Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
TEMPO.CO, Jakarta - Pengacara Hak Asasi Manusia untuk isu-isu Papua, Gustaf Kawer, mengatakan situasi yang terjadi di Amerika Serikat saat ini penting untuk melihat kondisi Papua hari ini.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Menurut dia, persoalan di Papua adalah perulangan dari peristiwa sebelum-sebelumnya, yang kemudian memuncak pada 16 Agustus 2019. Mirip dengan kondisi di Amerika Serikat di mana diskriminasi terhadap kulit hitam terus berulang.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Gustaf mengatakan, jika pemerintah serius, seharusnya insiden rasisme pada 16 Agustus 2019 seharusnya bisa selesai di jalur hukum. Namun, karena tak ada langkah serius, terjadilah aksi di Papua pada 19 dan 29 Agustus 2019.
"Aksi ini menentang rasisme, kemudian respons negara menangkap dengan pasal makar," kata Gustaf dalam diskusi bertajuk '#PapuanLivesMatter: Rasisme Hukum di Papua' yang tayang di akun Youtube BEM UI, Sabtu malam, 6 Juni 2020.
Sayang Mandabayan, salah satu orang Papua yang pernah dipenjara karena aksi antirasisme tersebut, mengatakan pemerintah seharusnya belajar dari kasus George Floyd di Amerika Serikat.
Menurut dia, polisi di Amerika berani meminta maaf atas kejadian yang menimpa pria 46 tahun itu. "NKRI harus belajar dari apa yang terjadi di Amerika Serikat hari ini," ujar Sayang.
Sayang termasuk salah satu yang ditangkap terkait aksi antirasisme pada tahun lalu. Dia ditangkap di Bandara Rendani Manokwari lantaran kedapatan membawa 1.500 bendera bintang kejora berukuran kecil pada 3 Septermber 2020.
Pegiat HAM, Veronica Koman, menilai aksi Black Lives Matter yang terjadi di sejumlah negara saat ini relevan dengan persoalan Papua di Indonesia. "Black lives matter sangat berkaitan. Ini merupakan kebangkitan di mana-mana," kata Veronica
Veronica mengatakan, aksi membela hak-hak warga kulit hitam kini bukan hanya terjadi di Amerika. Gerakan ini sudah meluas ke negara di benua-benua lain, seperti Eropa dan Australia.
Black Lives Matter merupakan protes atas meninggalnya pria kulit hitam Amerika Serikat, George Floyd yang lehernya ditindih lutut polisi Minneapolis Derek Chauvin.
Di Australia, kata Veronica yang juga bermukim di sana, aksi itu diadopsi menjadi Aborigin Lives Matter. Menurut dia, aksi pada Sabtu, 6 Juni 2020 di Sidney memecahkan rekor jumlah massa aksi terbanyak sepanjang sejarah.
Veronica Koman mengatakan, sudah semestinya masyarakat Indonesia turut menyuarakan permasalahan rasisme terhadap warga Papua. Ia menyebut, warga negara yang baik justru harus menyuarakan hal tersebut.