PAGI itu empat orang anak asyik bermain dagang-dagangan di kebun
pisang yang sepi. Mendadak salah seorang di antara mereka,
Nurdian Wahidah, 4 tahun, tersungkur karena ditendang dengan
sengaja. Tapi begitu gadis kecil itu menjerit, mulutnya ditutup
dengan telapak tangan dan lehernya dicekik. Nurdian meronta,
tapi tak berdaya melawan tiga rekannya yang jauh lebih besar.
Ketika rambutnya dijambak dan tengkuknya dipukul dengan sebatang
kayu, ia sempurna menjadi mayat.
Almarhumah tentu saja membiarkan kedua belah telinganya dipotong
dan anting-antingnya dipereteli. Dan mayat gadis yang malang itu
pun dibiarkan tergeletak begitu saja -- hanya ditutup dengan
jerami. Tapi sore harinya ketiga teman sepermainannya tersebut
kembali ke kebun pisang, mengangkat mayat Nurdian dan
melemparkannya ke sungai tak jauh dari tempat pembunuhan itu,
setelah tubuh almarhumah ditelanjangi.
Pembunuhan ini menggemparkan seluruh warga kompleks perumahan
Perumnas Monang-Maning, Denpasar (Bali), karena baik korban
maupun pelakunya anak-anak di bawah umur. Satu setengah bulan
kemudian, minggu lalu, kasus pembunuhan ini baru terungkap.
Malam setelah sembahyang Hari Raya Kuningan, 14 Mei lalu, Ni Luh
Wayan Suryati, 12 tahun, mengigau terus selama tiga malam:
"Nurdian, jangan bunuh aku. Ampun, jangan bunuh aku. Ambil saja
anting-anting itu."
Para tetangga, yang selama ini masih membicarakan hilangnya
Nurdian, jadi curiga. Rumah tersangka pelaku dan rumah korban
memang berdekatan, berjarak sekitar 40 rumah saja. Mereka lantas
melapor ke polisi. Selasa, 17 Mei, ketiga tersangka ditangkap:
Wayan, 12 tahun, serta kakak-beradik Abdillah, 10 tahun, dan
Ubaidillah 9 tahun. Dalam pemeriksaan, Wayan yang memang dikenal
nakal, mengaku menjadi perencananya, sementara kedua rekannya,
laki-laki semua, hanya menuruti perintah-perintah dari gadis
yang suka mencuri itu.
Adapun anting-anting yang diperkirakan berharga Rp 15.000,
dijual kepada seorang pedagang emas di pinggir toko sekitar
Jalan Sulawesi, tapi cuma laku Rp 6.500. Uang ini lantas dibagi
tiga: Wayan Rp 4.000, Abdillah dan Ubaidillah masing-masing Rp
1.500 dan Rp 1.000. Karena pengakuan mereka dianggap cukup, para
tersangka dipulangkan ke pangkuan orangtua mereka masing-masing,
yang sejak terungkapnya kasus tersebut sudah "diamankan", hingga
rumah mereka pun kosong.
Alasan pemulangan tersebut, karena para tersangka masih di bawah
umur. Jadi tidak diadili? Komandan Kepolisian Badung, Letkol.
Pol. Drs. Soetrisno, memang belum dapat memastikan hal itu.
"Sebab untuk menangani kasus ini, kami memerlukan bantuan
psikolog untuk meneliti gejala kejiwaan mereka," katanya. Yang
jelas, suasana sedih masih merundung orangtua Nurdian, suami
istri Ridwan-Zakiah.
"Bapak selalu menangis bila teringat Nurdian," ujar Zakiah lirih
dengan mata masih merah. Sesekali ia memeluk anaknya yang kedua,
adik almarhumah, yang masih berusia 2 tahun. Duka itu telah
menjalar ke segenap pelosok kompleks Perumnas yang baru dihuni
enam bulan lalu. Di malam hari pun suasananya tampak mencekam.
Penduduk secara bergiliran melakukan ronda. Siapa tahu ada yang
mencoba membalas dendam.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini