Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Terdakwa kasus pelecehan seksual terhadap anak panti asuhan, Lukas Lucky Ngangola alias Bruder Angelo bakal menjalani sidang vonis besok, Kamis 13 Januari 2022.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Humas Pengadilan Negeri Depok, Ahmad Fadil mengatakan, sidang putusan atau vonis tersebut bakal digelar secara terbuka untuk umum.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Iya, besok dijadwalkan pembacaan putusan, jam 10.00 pagi (secara) terbuka,” kata Fadil dikonfirmasi Tempo, Rabu 12 Januari 2022.
Kuasa Hukum korban, Judianto Simanjuntak berharap, Majelis Hakim Pengadilan Negeri Depok yang menyidangkan perkara ini dapat memberikan rasa keadilan bagi para korban dan memberikan hukuman pemberat untuk terdakwa.
“Diharapkan Majelis Hakim yang menyidangkan perkara ini memberikan putusan yang adil untuk memenuhi rasa keadilan korban, dan menjatuhkan hukuman penjara maksimal (seberat-beratnya) serta menambahkan hukuman pemberat terhadap terdakwa,,” kata Judianto saat menggelar konferensi persi secara virtual, Senin 10 Januari 2022.
Judianto mengatakan, ada beberapa alasan yang mendasari diberikannya hukuman pemberat kepada terdakwa itu, di antaranya karena terdakwa merupakan pengasuh sekaligus pemilik dari panti asuhan atau berlatar belakang relasi kuasa, sehingga dengan mudah pelaku melancarkan aksinya.
Hal ini, dapat dihukum berat sebagaimana disebut dalam Pasal 82 ayat (2) UU No. 35 Tahun 2014, yang menyebutkan ‘Dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh Orang Tua, Wali, pengasuh Anak, pendidik, atau tenaga kependidikan, maka pidananya ditambah 1/3 (sepertiga) dari ancaman pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1)’
“Alasan kedua, dalam perkara ini ada tiga orang anak yang merupakan korban kekerasan seksual dari terdakwa, menerangkan dalam persidangan bahwa korban mengalami kekerasan seksual (pencabulan) dari terdakwa,” kata Judianto.
Judianto melanjutkan, alasan ketiga adalah kekerasan seksual yang dilakukan terdakwa terhadap korban mengakibatkan korban mengalami trauma, ketakutan, dan cemas, karena berdasarkan fakta yang didapatinya, kekerasan seksual yang dilakukan terdakwa terhadap korban merupakan perbuatan berlanjut.
“Terdakwa melakukan sodomi terhadap satu orang korban. Kemudian kekerasan seksual yang diduga dilakukan terdakwa terhadap korban pada bulan Juli 2019, dengan Tempat Kejadian Perkara (TKP) lebih dari satu,” kata Judianto.
Terdakwa, kata Judianto, melakukan aksinya dari Panti Asuhan Kencana Bejana Rohani di Perumahan Mutiara Depok, tukang cukur rambut, mobil angkot hingga di tempat makan pecel lele.
“Alasan pemberatan lain, di persidangan, terdakwa tidak mengakui tindak pidana yang didakwakan Jaksa Penuntut Umum,” kata Judianto.
Untuk itu, Judianto berharap agar Majelis Hakim Pengadilan Negeri Depok dapat menyadari bahwa pelaksanaan sidang perkara ini sampai pada vonis hakim pada dasarnya untuk memberikan perlindungan dan memberikan keadilan kepada korban
Sebagai informasi, peristiwa kekerasan seksual oleh Bruder Angelo ini mulai tercium sejak September 2019. Sedikitnya tiga anak di Panti Asuhan Kencana Bejana Rohani menjadi korbannya hingga berujung pelaporan ke Polres Metro Depok.
Tapi Angelo berhasil bebas dari hukuman dengan alasan, pihak kepolisian menemui kendala saat melakukan penyidikan, yaitu saksi dan korban tidak bersedia memberikan keterangan. Sehingga Angelo bebas pada 9 Desember 2019 atau setelah 2 bulan 24 hari mendekam di sel tahanan Polres Metro Depok.
Pada September 2020, publik kembali mendesak Polrestro Depok untuk membuka lagi kasus dugaan pelecehan seksual itu. Sehingga secara resmi pada 7 September 2020, Judianto dan rekan-rekan mendampingi korban untuk membuat laporan baru atas kasus ini ke Polres Metro Depok dengan laporan nomor LP/2096/K/IX/2020/PMJ/Restro Depok.
Jaksa Penuntut Umum telah menuntut agar terdakwa dihukum 14 tahun penjara dan denda Rp. 100juta atau subsider 3 bulan kurungan. Karena terbukti secara sah dan meyakinkan melanggar pasal 82 ayat (2) Undang-Undang No. 35 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak Jo pasal 64 KUHP.
ADE RIDWAN YANDWIPUTRA