Scroll ke bawah untuk membaca berita

Logo

Mencari Stabilitas di Tengah Guncangan Finansial Global

Beberapa peristiwa penting ekonomi telah terjadi di beberapa
negara.

28 September 2015 | 12.24 WIB

Mencari Stabilitas di Tengah Guncangan Finansial Global
Perbesar
Mencari Stabilitas di Tengah Guncangan Finansial Global

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo

INFO BISNIS - Beberapa peristiwa penting ekonomi telah terjadi di beberapa negara. Bukan hanya Indonesia, negara-negara mapan, seperti Amerika Serikat (AS) dan Inggris, pun tak luput dari guncangan finansial. Dalam dua dekade terakhir, misalnya, terjadi dua kali guncangan ekonomi, yaitu 1997-1998 dan 2008. Banyak negara tidak mampu melewati hal ini, tapi Indonesia kembali pulih dalam waktu yang cukup singkat. Perekonomian negara tumbuh positif di saat negara lain mengalami penurunan. Meski telah teruji, Indonesia dinilai perlu berhati-hati dalam menghadapi setiap kondisi yang berpotensi negatif terhadap perekonomian nasional.


Dinamika keuangan di Indonesia dan dunia ini dibahas dalam seminar berjudul "Managing Financial Turbulence", yang digelar di Hotel Ritz-Carlton, Pacific Place, Jakarta, Selasa (22/9). Seminar ini digelar bertepatan dengan peringatan hari ulang tahun ke-10 Lembaga Penjamin Simpanan (LPS). Diharapkan, seminar ini menyumbang pemikiran baru tentang stabilitas dan regulasi sistem keuangan di tengah turbulensi sistem keuangan dan perbankan yang terjadi secara global saat ini.


Dalam seminar ini dihadirkan para pembicara yang merupakan pemimpin dan pengambil kebijakan sejumlah negara di saat guncangan finansial yang menghantam dunia pada 2008. Mereka adalah Wakil Presiden RI 2009-2014 Boediono, Menteri Keuangan Inggris 2007-2010 Alistair Darling, Ketua Lembaga Penjamin Simpanan (Federal Deposit Insurance Corporation/FDIC) AS 2006-2011 Sheila Bair, dan moderator Fauzi Ichsan, yang saat ini menjabat pelaksana tugas Kepala Eksekutif LPS. Mereka menggelar diskusi mengenai turbulensi keuangan di Indonesia serta aspek-aspek kritis dalam penanganan gejolak dan ancaman turbulensi keuangan. Aspek-aspek tersebut melingkupi deteksi dan intervensi dini, kepemimpinan, akuntabilitas, serta pengelolaan situasi politik.


Seminar ini dibuka Ketua Dewan Komisioner LPS C. Heru Budiargo. Dalam sambutannya, Heru mengatakan turbulensi keuangan perlu ditangani secara memadai. Hal itu disadari betul oleh lembaga yang didirikan berdasarkan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2004 tentang Lembaga Penjamin Simpanan ini. Karena itu, LPS pun selalu berupaya meningkatkan kontribusinya dalam menjaga stabilitas keuangan.


Upaya tersebut di antaranya meningkatkan kemampuan pengawasan, efektivitas penjaminan simpanan, dan memperluas pilihan resolusi yang tersedia saat ini. "Kami juga telah berkoordinasi secara intens melalui Forum Koordinasi Stabilitas Sistem Keuangan (FKSSK) dan akan terus memperkuat kerja sama menuju terciptanya kebijakan yang sinergis dalam rangka penanganan turbulensi keuangan secara lebih baik," katanya.


Menteri Keuangan Bambang P.S. Brodjonegoro, yang menjadi keynote speaker dalam seminar ini, mengatakan Indonesia memiliki sejarah krisis yang cukup panjang. Sederetan krisis yang pernah dihadapi antara lain pada 1945-1949 akibat perang merebut kemerdekaan, pada 1960-an ketika inflasi begitu tinggi sementara pertumbuhan ekonomi minus, dan pada 1980-an karena harga minyak yang jatuh. Tapi, pada awal 1990-an, Indonesia, yang sebelumnya tercatat sebagai negara berpendapatan rendah (low income), menjadi negara berpendapatan menengah (middle income).


Sayangnya, krisis kembali terjadi pada 1997, yang berawal dari Asia. Dari krisis ekonomi, situasi pun berubah menjadi krisis politik pada akhir rezim 1998. “Periode krisis 1997-1998 memberikan banyak pelajaran mengenai pentingnya persiapan dan penanganan gejolak ekonomi dalam skala besar, terutama terkait dengan bagaimana fungsi koordinasi, perangkat hukum, dan pentingnya keberadaan LPS,” katanya.


Pada 2008, guncangan ekonomi global terjadi. Industri keuangan AS terpuruk. Dampaknya, pertumbuhan ekonomi Indonesia rendah sekali. Tapi Indonesia merupakan satu di antara sedikit negara yang bangkit dengan cepat. “Pertumbuhan ekonomi saat itu mencapai 4-6 persen, sedangkan negara-negara lain di ASEAN mengalami pertumbuhan negatif,” ujar Bambang.


Saat ini perekonomian dunia kembali mengalami perlambatan. Kondisi ini perlu dihadapi dengan hati-hati agar tidak berdampak besar bagi Indonesia.


Ketika guncangan keuangan berlangsung, Lembaga Penjamin Simpanan punya peran penting untuk menjaga kepercayaan masyarakat terhadap perbankan. Alistair Darling, yang menjadi pengambil kebijakan di Inggris pada masa krisis 2008, mengatakan hal itu bisa diwujudkan dengan lender of the last resort dan skema penjaminan simpanan. “Karena hal itu menunjukkan bahwa pemerintah mampu mengontrol secara penuh. Selain itu, kolaborasi kebijakan fiskal dan moneter harus berjalan beriringan untuk menjaga stabilitas ekonomi,” katanya.


Tapi kesuksesan lembaga ini juga bergantung pada kewenangan yang diberikan. “Kunci sukses sebuah lembaga penjamin simpanan terletak pada kewenangan dalam pemeriksaan bank secara langsung serta lebih bersikap konservatif dalam kebijakan terkait permodalan,” kata Sheila Bair, yang pada masa krisis itu menjadi Ketua Lembaga Penjamin Simpanan AS.


Mantan wakil presiden Boediono mengungkapkan, ada pelajaran penting yang diambil ketika Indonesia mengalami krisis pada 1997-1998 dan 2008. Ketika krisis, hal terpenting adalah keputusan harus diambil secara cepat. “Situasi yang cepat berubah dalam krisis membutuhkan kecepatan pengambilan keputusan. Ada banyak ketidakpastian selama proses pengambilan keputusan sehingga hal pertama dan penting yang harus dilakukan adalah meminimalkan ketidakpastian itu,” katanya.


Ia mencontohkan, ketika pemerintah mengumumkan penutupan sejumlah bank kecil di masa itu, muncul kepanikan publik. Meski total aset bank-bank itu tak sampai 4 persen dari total aset perbankan nasional, penutupan bank-bank tersebut bisa menimbulkan dampak sistemik. Saat itu belum ada LPS. Tapi, pada Januari 2008, pemerintah mengumumkan adanya garansi penuh (blanket guarantee). “Tanpa garansi, pengalaman 1997-1998 menunjukkan adanya potensi huru-hara pada perbankan,” katanya.


Beberapa peristiwa penting ekonomi telah terjadi di beberapa negara. Bukan hanya Indonesia, negara-negara mapan, seperti Amerika Serikat (AS) dan Inggris, pun tak luput dari guncangan finansial. Dalam dua dekade terakhir, misalnya, terjadi dua kali guncangan ekonomi, yaitu 1997-1998 dan 2008. Banyak negara tidak mampu melewati hal ini, tapi Indonesia kembali pulih dalam waktu yang cukup singkat. Perekonomian negara tumbuh positif di saat negara lain mengalami penurunan. Meski telah teruji, Indonesia dinilai perlu berhati-hati dalam menghadapi setiap kondisi yang berpotensi negatif terhadap perekonomian nasional.


Dinamika keuangan di Indonesia dan dunia ini dibahas dalam seminar berjudul “Managing Financial Turbulence”, yang digelar di Hotel Ritz-Carlton, Pacific Place, Jakarta, Selasa (22/9). Seminar ini digelar bertepatan dengan peringatan hari ulang tahun ke-10 Lembaga Penjamin Simpanan (LPS). Diharapkan, seminar ini menyumbang pemikiran baru tentang stabilitas dan regulasi sistem keuangan di tengah turbulensi sistem keuangan dan perbankan yang terjadi secara global saat ini.


Dalam seminar ini dihadirkan para pembicara yang merupakan pemimpin dan pengambil kebijakan sejumlah negara di saat guncangan finansial yang menghantam dunia pada 2008. Mereka adalah Wakil Presiden RI 2009-2014 Boediono, Menteri Keuangan Inggris 2007-2010 Alistair Darling, Ketua Lembaga Penjamin Simpanan (Federal Deposit Insurance Corporation/FDIC) AS 2006-2011 Sheila Bair, dan moderator Fauzi Ichsan, yang saat ini menjabat pelaksana tugas Kepala Eksekutif LPS. Mereka menggelar diskusi mengenai turbulensi keuangan di Indonesia serta aspek-aspek kritis dalam penanganan gejolak dan ancaman turbulensi keuangan. Aspek-aspek tersebut melingkupi deteksi dan intervensi dini, kepemimpinan, akuntabilitas, serta pengelolaan situasi politik.


Seminar ini dibuka Ketua Dewan Komisioner LPS C. Heru Budiargo. Dalam sambutannya, Heru mengatakan turbulensi keuangan perlu ditangani secara memadai. Hal itu disadari betul oleh lembaga yang didirikan berdasarkan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2004 tentang Lembaga Penjamin Simpanan ini. Karena itu, LPS pun selalu berupaya meningkatkan kontribusinya dalam menjaga stabilitas keuangan.


Upaya tersebut di antaranya meningkatkan kemampuan pengawasan, efektivitas penjaminan simpanan, dan memperluas pilihan resolusi yang tersedia saat ini. “Kami juga telah berkoordinasi secara intens melalui Forum Koordinasi Stabilitas Sistem Keuangan (FKSSK) dan akan terus memperkuat kerja sama menuju terciptanya kebijakan yang sinergis dalam rangka penanganan turbulensi keuangan secara lebih baik,” katanya.


Menteri Keuangan Bambang P.S. Brodjonegoro, yang menjadi keynote speaker dalam seminar ini, mengatakan Indonesia memiliki sejarah krisis yang cukup panjang. Sederetan krisis yang pernah dihadapi antara lain pada 1945-1949 akibat perang merebut kemerdekaan, pada 1960-an ketika inflasi begitu tinggi sementara pertumbuhan ekonomi minus, dan pada 1980-an karena harga minyak yang jatuh. Tapi, pada awal 1990-an, Indonesia, yang sebelumnya tercatat sebagai negara berpendapatan rendah (low income), menjadi negara berpendapatan menengah (middle income).


Sayangnya, krisis kembali terjadi pada 1997, yang berawal dari Asia. Dari krisis ekonomi, situasi pun berubah menjadi krisis politik pada akhir rezim 1998. "Periode krisis 1997-1998 memberikan banyak pelajaran mengenai pentingnya persiapan dan penanganan gejolak ekonomi dalam skala besar, terutama terkait dengan bagaimana fungsi koordinasi, perangkat hukum, dan pentingnya keberadaan LPS," katanya.


Pada 2008, guncangan ekonomi global terjadi. Industri keuangan AS terpuruk. Dampaknya, pertumbuhan ekonomi Indonesia rendah sekali. Tapi Indonesia merupakan satu di antara sedikit negara yang bangkit dengan cepat. “Pertumbuhan ekonomi saat itu mencapai 4-6 persen, sedangkan negara-negara lain di ASEAN mengalami pertumbuhan negatif,” ujar Bambang.


Saat ini perekonomian dunia kembali mengalami perlambatan. Kondisi ini perlu dihadapi dengan hati-hati agar tidak berdampak besar bagi Indonesia.


Ketika guncangan keuangan berlangsung, Lembaga Penjamin Simpanan punya peran penting untuk menjaga kepercayaan masyarakat terhadap perbankan. Alistair Darling, yang menjadi pengambil kebijakan di Inggris pada masa krisis 2008, mengatakan hal itu bisa diwujudkan dengan lender of the last resort dan skema penjaminan simpanan. “Karena hal itu menunjukkan bahwa pemerintah mampu mengontrol secara penuh. Selain itu, kolaborasi kebijakan fiskal dan moneter harus berjalan beriringan untuk menjaga stabilitas ekonomi,” katanya.


Tapi kesuksesan lembaga ini juga bergantung pada kewenangan yang diberikan. "Kunci sukses sebuah lembaga penjamin simpanan terletak pada kewenangan dalam pemeriksaan bank secara langsung serta lebih bersikap konservatif dalam kebijakan terkait permodalan,"kata Sheila Bair, yang pada masa krisis itu menjadi Ketua Lembaga Penjamin Simpanan AS.


Mantan wakil presiden Boediono mengungkapkan, ada pelajaran penting yang diambil ketika Indonesia mengalami krisis pada 1997-1998 dan 2008. Ketika krisis, hal terpenting adalah keputusan harus diambil secara cepat. "Situasi yang cepat berubah dalam krisis membutuhkan kecepatan pengambilan keputusan. Ada banyak ketidakpastian selama proses pengambilan keputusan sehingga hal pertama dan penting yang harus dilakukan adalah meminimalkan ketidakpastian itu," katanya.


Ia mencontohkan, ketika pemerintah mengumumkan penutupan sejumlah bank kecil di masa itu, muncul kepanikan publik. Meski total aset bank-bank itu tak sampai 4 persen dari total aset perbankan nasional, penutupan bank-bank tersebut bisa menimbulkan dampak sistemik. Saat itu belum ada LPS. Tapi, pada Januari 2008, pemerintah mengumumkan adanya garansi penuh (blanket guarantee). "Tanpa garansi, pengalaman 1997-1998 menunjukkan adanya potensi huru-hara pada perbankan," katanya.


Pada 2005, LPS didirikan untuk mencegah adanya kekacauan di industri perbankan, satu komponen yang sangat penting dalam perekonomian nasional, Lembaga yang bertanggung jawab langsung kepada presiden ini memberikan jaminan kepada nasabah dengan nilai simpanan maksimal Rp 2 miliar di setiap bank yang beroperasi di Indonesia. Jaminan ini akan membuat kepercayaan masyarakat terhadap industri ini terjaga dalam kondisi apa pun. LPS juga aktif memelihara stabilitas sistem perbankan dengan sejumlah kewenangannya. 

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus