Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Empat hari paska-pemilu yang digelar akhir pekan lalu, masyarakat Malaysia masih menanti nama Perdana Menteri Malaysia yang baru. Parlemen menggantung, hingga dua kandidat terkemuka Anwar Ibrahim dan Muhyiddin Yassin gagal mendapat dukungan mayoritas.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Hasil dari pemilu Malaysia, yang dilangsungkan Sabtu, 19 November 2022, memperpanjang ketidakstabilan politik di Negeri Jiran itu. Malaysia punya tiga perdana menteri dalam tempo empat tahun terakhir. Berlarutnya krisis dapat berisiko penundaan keputusan kebijakan penting untuk menggerakkan pemulihan ekonomi Malaysia.
Ketua oposisi Malaysia Anwar Ibrahim dan mantan Perdana Menteri Muhyiddin Yassin sudah melewati tenggat waktu untuk membentuk pemerintahan, di mana deadline untuk melakukan koalisi adalah Selasa, 22 November 2022. Keputusan memilih perdana menteri yang baru kini ada di tangan Raja Malaysia atau Yang di-Pertuan Agong Abdullah dari Pahang.
Raja Abdullah diperkirakan akan bertemu dengan anggota parlemen dari koalisi petahana Barisan Nasional secara individu pada Rabu, 23 November 2022 pukul 10,30 waktu setempat. Langkah ini diharapkan dapat membantunya menentukan siapa yang pantas menjadi perdana menteri.
Dalam sistem tata negara Malaysia, secara konstitusional Raja Malaysia hanya memainkan peran seremonial. Akan tetapi dia dapat menunjuk seorang perdana menteri yang diyakini akan memimpin mayoritas di parlemen.
Di pemilu Malaysia, koalisi Anwar memenangkan kursi terbanyak dengan 82 kursi. Sementara kubu Muhyiddin memenangkan 73 kursi. Mereka membutuhkan 112 - mayoritas sederhana - untuk bisa membentuk pemerintahan.
Barisan hanya memenangkan 30 kursi. Ini merupakan hasil pemilu terburuk yang mereka dapatkan sejak kemerdekaan pada 1957. Akan tetapi dukungan dari anggota parlemennya akan sangat penting bagi Anwar dan Muhyiddin agar bisa meraih 112 kursi.
Pada Selasa, 22 November 2022, para elit dari koalisi Barisan mengatakan tidak akan bergabung dengan salah satu koalisi.
Setelah diskusi dengan Raja Malaysia, Muhyiddin mengatakan menolak saran agar dia dan Anwar bekerja sama membentuk pemerintahan persatuan. Muhyiddin menjalankan aliansi konservatif Muslim Melayu, sedangkan Anwar menjalankan koalisi multietnis.
Kubu Muhyiddin mencakup partai Islam yang kemenangan elektoralnya telah menimbulkan ketakutan di Malaysia. Negeri Jiran memiliki minoritas etnis Cina dan etnis India yang secara signifikan memiliki keyakinan lain.
Hasil pemilu Malaysia yang belum jelas, telah membuat investor waswas di tengah kekhawatiran atas dampak potensial partai Islam itu terhadap kebijakan nasional.
Kepolisian Malaysia pada minggu ini memperingatkan pengguna media sosial agar jangan mengunggah konten provokatif tentang ras dan agama setelah pemilu Malaysia yang dianggap memecah belah.
REUTERS
Baca juga: Raja Malaysia akan Bertemu Muhyiddin Yassin dan Anwar Ibrahim, Dua Koalisi Jadi Satu Kongsi?
Ikuti berita terkini dari Tempo.co di Google News, klik di sini.