Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
PEMBUNUH bayaran makin banyak menampakkan aksi. Di Surabaya, W.
Gondo alias Go No Hok, 42 tahun, seorang pengusaha tahu kini
tengah diadili. Ia dituduh menyuruh beberapa orang agar membunuh
kakak iparnya, Bambang Gunawan, juga pengusaha tahu. Pekan ini,
11 Maret, Jaksa Koesmodari menurut rencana membacakan tuntutan.
Kesaksian Nadji', Mat Romli, Kating dan Rofii asal Bangkalan,
Madura, yang dikatakan semua disewa terdakwa, cukup memberatkan
tertuduh.
Nadji' di Pengadilan Negeri Surabaya menyatakan diundang
terdakwa ke ruma nya di bilangan Karang Asem, pada Maret 1982.
Ia dan ketiga kawannya mendapat order membunuh Bambang, dengan
janji akan dibayar Rp 20 juta. Keempat calon pembunuh itu
setuju, dan mulai mengamati calon korban. Bahkan mereka tahu
pada hari dan jam-jam berapa Bambang pergi ke tempat kursus
bahasa Ingris.
Dua hari kemudian Nadji' dan kawan-kawan menemui terdakwa lagi,
dan minta uang panjar Rp 2 juta. Gondo hanya mengabulkan
sepersepuluhnya, Rp 200 ribu. Diberi sebegitu, mereka nampaknya
jadi meragukan kemampuan keuangan terdakwa. Nadji' dan
kawan-kawan juga ragu membunuh apalagi setelah tahu Gondo
berniat membunuh Bambang karena soal persaingan dagang.
Karena itu mereka lalu berbalik haluan, melaporkan ikhwal
rencana pembunuhan itu kepada Bambang. Bambang, yang dulu
pernah dicoba disingkirkan lewat dukun, segera menghubungi
polisi. Gondo diperiksa, dan kemudian didakwa di pengadilan.
Di Penyadilan Neeri Jakarta Pusat, tiga terdakwa kasus pembunuh
bayaran kini juga tengah diadili. Dua pekan lalu bahkan jaksa
sudah membacakan tuntutan. Boy Parlindungan dituntut delapan
tahun penjara, Bapau tujuh tahun dan Iwan Susanto (si pemberi
order) juga dituntut tujuh tahun. Sayang Yoppi Simanjuntak alias
Yoppi Halim, yang melakukan penembakan terhadap Kobudi Yamin
hingga lumpuh dan cacat seumur hidup, kini masih buron.
Ceritanya bermula pada September 1981 saat Iwan Susanto (adik
ipar Kobudi) menemui Bapau, bekas anak buah Johny Indo. Ia minta
tolong dicarikan orang yang "bisa disewa". Ia berniat
menyingkirkan Kobudi, manajer CV Ekspres, perusahaan Ekspedisi
Muatan Kapal Udara (EMKU). Alasannya Iwan Susanto dipindahkan
dari bagian pengiriman oleh Kabudi. Bapau lalu mengontak Boy
Parlindungan yang kemudian memperkenalkannya dengan Yoppi
Halirn, residivis yang memiliki sepucuk pistol.
Boy tertarik ikut serta karena dijanjikan bayaran Rp 15 juta,
dan bila rencana berhasil, ia dan kedua temannya itu akan
dipekerjakan di CV Ekspres dengan gaji Rp 200 ribu sebulan.
Kebetulan, kata Boy di pengadilan, "waktu itu anak saya sakit
dan istri saya lagi hamil." Padahal ia tak punya kerja tetap. Ia
percaya kepada janji Iwan, karena Harnoko Handoyo (mertua Iwan -
juga mertua Kobudi) yang bersama Kobudi memiliki CV Ekspres,
pernah memberikan jaminan. "Saya ada di belakang kalian. Kalau
perlu apa-apa, minta saja sama Iwan," begitu kata Harnoko
seperti dikatakan Boy dan Bapau di muka sidang.
Namun Iwan sempat berang ketika Yoppi ragu melaksanakan rencana
itu. "Kalau takut, saya pinjam pistol itu. Biar saya yang
menembak," kata Iwan ketika itu. Yoppi yang sudah mendapat
sedikit uang muka, antara lain Rp 150 ribu yang dibagi tiga
bersama Boy dan Bapau, kemudian mematangkan rencana. Pelaksanaan
pembunuhan ditetapkan: Rabu 23 September 1981.
Yoppi membonceng sepeda motor yang dikemudikan Boy. Mereka
menguntit korban yang baru keluar rumah di Jalan Kartini V,
Jakarta Pusat. Begitu Kobudi masuk gang, dari belakang Yoppi
menembak. Tepat mengenai tulang belakang, hingga bagian tubuh
dari perut ke bawah Kobudi kini lumpuh. "Kalau buang air kecil
harus memakai slang dan buang air besar mesti dikorek karena tak
bisa keluar sendiri," kata Kobudi yang berkulit kuning dan
berwajah tampan kepada TEMPO. Berat tubuhnya yang semula 70
kilogram, kini susut menjadi 40 kilo.
Meski tak memakai pistol, pembunuhbayaran di Jawa Tengah
menghabisi nyawa Agus Sumanto, 27 tahun, karyawan perusahaan
asuransi Bumi Putera 1912 Boyolali. Mayat Agus ditemukan 4
September 1982 di tepi sawah Dukuh Madusari, Kecamatan Sawit,
Boyolali. Kepalanya luka memar oleh pukulan benda tumpul dengan
leher dijerat tali kopling sepeda motor. Dalang pembunuhan telah
terungkap, yaitu Suyadi, 50 tahun, kakak tertua Agus. Ia menyewa
Jiman dan Dullah (kini masih buron) untuk membunuh Agus. "Latar
belakangnya soal warisan," kata Mayor Pol. Haryono, Kasi Pendak
IX, Ja-Teng.
Meski sudah beberapa kali terjadi, pihak kepolisian belum
melihat kasus pembunuh bayaran sebagai hal yang meresahkan.
Terutama karena pembunuh bayaran di Indonesia bukan pembunuh
profesional yang hidup hanya dari dan untuk membunuh. "Mereka
membunuh hanya sebagai sambilan, yaitu bila ada order dan diberi
rangsangan uang," kata Kol. Pol. Bazar, Kasi Pendak ' Kodak
Metro Jaya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo