Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyatakan duit hasil korupsi pembelian lahan fiktif Bandara Bobong yang diduga dilakukan mantan Bupati Kepulauan Sula Ahmad Hidayat Mus mengalir ke sejumlah pejabat pemerintah daerah setempat. “Memperkaya diri sendiri atau orang lain atau korporasi yaitu memperkaya terdakwa Zainal Mus dan beberapa orang lainnya,” kata jaksa KPK Lie Putra Setiyawan dalam sidang pembacaan dakwaan untuk Hidayat Mus di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Kamis, 22 November 2018.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Duit diberikan kepada Kepala Dinas Perhubungan Sula Iwan Mansur Rp 265 juta, Kajari Kepulauan Sula Rp 35 juta,dan jaksa Rp 7,5 juta serta sejumlah pihak lainnya dari unsur pensiunan hingga ajudan bupati.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Uang kepada pihak lain diserahkan oleh Kepala Bagian Umum dan Perlengkapan Kabupaten Sula Ema Sabar atas perintah Hidayat pada akhir 2009. Jaksa menyebut Kapolres Sula kala itu mendapatkan Rp 75 juta dan Kepala Bagian Kesejahteraan Masyarakat Kabupaten Sula Rugaya Soleman mendapatkan Rp 210 juta.
Jaksa mendakwa Hidayat Mus dan Zainal Mus selaku Ketua DPRD Kabupaten Sula saat itu telah merugikan negara Rp 3,4 miliar dalam pengadaan lahan untuk pembangunan Bandara Bobong pada 2009. Menurut KPK, Hidayat dan Zainal menerima uang Rp 2,3 miliar. Sedangkan Rp 1,05 miliar diberikan kepada sejumlah pihak lain.
Dalam perkara ini, jaksa mendakwa Hidayat Mus, Zainal dan sejumlah pihak lain melakukan proses pengadaan lahan yang tidak sesuai dengan ketentuan. Jaksa menyatakan pencairan dan penyaluran uang pembebasan lahan juga tidak sesuai dengan peruntukannya. Menurut jaksa dana pembebasan lahan tak pernah sampai kepada pemilik lahan yang asli, melainkan mengalir ke kantong Hidayat, Zainal Mus dan sejumlah pihak lain. "Perbuatan terdakwa merupakan tindak pidana korupsi."
Jaksa menyatakan kasus ini berawal saat pengadaan tanah guna pembangunan Bandara Bobong di Desa Bobong, Kecamatan Taliabu Barat, Kabupaten Kepulauan Sula pada 2009. Pemerintah Kabupaten Kepulauan Sula menganggarkan Rp 5,5 miliar untuk membebaskan lahan.
Pada 26 Juli 2009, Ahmad Hidayat Mus mengadakan pertemuan di rumahnya di Desa Mangon untuk membahas pembebasan lahan. Tamunya adalah Zainal Mus, Ketua Panitia Pengadaan Tanah Lukman Umasangadji, staf sekretaris Panitia Pengadaan Tanah Djamin Kharie, Kepala Dinas Perhubungan La Musa Mansur, dan Plt Kepala Bagian Umum Sekretariat Daerah Ema Sabar.
Pertemuan menyepakati harga tanah untuk Bandara Bobong yang letaknya dekat pemukiman dihargai Rp 8.500 per meter persegi. Sedangkan yang agak jauh dari pemukiman dihargai Rp 4.260 per meter persegi.
Penentuan harga tanah tidak melibatkan Pina Mus dan Rahman Mangawai selaku pemilik lahan. Pembuatan surat Pernyataan Pelepasan Hak Tanah juga dilakukan tanpa sepengetahuan dan seizin kedua pemiliknya. "Tanpa sepengetahuan dan seizin Pina Mus serta Rahman Mangawai," kata jaksa.
Menurut jaksa setelah pengurusan pembebasan lahan selesai, pencairan dana untuk lahan itu dilakukan dalam dua tahap. Pada tahap pertama Agustus 2009, dicairkan dana sejumlah Rp 1,5 miliar. Sebanyak Rp 650 juta kemudian ditransfer ke rekening Zainal. Sementara sisanya Rp 850 juta diserahkan kepada Hidayat Mus dalam bentuk tunai.
Pencairan dana tahap kedua senilai Rp 1,94 miliar dilakukan pada September 2009. Bupati Kepulauan Sula Hidayat Mus memerintahkan Zainal mengirimkan uang itu ke sejumlah pihak, yaitu Rp 500 juta ke rekening Andi Arwati, Rp 100 juta lewat transfer ke rekening Azizah Hamid dan Rp 294 juta diambil Zainal secara tunai. Hidayat, kata jaksa KPK, juga memerintahkan sisa uang sebesar Rp 1,05 miliar disebar ke sejumlah pihak.