Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
TEMPO.CO, Jakarta - Pelaksana Tugas (Plt) Direktur Jenderal (Dirjen) Imigrasi Safar Muhammad Godam mengatakan setelah dipulangkan ke Filipina, terpidana mati kasus narkoba Mary Jane Veloso itu dikenakan penangkalan atau larangan kembali masuk ke Indonesia.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
“Kita akan melakukan pendeportasian dan penangkalan di Indonesia,” katanya saat ditemui usai acara Press Briefing Akhir Tahun Ditjen Imigrasi pada Selasa 17 Desember 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Segala kebutuhan dokumen untuk pemulangan Mary Jane ke Filipina juga telah disiapkan. Proses deportasi dilakukan pada Rabu dini hari, 18 Desember 2024. “Kita tinggal cek apakah dokumennya sudah siap, tiketnya sudah siap, kemudian kita berangkatkan dan kita tangkal setelah itu," tuturnya.
Mary Jane Veloso akan diberangkan ke negaranya pada Rabu dini hari, 18 Desember 2024. Penerbangan dilaksanakan di Terminal 2F Bandara Internasional Soekarno Hatta, Tangerang, Banten. Ia dipulangkan ke Filipina menggunakan pesawat Cebu Pasific Airlines 5J760 pukul 00.05 WIB.
Sebelumnya, Mary Jane diberangkatkan dari LPP Pondok Bambu ke Bandara Soekarno-Hatta, pukul 19.17 WIB. Dia mengenakan kaos warna hitam dan berangkat dikawal petugas menggunakan mobil van hitam.
Pemerintah Indonesia dan Filipina sebelumnya sepakat memulangkan Mary, terpidana mati kasus narkotika, ke Filipina sebelum Natal. Kesepakatan ini ditandatangani oleh Menko Yusril Ihza Mahendra serta Wakil Menteri Kehakiman Filipina, Raul T. Vasquez di Jakarta pada Jumat, 6 Desember 2024.
Mary merupakan pekerja rumah tangga yang ditangkap petugas Bea dan Cukai Bandar Udara Adisutjipto, Yogyakarta, pada 25 April 2010. Dia kedapatan membawa 2,6 kilogram heroin dalam kopernya. Akibatnya, perempuan asal Filipina itu harus menghadapi proses hukum di Indonesia.
Mary Jane sempat mengajukan berbagai upaya hukum untuk membatalkan hukuman mati, mulai dari grasi ke Presiden Joko Widodo pada 2015 hingga melakukan Peninjauan Kembali atau PK hingga dua kali. Namun semua upaya hukum itu ditolak, ia tetap divonis hukuman mati.