Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Setyo Budiyanto menegaskan bahwa kerugian pada badan usaha milik negara (BUMN) merupakan kerugian negara. Penegasan ini didasarkan atas Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 48/PUU-XI/2013 serta Nomor 62/PUU-XI/2013, dan dikuatkan dengan Putusan MK Nomor 59/PUU-XVI/2018 serta Nomor 26/PUU-XIX/2021.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Menurut Setyo, KPK akan mengacu pada putusan MK tersebut. “Telah diputuskan oleh Majelis Hakim MK bahwa konstitusionalitas keuangan negara yang dipisahkan tetap merupakan bagian dari keuangan negara, termasuk dalam hal ini BUMN yang merupakan derivasi penguasaan negara,” kata Setyo dalam keterangannya di Jakarta, Rabu, 7 Mei 2025. “Dengan demikian, segala pengaturan di bawah Undang-Undang Dasar NRI 1945 tidak boleh menyimpang dari tafsir konstitusi MK.”
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Oleh sebab itu, kata Setyo, KPK menyimpulkan kerugian BUMN tetap dianggap sebagai kerugian keuangan negara yang dapat dibebankan pertanggungjawabannya secara pidana, khususnya tindak pidana korupsi, kepada direksi, komisaris, maupun pengawas BUMN.
Walaupun demikian, kata dia, pejabat BUMN dapat bertanggung jawab terhadap kerugian keuangan negara bila terdapat perbuatan melawan hukum, penyalahgunaan wewenang, hingga penyimpangan atas prinsip business judgment rule (BJR).
“Vide Pasal 3Y dan 9F UU BUMN, misalnya diakibatkan adanya fraud, suap, tidak dilakukan dengan iktikad baik, terdapat konflik kepentingan, dan lalai mencegah timbulnya keuangan negara,” ujarnya.
Undang-Undang BUMN sudah berlaku secara resmi sejak 24 Februari 2025. Pada Pasal 4B UU tersebut berbunyi, “Keuntungan atau kerugian yang dialami BUMN merupakan keuntungan atau kerugian BUMN.”
Atas dasar itulah KPK kemudian membuat kajian untuk mengambil sikap.