Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Internasional

<font size=1 color=#FF9900>CINA-AMERIKA SERIKAT</font><br />Perang di Dunia Maya

Cina memiliki ”Pasukan Biru” untuk melakukan perang cyber. Amerika menyiapkan senjata baru.

13 Juni 2011 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

"Pasukan Biru” ini bukan milik Perserikatan Bangsa-Bangsa. Satuan itu merupakan unit khusus Tentara Pembebasan Rakyat Cina. Senjata mereka bukan senapan, melainkan tetikus dan keyboard. Mereka harus selalu bersiaga di depan komputer sesuai dengan fungsi sebagai Satuan Tugas Keamanan Internet.

”Kemampuan pertahanan keamanan jaringan Cina relatif lemah. Jadi kami melatih pasukan perlindungan dan meningkatkan keamanan jaringan Cina,” kata juru bicara Kementerian Pertahanan Cina, Geng Yansheng, dalam sebuah konferensi pers akhir Mei lalu, seperti ditulis di Global Times.

Unit ini terdiri atas sekitar 30 ahli komputer yang direkrut dari berbagai elemen masyarakat, seperti tentara, pegawai negeri, dan mahasiswa. Unit yang berada di bawah koordinasi Komando Militer Guangdong ini telah ada sekitar dua tahun. Sedangkan persiapannya dilakukan lebih dari sepuluh tahun. Mereka tanpa kenal lelah terus berlatih menghadapi serangan via Internet.

Pengakuan pemerintah Cina ini diberikan sebagai tanggapan atas tudingan adanya serangan terus-menerus dari para hacker Cina terhadap jaringan perusahaan dan pemerintah Amerika Serikat. Dugaan bahwa peretasan tersebut merupakan tindakan spionase mengemuka. Peretas berusaha mendapatkan informasi mengenai sistem senjata dan kemampuan militer Amerika. Tahun ini saja beberapa kontraktor pertahanan menjadi korban, seperti RSA Security Division, L-3, dan Lockheed Martin.

Terakhir, giliran Google yang menjadi korban. Peretas mencoba menipu ratusan pengguna Gmail agar membuka password mereka. Korban tersebut di antaranya para pejabat senior Amerika, aktivis politik Cina, pejabat di negara-negara Asia, terutama Korea Selatan, personel militer, dan wartawan.

Google secara terbuka menuduh Cina berada di balik serangan itu. Serangan, menurut Eric Grosse, salah satu direktur Google Security Team, di blog perusahaan, ”Tampaknya berasal dari Jinan.”

Kota di Cina itu menyimpan instalasi militer dan sekolah kejuruan dukungan militer yang mengajarkan sains komputer. Para penyelidik menyatakan sekolah ini sama dengan sekolah yang terkait dengan serangan terhadap Gmail, yang dimulai pada 2009.

Tuduhan Google senada dengan tudingan perusahaan Amerika lain, McAfee, pada Februari lalu. Mereka menyatakan peretas dari Cina menyusup ke jaringan komputer perusahaan-perusahaan minyak, mencuri dokumen finansial untuk rencana tender dan informasi rahasia lainnya.

Tahun lalu perusahaan Amerika pembuat antivirus, Symantec, melaporkan adanya kegiatan spionase dunia maya. Mereka menyebutkan lebih dari seperempat upaya pencurian data perusahaan yang sensitif berasal dari Cina. Dokumen WikiLeaks menyebutkan, Amerika yakin pemerintah Cina telah mengarahkan kampanye hacking terhadap Google dan pemerintah Amerika.

Cina selama ini menyangkal tudingan Amerika. Beijing juga menyangkal tudingan bahwa ”Tentara Biru” adalah laskar peretas. Menurut peneliti senior Asosiasi Pengendalian dan Perlucutan Senjata Cina, yang didukung pemerintah, Xu Guangyu, tujuan utama tim khusus tersebut adalah pertahanan diri. ”Kami tidak akan menyerang siapa pun,” katanya.

Tapi tak banyak yang percaya kata-kata itu. Awal Maret lalu, pejabat intelijen Amerika menyatakan kepada Senat bahwa perkembangan kemampuan tempur intelijen Cina di dunia maya sudah membuat Amerika khawatir. ”Mereka memiliki organisasi yang sangat besar yang khusus menangani masalah ini dan mereka sangat agresif,” kata Direktur Intelijen Nasional James Clapper.

Untuk menghadapi Cina, Amerika pun berbenah. Bulan lalu, Gedung Putih mengirim proposal keamanan cyber, yang menugasi beberapa perusahaan mengontrol infrastruktur kritis. Pentagon memasukkan pula usulan strategi perang cyber baru, yang membolehkan penggunaan kekuatan militer, termasuk senjata konvensional, untuk merespons serangan online ”tertentu” terhadap lembaga Amerika. Naskah awal peraturan ini ditargetkan selesai bulan ini.

Purwani Diyah Prabandari (AFP, The Australian, LA Times, Global Times)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus