Scroll ke bawah untuk membaca berita

Logo
Hukum

KPK Ingatkan Potensi Skema Pencucian Uang Melalui BUMN dan BUMD

Wakil Ketua KPK Alexander Marwata khawatir adanya skema pencucian uang melalui BUMN dan BUMD.

11 Maret 2023 | 10.10 WIB

Wakil Ketua KPK Alexander Marwata. Foto : Istimewa
Perbesar
Wakil Ketua KPK Alexander Marwata. Foto : Istimewa

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

TEMPO.CO, Jakarta - Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Alexander Marwata khawatir adanya skema pencucian uang melalui BUMN dan BUMD. Kekhawatiran tersebut berangkat dari putusan Mahkamah Agung PIDANA/4/SEMA 10 2020 perihal kerugian anak perusahaan BUMN atau BUMD bukan termasuk kerugian keuangan negara.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

Sehingga, kata dia, ada pihak yang memanfaatkan celah hukum untuk melakukan tindak pidana korupsi.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

"Sehingga pernah ada putusan itu bukan korupsi pak. Waduh jangan-jangan ini modus, jadi suap itu bisa melalui anak perusahaan atau cucu," kata Alex pada Jum'at 10 Maret 2023.

Dalam putusan MA tersebut menyebut kerugian BUMN dan BUMD bukan merupakan kerugian negara jika memenuhi salah satu dari tiga kondisi. Pertama, modalnya bukan dari APBN. Kedua, penyertaan modal BUMN. Terakhir, tidak menerima atau menggunakan fasilitas negara.

Sehingga, Alex mengaku khawatir BUMN akan dimanfaatkan pihak yang tidak bertanggungjawab untuk skema pencucian uang. Ia menjelaskan hal tersebut dapat dilakukan dengan memanfaatkan anak perusahaan BUMN.

"Jadi untuk penyuapan itu mungkin tidak gunakan uang BUMN, tetapi gunakan uang anak atau cucu perusahaan untuk suap dalam rangka memenangkan proyek dan sebagainya," ucapnya.

BUMN punya 1.000 anak perusahaan

Alex juga menyinggung kembali kasus yang pernah terjadi pada salah satu BUMN perusahaan maskapai penerbangan. Pada waktu itu, kata dia, perusahaan tersebut memiliki banyak sekali anak perusahaan yang tidak produktif.

"Saya masih ingat, di BUMN itu ada anak perusahaan, cucu, dan cicit. Jadi kalau digabungkan itu enggak tahu, mungkin ada 1.000 lebih perusahaan yang masuk dalam grup BUMN," ujar dia saat ditemui di Kantor Kementerian PAN-RB, Jakarta.

Selain itu, Alex juga menyebut kondisi BUMD juga tidak kalah mengkhawatirkan dengan BUMN. Ia menyebut banyak BUMD yang sebetulnya dalam kondisi yang tidak sehat.

"Belum BUMD, kita lihat dari sekitar 800-an BUMD kalau tidak salah di datanya Kemendagri, itu banyak juga yang tidak sehat," ujar dia.

Padahal, Alex mengatakan keberadaan BUMN dan BUMD sendiri ditujukan agar meraup keuntungan untuk menopang APBN atau APBD. Namun, menurut dia, kenyataannya adalah banyak perusahaan BUMN atau BUMD yang justru merugi.

"Banyak kasus justru keberadaan BUMN maupun anak dan cucunya serta BUMD itu malah membebani anggaran. Dalam bentuk apa? Bill out utang, atau penyertaan modal yang bersangkutan, ini enggak sehat sekali," ujar dia.

Usulan BUMN dan BUMD tak sehat ditutup

Oleh sebab itu, Alex mengatakan KPK telah mengkomunikasikan permasalahan yang ditemukan tersebut kepada beberapa kementerian terkait. Ia mengatakan koordinasi tersebut untuk mengevaluasi kinerja dari BUMN atau BUMD agar memaksimalkan pendapatan negara.

"Untuk melakukan evaluasi secara menyeluruh terkait keberadaan BUMN, anak usaha BUMN, maupun BUMD dan anak perusahaannya yang tidak sehat, kita bubarkan, kita tutup. Tidak ada gunanya juga kalau dipertahankan kalau keberadaannya tak beri manfaat bagi pemerintah maupun pemda," kata Alex.

Pilihan Editor: KPK Sebut Kepemilikan Saham 134 Pegawai Pajak Menggunakan Nama Istri

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus