Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hukum

Mayat Dipotong-Potong: Siapa Dia ?

2 buah dus berisi potongan-potongan tubuh manusia ditemukan dekat halte bis di jalan Sudirman, Jakarta. Mayat itu belum diketahui identitasnya. (krim)

5 Desember 1981 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SEJAK pukul 2 pagi, dua orang petugas ronda sebenarnya sudah mencurigai bau busuk, yang tersebar dari dua buah dus di balik pagar seng dekat halte bis di Jalan Sudirman, Jakarta Selatan. Amat Sudarman, yang tiba di tempat kerjanya di PT Garuda Mataram Motor pukul 07.30, 23 November lalu, diberitahu tentang kedua dus berbau tersebut oleh petugas jaga malam. Sudarman memperhatikan kedua benda yang berjejer di atas goronggorong air sekitar empat meter dari pintu gerbang Garuda Mataram. Sudarman mencoba membujuk seorang polisi lalulintas agar mau memeriksa dua buah dus yang menarik perhatiannya tersebut. Sang polisi, yang tengah sibuk mengatur lalulintas, malah meminta agar Sudarman memeriksanya sendiri saja. Tapi Sudarman tak berani melakukannya. Meskipun begitu ia tetap mengawasi kedua dus itu. Sementara itu di halte telah banyak orang menunggu bis. Sampai sekitar pukul 09.00, hujan rintik-rintik, dua dus tersebut ditemukan dua orang gelandangan pengais sampah: seorang wanita tua, kurus, ditemani seorang pemuda agak gemuk. Dari jarak tiga langkah Sudarman mendengarkan pembicaraan kedua gelandangan ter sebut. Agar Mudah Dikenal Si wanita tua, setelah membuka tutup salah sebuah dus, berkata sambil melihat kepada Sudarman: "Daging Pak! Sudah agak busuk, mungkin sengaja mau dibuang!" Yang lain menyambung "Bawa saja. Kalau sudah direbus, kan enak. Baunya hilang." Sudarman terus mengawasi sambil berpayung di bawah hujan. Wanita tua tersebut mengais isi dus lebih dalam. Namun, begitu tangannya terpegang sebuah potongan daging, ia menjerit sepotong tangan merah berdarah dibantingnya kembali ke dalam dus. Kedua gelandangan berpakaian kumal tersebut buru-buru pergi dari sana. Kali ini Sudarman merasa punya alasan kuat untuk memaksa polisi memeriksa dus yang sejak pagi menganggu pikirannya. Ia mengajak petugas jaga yang mula-mula mencurigai dus tersebut, Ade Sumarna, melapor kepada polisi lalulintas yang tengah bertugas dipertigaan Jalan Setiabudi. Sekitar pukul 10.00 barulah polisi memeriksanya. Dokter Abdul Mun'im, ahli Patologi Forensik dari Lembaga Kriminologi (LKUI), tengah berada di kantornya ketika polisi memberitahu bahwa telah diketemukan dua buah dus berisi potongan tubuh manusia yang sudah membusuk di Jalan Sudirman. Segera dr.Mun'im melakukan pemeriksaan di tempat. Sebuah dus berisi kepala manusia, laki-laki, yang masih utuh wajahnya, bercampur dengan potongan-potongan tulang. Dari dus yang lain ditemukan potongan kemaluan, sayatan daging, perut dan kulit. Di rumah sakit, RSCM, Mun'im merangkaikan potongan tubuh tersebut. Mayat tersebut boleh dipastikan laki-laki, tidak disunat, tinggi badan 165 cm, berkulit bersih agak gemuk dan tegap. Dari kepalanya yang utuh terlihat rambut hitam lurus dan agak gondrong. Hidungnya pesek, matanya cokelat kehitaman, ada tahi lalat di dagu dan pipinya yang bulat. Dari susunan giginya yang bagus, gigi bungsu yang belum tumbuh, Mun'im memperkirakan mayat yang hingga minggu lalu belum dikenali tersebut berusia antara 18 - 21 tahun. Sudah jelas mayat itu merupakan korban pembunuhan yang disertai kekejaman. Korban "dimakan" dari belakang oleh pembunuhnya--tak ada tanda-tanda perlawanan seperti luka atau lecet di tangannya. Ada bekas tusukan benda tajam di punggung, dada dan perut. Mun'im memperkirakan kekejaman berlangsung sekitar Sabtu malam, 21 November, hingga Minggu dinihari. Menurut dr.Mun'im, jelas si pelaku punya banyak waktu, sehingga sempat memotong dan menyayat-nyayat tubuh korbannya. Dari cara memisahkan setiap persendian, Mun'im berpendapat, si pelaku sedikitnya punya pengetahuan anatomi. Alat-alat yang dipakainya berupa senjata tajam dan gergaji. Abdul Mun'im mencoba mengambil beberapa kesimpulan lain. Misalnya: si pembunuh bukan orang yang tak waras. "Hanya orang yang punya pikiran sehat yang bisa bekerja begitu rapi dan terencana," katanya. Memotong kelamin, menurut Mun'im, biasanya dilakukan oleh seseorang yang mempunyai dendam menyala-nyala yang berhubungan cemburu atau perzinaan--pokoknya ada hubungannya dengan kejahatan berlatar belakang seks. Komandan Detasemen 11 Reskrim, Satserse Kodak VII, Mayor Gunawan, menilai bahwa si pelaku tampaknya seseorang yang ingin mencari kepuasan. Buktinya, bila ia ingin perbuatannya tak diketahui orang lain, kata Gunawan, si pelaku tak akan meletakkan potongan tubuh korbannya di dus dan meninggalkannya di tempat umum. Tambahan lagi wajah si korban ditinggalkan utuh-seolah-olah agar mudah dikenali siapa dia. Toh, sampai minggu lalu si korban belum juga dikenali keluarga atau kenalannya. Sudah ratusan orang datang melihat wajah si korban tanpa bisa memberikan keterangan yang berarti. Mula-mula ada cerita yang hampir saja meyakinkan Sim Liong Tjoan yang tinggal di Kapuk (Jakarta Barat) kehilangan anaknya, Tjin Lian, si jagal babi yang, sejak 21 lovember menghilang. Sepintas tanda-tanda si korban yang dicincang mirip dengan Tjin Lian. Tapi beberapa hari setelah dus berisi potongan mayat ditemukan, rnyata Tjin Lian muncul di Kodak Metro Jaya dalam keadaan sehat wal afiat. Tjin Lian memang menghilang beberapa hari, bersembunyi di rumah bibinya di Lampung, cuma karena menghindari tagihan utang seorang pedagang babi. Berbeda dengan korban pembunuhan lain, potongan mayat di Jalan Sudirman di atas tak bisa segera diketahui apa dan siapanya, meski wajah si korban tetap utuh --apalagi untuk diketahui si pelaku dan latar belakang kekejamannya. Namun pembunuhan yang kemudian diikuti dengan kekejaman lain tersebut menjadi pembicaraan panjang di pasar, kantor, kelurahan dan tempat umum lainnya. Karena mempunyai keunikan yang sama dengan peristiwa Bo'i yang dibunuh, mayatnya dikerat-kerat lalu direbus keluarganya sendiri. Atau sama dengan nasib Ek Mong yang dicincang dan direbus untuk umpan babi (lihat box). Dan lain-lain.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus