Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
TEMPO.CO, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengapresiasi vonis yang dijatuhkan Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta kepada terdakwa kasus korupsi heli AW-101 (Agusta Westland-101), John Irfan Kenway atau Irfan Kurnia Saleh. Menurut KPK, putusan tersebut merupakan langkah progresif dalam penerapan Pasal 2 dan 3 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
“Ini merupakan langkah dalam upaya pemberantasan korupsi utamanya dalam penerapan Pasal 2 atau 3 UU Tipikor yaitu terkait dengan Korupsi dengan tipologi adanya unsur kerugian negara,” kata Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri, Kamis, 23 Februari 2023.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Sebelumnya, Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Jakarta memvonis Irfan Kurnia Saleh dengan hukuman 10 tahun penjara karena terbukti melakukan korupsi dalam proyek pengadaan helikopter di TNI Angkatan Udara tahun anggaran 2016.
"Menyatakan terdakwa John Irfan Kenway alias Irfan Kurnia Saleh telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama,” ujar Ketua Majelis Hakim Djuyamto dalam sidang Rabu kemarin, 22 Februari 2023.
“Menjatuhkan pidana penjara kepada terdakwa John Irfan Kenway alias Irfan Kurnia Saleh selama 10 tahun” ujar Djuyamto.
Majelis hakim turut menjatuhkan hukuman berupa denda sebesar Rp 1 miliar subsider 6 bulan penjara dan uang pengganti sebesar Rp 17,22 miliar subsider 2 tahun penjara. Vonis ini lebih ringan dari tuntutan jaksa yakni 15 tahun penjara dengan kerugian negara mencapai Rp 177,7 miliar.
Hakim singgung soal sejumlah orang dalam putusannya
Menurut majelis hakim, Direktur PT Diratama Jaya Mandiri itu terbukti bersalah telah memperkaya diri sendiri, orang lain, maupun korporasi sehingga menimbulkan kerugian negara. Tindak ini dilakukan Irfan Kurnia bersama-sama dengan mantan Kepala Staf Angkatan Udara (KSAU) sekaligus Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) Agus Supriatna.
Selain itu, majelis hakim juga menyebut pihak lainnya yang disebut terlibat dalam kasus ini, yaitu: Head of Region Southeast Asia Leonardo Helicopter Division AgustaWestland Products Lorenzo Pariani; Direktur Lejardo, Pte. Ltd. Bennyanto Sutjiadji.
Ada juga nama Kepala Dinas Pengadaan Angkatan Udara (KADISADA AU) dan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) periode 2015-20 Juni 2016 Heribertus Hendi Haryoko; KADISADA AU dan PPK periode 20 Juni 2016-2 Februari 2017 Fachri Adamy; Asisten Perencanaan dan Anggaran (ASRENA) KSAU TNI AU periode 2015-Februari 2017 Supriyanto Basuki; dan Kepala Pemegang Kas (PEKAS) Mabes TNI AU periode 2015-Februari 2017 Wisnu Wicaksono.
Selanjutnya, kasus Heli AW-101 sempat terhambat
Vonis itu sekaligus menjadi akhir dari perjalanan panjang penanganan kasus pengadaan helikopter ini. KPK sudah mengusut kasus ini sejak 2017. Awalnya penyelidikan kasus ini dilakukan bersama dengan Pusat Polisi Militer TNI. Puspom TNI akan menangani terduga pelaku dari unsur TNI, sementara KPK menangani pelaku swasta. Akan tetapi, belakangan TNI menghentikan proses penyidikan beberapa tersangka dari kalangan militer dengan alasan tidak cukup bukti. Irfan menjadi tersangka tunggal dalam perkara tersebut.
Penghentian penyidikan yang dilakukan TNI membuat penanganan kasus korupsi heli AW 101 di KPK terancam terhambat. Pasalnya lembaga antirasuah hanya berwenang menangani kasus korupsi yang melibatkan unsur penyelenggara negara. Sementara, tersangka yang baru ditetapkan adalah Irfan yang berstatus swasta.
Meski demikian, Ali Fikri mengatakan putusan Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Jakarta telah menegaskan bahwa terdapat perbuatan melawan hukum yang mengakibatkan kerugian negara dalam proyek tersebut. Dia menilai hakim juga mengambil langkah progresif karena menerima dan mempertimbangkan perhitungan kerugian negara yang dihitung oleh unit Accounting Forensic Direktorat Deteksi dan Analisis Korupsi KPK.
“KPK apresiasi dan hargai putusan majelis hakim dalam perkara terdakwa John Irfan K yang menyatakan perbuatan terdakwa dimaksud terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi,” kata dia.
Ali mengatakan saat ini tim jaksa KPK masih menyatakan pikir-pikir untuk menentukan menerima putusan tersebut atau mengajukan banding.
“Kami berharap Pengadilan segera mengirimkan salinan putusan lengkap perkara tersebut,” kata dia. Setali tiga uang, pengacara Irfan, Robinson mengatakan masih pikir-pikir untuk mengajukan banding. “Kami perlu berkomunikasi terlebih dahulu dengan Pak Irfan untuk menentukan langkah hukum selanjutnya,” kata dia.
Eks Kasau menolak hadir dalam persidangan
KPK sebelumnya sempat lima kali memanggil mantan Kepala Staf Angkatan Udara (Kasau) Marsekal (Purn) Agus Supriatna sebagai saksi dalam persidangan kasus ini. Agus sempat dijadwalkan menjadi saksi pada pada sidang 21 dan 28 November, 5, 12, dan 19 November 2022, namun tak kunjung hadir.
Agus Supriatna juga beberapa kali menolak hadir saat diminta menjadi saksi dalam penyidikan kasus korupsi Heli AW-101. Pengacara Agus, Pahrozi, sempat menyatakan KPK tak bisa memanggil kliennya secara langsung terkait statusnya sebagai prajurit TNI pada saat kasus itu terjadi. Menurut Pahrozi, pemanggilan Agus harus mengikuti prosedur militer.
“Klien kami tidak dapat memenuhi panggilan KPK karena panggilan tersebut bertentangan dengan hukum dan perundang-undangan yang berlaku,” kata Pahrozi lewat keterangan tertulis, Senin, 12 September 2022.