Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Inspektur Dua Rudy Soik beserta tiga kuasa hukumnya mendatangi kantor Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) untuk meminta perlindungan. Rudy Soik mengaku mendapatkan teror setelah mengajukan banding terhadap putusan pemberhentian tidak dengan hormat (PTDH) yang dijatuhkan Komite Kode Etik Polri (KKEP).
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Wakil Ketua LPSK Sri Suparyati mengatakan LPSK saat ini sudah menerima permohonan Rudy Soik. Langkah selanjutnya LPSK akan melakukan pengecekan syarat formil dan non formil, lalu akan dilakukan penelaahan dengan meminta keterangan dari pihak kepolisian, baik Kapolres atau Propam terkait. "Untuk bisa mendapatkan sejelas-jelasnya atau seterang-terangnya duduk persoalan dari kasus tersebut gitu loh," ucap Sri saat dihubungi Tempo pada Kamis, 24 Oktober 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Ia juga menyebut biasanya pendalaman ini membutuhkan Waktu sampai 30 hari, bisa lebih lama jika ada hambatan-hambatan tertentu. Setelah itu, baru hasil pendalaman tersebut diajukan ke Mahkamah Sidang LPSK untuk diambil keputusannya oleh tujuh pimpinan. "Kemudian baru kita bisa memutuskan bentuk perlindungan kepada si Rudy Soik ini," ujar Sri.
Untuk kasus Rudy Soik, ia mengakui belum mengetahui dengan pasti kondisi dan situasi di NTT. Jika benar-benar terancam, Rudy Soik diperbolehkan menghubungi LPSK kapan saja. "Jadi kalau dalam satu waktu tertentu dia kemudian dalam kondisi yang benar-benar terancam dia bisa kontak LPSK, karena ia sudah mengajukan permohonan," ucap Sri.
Sri juga mengungkap sebelumnya Rudy Soik juga pernah meminta perlindungan LPSK pada 2014. Saat itu Rudy Soik tengah menghadapi sidang etik ketika membongkar dugaan tindak pidana perdagangan orang (TPPO) yang diduga melibatkan petinggi Polda NTT.
"Tapi memang ada beberapa respons dari pimpinan yang lama pada saat itu, mengecam juga ya, tindakan apa namanya, institusi kepolisian yang kemudian tidak memberikan ruang kepada Rudy Soik," ucap Sri
Kasus Rudy Soik
Rudy Soik adalah anggota Polres Kupang yang mengungkap kasus penimbunan Bahan Bakar Minyak (BBM) bersubsidi. Dia menyelidiki kasus itu setelah terjadi kelangkaan BBM yang seharusya disalurkan untuk para nelayan di Kupang, NTT.
Dia sempat menyegel lokasi yang diduga menjadi penampungan BBM ilegal tersebut. Namun, Rudy Soik justru dilaporkan oleh pemilik tempat itu ke Bidang Propam Polda NTT.
Akibat laporan itu, Rudy Soik harus menjalani sidang Komite Kode Etik Polri (KKEP) yang kemudian menjatuhkan vonis pemberhentian tidak dengan hormat (PTDH). Sanksi tersebut tertuang dalam Petikan Putusan Nomor: PUT/38/X/2024, tertanggal 11 Oktober 2024. Tak terima dengan putusan itu, Rudy Soik pun mengajukan banding.
Kuasa hukum Rudy Soik, Ferdy Maktaen, mengatakan kliennya dan keluarga mendapatkan teror dan ancaman dari berbagai sisi usai mengungkap kasus kelangkaan bahan bakar minyak (BBM) di Kupang, yang diduga melibatkan petinggi Polres Kupang dan Polda NTT. "Ancaman itu sudah mulai sejak proses sidang PTDH, dengan berbagai macam isu, insiden. Bahkan ada lagi isu yang sudah berkembang,sudah pasang penyadap, mulai drone, terus ambil gambar foto rumah, terus kemudian pencegatan terhadap istri Rudy,” ucap Ferdy saat ditemui di Kantor LPSK, Jakarta Timur, pada Kamis, 24 Oktober 2024.