Scroll ke bawah untuk membaca berita

Logo
Hukum

Tanam Ganja Obati Istri, Fidelis Dihukum 8 Bulan dan Denda 1 M

Fidelis Arie Sudewarto akhirnya divonis hukuman delapan bulan
dan denda sebesar Rp1 miliar karena menanam ganja untuk obat
bagi istrinya.

3 Agustus 2017 | 18.51 WIB

Diskusi LBH Masyarakat mengenai pemanfaatan ganja untuk kepentingan medis dan konferensi pers terkait kasus Fidelis Ari Sudarwoto, di Kantor LBH Masyarakat, Tebet, Jakarta Selatan, 2 April 2017. TEMPO/Yohanes Paskalis
Perbesar
Diskusi LBH Masyarakat mengenai pemanfaatan ganja untuk kepentingan medis dan konferensi pers terkait kasus Fidelis Ari Sudarwoto, di Kantor LBH Masyarakat, Tebet, Jakarta Selatan, 2 April 2017. TEMPO/Yohanes Paskalis

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo

TEMPO.CO, Pontianak - Fidelis Arie Sudewarto akhirnya divonis hukuman delapan bulan subsider satu bulan kurungan, dan denda sebesar Rp1 miliar. Fidelis ditangkap karena menanam ganja sebagai obat penawar rasa sakit bagi istrinya. 

“Saya kaget, tapi ya mau apa lagi,” kata Fidelis, seusai sidang di Pengadilan Negeri Sanggau, Kalimantan Barat, Rabu, 2 Agustus 2017.  Fidelis adalah PNS di Kabupaten Sanggau, Kalimantan Barat.

Baca juga: Mendagri Belum Putuskan Status PNS Fidelis

Sesaat setelah putusan, Fidelis bahkan tidak dapat berkata-kata. Putusan hakim memang lebih berat dari tuntutan jaksa yakni lima bulan kurungan. Ketika Fidelis ditahan, istrinya meninggal dunia.

Surajiyo, ayah Fidelis, tadinya berharap sang anak bebas. Jika sesuai tuntutan jaksa, setelah dipotong masa tahanan, Fidelis akan bebas tanggal 19 Agustus 2017. Harapan itu pun sirna.

Erma Suryani Ranik, anggota Komisi III DPR RI melihat langsung sidang putusan Fidelis. Menempuh empat jam perjalanan darat dari Pontianak, ibukota Kalimantan Barat, Erma datang pagi-pagi ke pengadilan. Ia mengaku kecewa, namun menghormati keputusan hakim. “Walaupun putusan ini (seperti) menikam rasa keadilan. Soalnya, ada beberapa fakta hukum yang terlewatkan,” ungkapnya.

Fakta hukum itu antara lain, bahwa itikad Fidelis untuk berkonsultasi dengan pihak Badan Narkotika Nasional Sanggau, tidak menjadi pertimbangan hakim. Padahal ada bukti tangkapan layar dari laman jejaring sosial saat Fidelis datang ke BNN Sanggau untuk berkonsultasi pada 14 Februari 2017. Awalnya, Fidelis berkonsultasi dengan anggota BNN Sanggau, setelah itu dia diarahkan kepada anggota yang lebih kompeten untuk diajak berdiskusi tentang ganja yang ditanamnya.

Anggota BNN kedua ini pun tidak berani mengambil keputusan, dan mengarahkan untuk menghadap ketua BNN Sanggau secara langsung. Namun selang lima hari kemudian Fidelis ditangkap oleh BNN Sanggau. “Fidelis tentunya tidak pernah mendapat petunjuk untuk berkonsultasi secara resmi, dengan membuat surat administrasi. Putusan itu seperti sebuah antiklimaks dari kasus Fidelis,” ujar Erma.

Baca juga: Kasus Fidelis Tanam Ganja, BNN Minta Publik Lihat UU Narkotika  

Marcelina Lin, pengacara Fidelis mengatakan sangat kecewa dengan putusan tersebut. Namun dia memberikan kesempatan agar Fidelis berpikir sebelum menentukan langkah hukum selanjutnya. “Kami hanya memberikan arahan mengenai hak-haknya, tidak berusaha memengaruhi yang bersangkutan,” katanya. Di dalam persidangan, pengacara tidak menghadirkan ahli medis lantaran belum ada riset resmi yang menjadikan ganja sebagai pengobatan. Setelah ini, Fidelis masih mempunyai waktu tujuh hari untuk banding.

Dalam memutuskan kasus Fidelis. Majelis Hakim ternyata berdebat sengit. Majelis Hakim terdiri dari Ketua Ahmad Irfir Rochman didampingi dua hakim masing-masing John Malvino Seda dan Maulana Abdillah. Dua hakim berpendapat kasus ini harus mempertimbangkan keadilan hukum, namun satu hakim berpendapat harus mengedepankan kebenaran hukum. “Kasus ini tidak boleh menjadi acuan bagi orang lain untuk melakukan hal yang sama,” tukas majelis hakim, dalam amar putusannya.

S Tomi Gumilang, advokat dari Lingkar Ganja Indonesia yang datang ke Sanggau khusus untuk menyaksikan sidang Fidelis mengatakan, putusan ini termasuk ringan. “Ini kasus kedua. Sebelumnya ada kasus di Yogyakarta pada tahun 2009. Saat itu korbannya diputus lima tahun penjara. Jadi ini putusan ultra petita,” kata Tomi.

Dia memaparkan, sebagai salah satu jenis tumbuhan penghasil serat merupakan potensi di sektor pangan, dan obat. Saat ini, melalui Yayasan Sativa Nusantara telah bekerja sama dengan Kementerian Kesehatan Indonesia untuk riset tanaman ganja sebagai pengobatan diabetes. Anggaran riset ini awalnya dengan donasi dari masyarakat. Digalang dengan cara menjual buku dan lain sebagainya. Jika disetujui pemerintah, biaya riset memerlukan anggaran sebesar Rp500 juta hingga Rp1 miliar. “Relatif lebih kecil,” katanya.

Tomi memandang kasus Fidelis merupakan pijakan untuk bisa mendapatkan legislasi terhadap ganja yang digunakan untuk pengobatan. “Lembaga kami akan memberitakan masalah ini untuk mengetuk pintu publik. Ganja harus  dilihat sebagai (potensi) pengobatan alternative. Bukan hanya penyalahgunaan,” katanya.
ASEANTY PAHLEVI

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Yudono Yanuar

Yudono Yanuar

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus