Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
TEMPO.CO, Jakarta - Mantan presiden Joko Widodo turun gunung mendatangi Polda Metro Jakarta Raya untuk melaporkan dugaan pencemaran nama baik dan fitnah memiliki ijazah palsu pada Rabu, 30 April 2025. Jokowi yang mengenakan batik coklat berlengan panjang tiba di Gedung Sentra Pelayanan Kepolisian Terpadu (SPKT) sekitar pukul 09.50 WIB.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Sekitar 25 menit kemudian, ia menuju Direktorat Reserse Kriminal Umum dan menjalani pemeriksaan, yang berlangsung hingga pukul 12.25 WIB. Seusai memberikan laporannya, Jokowi menemui wartawan dan memberikan keterangan resmi mengenai laporan hukum yang dibuatnya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Dalam keterangannya, Jokowi menegaskan bahwa tuduhan penggunaan ijazah palsu sebenarnya merupakan persoalan ringan. Namun, karena tuduhan itu telah lama beredar dan terus bergulir, ia merasa sudah saatnya untuk menyelesaikannya lewat jalur hukum.
"Ini sebetulnya masalah ringan, urusan tuduhan ijazah palsu. Tetapi memang perlu dibawa ke ranah hukum agar semuanya jelas dan gamblang," ujar Jokowi usai membuat laporan di Polda Metro Jaya, Rabu.
Ia juga menjelaskan bahwa isu tersebut sudah muncul sejak dirinya masih menjabat sebagai Presiden Republik Indonesia ke-7. Awalnya ia mengira tuduhan itu akan berhenti setelah masa jabatannya selesai. Namun karena permasalahan itu terus berlanjut, dia merasa lebih baik untuk dibawa ke ranah hukum. "Saya pikir sudah selesai, tapi masih berlarut-larut. Sehingga, ya dibawa ke ranah hukum akan lebih baik," ucap dia.
Saat ditanya alasan mengapa ia harus turun tangan langsung melaporkan kasus ini, Jokowi menyebut bahwa karena bersifat aduan pribadi, maka ia harus hadir sendiri di kantor polisi. Tuduhan tersebut menyangkut dugaan pemalsuan ijazah sarjana miliknya dari Universitas Gadjah Mada. "Karena aduan, harus saya sendiri yang datang," kata ayah dari Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka itu.
Ketika membuat laporan, Jokowi menyebutkan bahwa dirinya menerima sebanyak 35 pertanyaan dari aparat kepolisian yang berkaitan dengan laporannya tersebut. “Ditanya banyak, ditanya 35 pertanyaan,” ungkapnya.
Selain itu, mantan Wali Kota Solo itu pun mempersilakan penyidik di Polda Metro Jaya untuk melakukan pemeriksaan terhadap ijazah miliknya melalui metode digital forensik guna membuktikan keabsahannya. "Kalau diperlukan ya silakan (digital forensik), yang jelas sudah kita bawa ke ranah hukum," tuturnya.
Tanggapan Kuasa Hukum Jokowi
Kuasa hukum Jokowi, Yakup Hasibuan, menilai tudingan mengenai kepemilikan ijazah palsu yang dialamatkan kepada kliennya sebagai bentuk fitnah yang sangat merugikan.
"Kami sampaikan bahwa fitnah dan tuduhan-tuduhan tersebut itu sangat-sangat kejam, karena telah merusak nama baik dan martabat Pak Jokowi, berdampak bagi nama baik keluarga dan yang tidak kalah penting ini juga merusak nama baik rakyat Indonesia," ujar Yakup, seperti dikutip dari Antara.
Ia juga menjelaskan meskipun selama ini Jokowi cenderung tidak merespons secara terbuka tuduhan tersebut, sejatinya ia terus memantau perkembangan isu tersebut dalam beberapa bulan terakhir.
"Beberapa kali juga sudah kami berikan imbauan, secara resmi press conference (jumpa pers), beberapa statement (pernyataan) di tempat umum juga sudah kami berikan, tapi (tuduhan) terus dilakukan oleh beberapa pihak," kata Yakup.
Oleh karena itu, lanjut Yakup, Jokowi akhirnya memutuskan untuk secara resmi membuat laporan ke Polda Metro Jaya setelah melalui pertimbangan yang panjang. "Agar semuanya terang-benderang, agar kebenaran dapat terlihat dan agar nama baik Pak Jokowi dan nama baik rakyat Indonesia dapat dipulihkan dan dijaga juga. Sehingga hal ini tidak terjadi lagi," ucapnya.
Dalam kasus ini, Jokowi melaporkan lima orang berinisial RS, ES, RS, T, dan K ke Polda Metro Jaya. Yakup menjelaskan kelima orang tersebut dilaporkan karena diduga melakukan fitnah serta mencemarkan nama baik, menggunakan media elektronik. Oleh karena itu, pelaporan ini juga melibatkan ketentuan dalam Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE).
Hammam Izzuddin berkontribusi dalam penulisan artikel ini