yaitu UUD 1945, Pancasila, Semboyan Bhinneka Tunggal Ika dan bentuk NKRI," ucap dia.
Baca: Densus 88 Tindak 364 Kasus Dugaan Terorisme Sepanjang 2021