Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Internasional

<font size=1 color=#FF9900>LIBYA</font><br />Tinggal Menghitung Waktu

Kekuatan pendukung Qadhafi terus menyusut. Pembelotan pejabat sipil dan militer semakin sering terjadi.

13 Juni 2011 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Puing bangunan di Bab al-Aziziyah, Tripoli, itu berserakan setelah peluru kendali dari sebuah pesawat tempur Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO) menghantamnya Rabu malam pekan lalu. Serangan itu dilakukan NATO setelah Misrata dikepung pasukan Muammar Qadhafi tepat pada hari ulang tahunnya yang ke-69, Selasa pekan lalu.

”Pasukan pemerintah mencoba memasuki kota dari tiga sisi—selatan, timur, dan barat—tapi pasukan gerilyawan terus memaksa mereka keluar,” kata dokter Khalid Abufalgha dari Rumah Sakit Pusat Misrata. Akibat serangan itu, 10 gerilyawan tewas dan 24 lainnya mengalami luka berat.

Qadhafi, yang tidak pernah muncul sejak serangan NATO pada 30 April silam, tiba-tiba tampil dalam sebuah siaran televisi Libya pekan lalu. ”Kita hanya punya satu pilihan: tetap berada di negeri kita, mati ataupun hidup,” ujar Qadhafi. Pidato itu langsung diikuti pengepungan Misrata.

Kemunculan Qadhafi membuat NATO mengirim pesawat tempur ke Tripoli pada Rabu malam. NATO mengklaim serangannya mampu memojokkan Qadhafi, tapi kelihatannya tidak membuat pria yang memimpin Libya selama 42 tahun itu kehilangan nyali.

Padahal kekuatan Qadhafi diperkirakan terus berkurang. ”Pendukungnya hanya 20 persen dari seluruh populasi dan suku yang ada,” kata Jenderal Malud Halasi, salah satu pemimpin pasukan gerilyawan. Pada akhir Mei, ada 120 anggota pasukan dan pegawai yang membelot. Sebanyak 5 jenderal, 1 mayor, dan 2 kolonel juga telah membelot baru-baru ini. ”Jumlah jenderal Qadhafi tidak sampai selusin,” ujar Halasi.

Seminggu setelah pembelotan 120 tentara, markas intelijen militer Qadhafi diserang pesawat Inggris. Serangan ini melengkapi kemenangan pasukan gerilyawan yang membebaskan Kota Yefren di pegunungan barat. ”Kami semakin dekat saja dengan Tripoli,” kata seorang juru bicara kelompok gerilyawan Dewan Transisi Nasional.

Pemberontak lainnya, Jenderal Yahmet Saleh, menyatakan Qadhafi memerintahkan dua brigade mengamankannya di Tripoli. Dua brigade itu adalah unit yang tersisa, yang sebelumnya bekerja menangkapi dan mencari aktivis oposisi. Kendati kekuatan pasukan Qadhafi semakin susut, NATO tetap tidak percaya pembelotan militer dapat meruntuhkan rezim Tripoli. Para pejabat Libya pun memperkirakan pasukan gerilyawan tidak akan mampu mengatasi perlawanan tentara, yang dipersenjatai dengan baik.

Pascapertempuran di Misrata pada Selasa pekan lalu, beberapa gerilyawan mengaku Qadhafi tidak bisa sembarangan ditundukkan. Menghilangnya Qadhafi beberapa saat di hadapan umum digunakan untuk memperbarui strategi dan kemampuan pasukannya. ”Pasukan pro-Qadhafi selalu menyerang secara acak, bahkan bisa saja dari daerah tetangga, Zlitan,” ujar salah satu gerilyawan bernama Youssef.

Beberapa gerilyawan khawatir, bila serangan terus dilakukan tapi kondisi tidak berubah, hal itu akan mengakibatkan kelelahan mental gerilyawan. ”Pasukan Qadhafi terus menambah kekuatan dari hari ke hari. Mereka akan terus menerapkan kampanye untuk menahan, membuat onar, dan menakuti warga sipil,” ujar seorang gerilyawan bernama Mabrouk.

Salah satu pejabat Libya mengatakan Qadhafi terdesak setelah NATO menggelar serangan udara. Serangan gencar selama tiga bulan terakhir menyebabkan perekonomian Libya menyusut hingga 19 persen tahun ini, setelah tumbuh 7,4 persen pada 2010.

Toh, rezim Tripoli belum mau menyerah. Juru bicara pemerintah Libya, Mussa Ibrahim, menyatakan negaranya bahkan akan tetap menghadiri pertemuan negara-negara penghasil minyak (OPEC) di Wina, Austria. Padahal, sehari sebelumnya, Menteri Negara Urusan Perminyakan Libya Shokri Ghanem mengumumkan pembelotannya. ”Kami memang belum punya nama, tapi kami pasti akan mengirim seseorang,” kata Ibrahim.

Namun Sekretaris Jenderal NATO Andres Fogh Rasmussen sangat yakin keruntuhan Qadhafi tinggal menghitung waktu. Ia malah mengimbau komunitas internasional agar membantu Libya mempersiapkan diri menghadapi revolusi. ”Pertanyaan untuk Qadhafi bukan lagi bagaimana jika dia turun, melainkan kapan dia turun,” ujar Rasmussen di Brussel, Belgia.

Cheta Nilawaty (AP, Bloomberg, Al-Jazeera, Guardian.co.uk, Reuters)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus