Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
TEMPO.CO, Jakarta - Harta kekayaan mantan Kadiv Propam Polri Irjen Ferdy Sambo belum tercatat secara resmi dalam situs resmi Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) atau e-LHKPN.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Diketahui bahwa Ferdy Sambo baru melengkapi dokumen tersebut sebelum menjadi tersangka pembunuhan Nofriansyah Yoshua Hutabarat alias Brigdarir J. Padahal, pelaporan LHKPN wajib demi mempertanggungjawabkan kepemilikikan harta kekayaannya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Dkutip dari buku Pengantar Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara, LHKPN ialah daftar dari seluruh kekayaan penyelenggara negara yang dituangkan di dalam formulir pencatatan. Hal ini ditetapkan secara langsung oleh Komisi Pemberatasan Korupsi (KPK).
Perlu diketahui bahwa LHKPN bukan sekadar meliputi kekayaan penyelenggara negara (PN), melainkan dapat juga keluarga inti, seperti pasangan dan anak yang masih menjadi tanggungan. Dengan begitu, mereka berfungsi untuk mengawasi sekaligus menjaga akuntabilitas kepemilikan harta pejabat negara.
Terdapat dua aturan yang menjadi acuan referensi untuk mengetahui daftar orang yang perlu melapor kepada LHKPN. Yang pertama ialah Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggara Negara yang Bersih. Namun UU ini hanya mewajibkan penyelenggara negara saja yang wajib melapor. Lebih jelasnya, penyelenggara yang dimaksud ialah sebagai berikut:
- Pejabat Negara pada Lembaga Tertinggi Negara,
- Pejabat Negara pada Lembaga Tinggi Negara,
- Menteri,
- Gubernur,
- Hakim,
- Pejabat negara yang lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundangan yang berlaku,
- Pejabat lain yang memiliki fungsi strategis dalam kaitannya dengan perundang-undangan yang berlaku yang meliputi:
- Direksi, komisaris, dan pejabat struktural lainnya pada Badan Usaha Milik Negara dan Badan Usaha Milik Daerah,
- Pimpinan Bank Indonesia,
- Pimpinan Perguruan Tinggi,
- Pejabat Eselon I dan pejabat lain yang disamakan di lingkungan sipil, militer, dan kepolisian Negara Republik Indonesia,
- Jaksa,
- Penyidik,
- Panitera Pengadilan,
- Pemimpin dan Bendaharawan Proyek.
Sementara peraturan lainnya tertuang dalam Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK. Dalam UU ini bukan penyelanggara negara saja yang diwajibkan, namun bisa jadi hampir seluruh instansi telah memperluas wajib lapor (WL). Berikut daftarnya:
- Pejabat Eselon II dan pejabat lain yang disamakan di lingkungan instansi pemerintah dan atau lembaga negara,
- Semua kepala kantor di lingkungan Departemen Keuangan,
- Pemeriksa Bea dan Cukai,
- Pemeriksa Pajak,
- Auditor,
- Pejabat yang mengeluarkan perijinan,
- Pejabat atau Kepala Unit Pelayanan Masyarakat,
- Pejabat pembuat regulas.
Mulanya dalam UU Nomor 28 Tahun 1999, pelaporan tersebut akan diperiksa oleh Komisi Pemeriksa Kekayaan Penyelenggara Negara (KPKPN). Namun KPKPN dinyatakan bubar dan menyerahkan segala tanggung jawabnya kepada KPK di bawah penanganan dan pengelolaan oleh Direktorat Pendaftaran dan Pemeriksaan LHKPN.
Sedangkan pada 31 Agustus 2021, Presiden Joko Widodo (Jokowi) menandatangani PP Nomor 94 Tahun 2021 tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil. Merujuk pada Pasal 4 huruf e peraturan tersebut, tertulis bahwa PNS wajib melaporkan harta kekayaan kepada pejabat yang berwenang.
Saat ini, pelaporan telah dilakukan melaui situs (web based) dengan alamat elhkpn.kpk.go.id. Secara otomatis, data yang diinput oleh PN/WL tersimpan dalam server yang ada di KPK.
FATHUR RACHMAN
Baca juga: 4 Fakta Kepatuhan LHKPN yang Diungkap KPK