Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Ia seorang dokter ahli penyakit jantung. Tinggal di Jalan Harley, London, setiap hari ia menjalankan tugas medisnya layaknya seorang kardiolog: dari mencatat perkembangan pasiennya hingga mengambil tindakan yang diperlukan di Rumah Sakit Cromwell, London.
Satu-satunya yang tidak biasa mengenai dokter ini adalah ia bapak mertua seorang presiden yang sedang menuai kecaman dunia. Dua pekan lalu terbongkar sebuah rahasia: dokter Fawaz Akhras adalah orang yang paling berpengaruh terhadap Presiden Bashar al-Assad, menantunya. Kelompok oposisi Suriah berhasil meretas ratusan e-mail berisi dialog intens mertua-menantu ini mengenai situasi Suriah terakhir. Sepanjang Juni 2011 hingga Februari 2012, kelompok oposisi ini berhasil meretas 3.000-an surat elektronik Presiden Bashar.
Surat-surat itu mengungkap sejumlah nasihat Akhras, 66 tahun, kepada Bashar al-Assad dalam menghadapi tekanan dahsyat atas aneka kebrutalan aparatnya di Kota Homs. Termasuk cara membantah video penyiksaan terhadap anak-anak oleh aparat keamanan Suriah. E-mail dari Akhras lainnya menyodorkan 13 cara menyerang balik pengkritiknya. Antara lain dengan mengekspos perlakuan brutal dan tak manusiawi aparat keamanan Amerika Serikat terhadap pengunjuk rasa di Wall Street dan para pesakitan di penjara Guantanamo serta Abu Ghraib.
 Dalam salah satu pesannya, dokter ini mempertanyakan kepedulian Dewan Hak Asasi Manusia Perserikatan Bangsa-Bangsa dengan korban di Suriah, tapi menutup mata terhadap besarnya angka korban penggulingan diktator Libya, Muammar Qadhafi, tahun lalu.
Nasihat-nasihat itu sangat praktis. Pada akhir Desember 2011, Akhras menyarankan menantunya menanggapi berita di stasiun televisi Inggris, Channel 4. Ia mengatakan: berita berisi rekaman gambar penyiksaan terhadap warga sipil, termasuk anak-anak, itu merupakan propaganda Inggris tentang genosida Suriah.
Dalam kesempatan lain ia juga menekankan kesulitan yang dihadapi negara-negara yang berubah akibat pergolakan Musim Semi Arab. "Satu negara tak mampu bersepakat mengangkat menteri dalam negeri. Negara lainnya gagal membentuk kabinet." Ketika tekanan dari dunia internasional kepada rezim Suriah memuncak, Akhras mendesak Bashar meluncurkan jaringan pemberitaan berbahasa Inggris untuk menyampaikan pembelaannya kepada dunia.
Pertalian Akhras dengan Presiden Suriah itu tersambung pada Desember 2000. Bashar, juga seorang dokter yang pernah mengambil spesialisasi ilmu penyakit mata, menikahi putri Akhras, Asma Akhras, kini 36 tahun. Keduanya saling mengenal ketika kuliah bersama-sama di London.
Kini Akhras, dokter yang banyak mendapat penghargaan dalam ilmu penyakit jantung, tersudut. Lima anggota Masyarakat Suriah di Inggris (BSS)—ia wakil ketua komunitas ini—mengundurkan diri. Mereka memprotes tindakan brutal pemerintah Suriah terhadap para pembangkang. BSS adalah organisasi penting bagi Al-Assad. Para anggotanya kerap melakukan lobi untuk kepentingan Suriah.
Salah seorang Wakil Ketua BSS, Sir Andrew Green, mengatakan organisasinya kacau dalam setahun terakhir. Puncaknya adalah terungkapnya surat elektronik itu. "Semua ini sangat menyedihkan," ujar bekas Duta Besar Inggris untuk Suriah itu.
Keprihatinan terhadap kedekatan Arkhas dengan rezim Suriah telah lama tumbuh di antara koleganya di Inggris. Dalam salah satu surat elektronik yang ditujukan kepada Akhras pada Juni 2011, Wafic Said, seorang pengusaha kaya kelahiran Suriah dan Direktur BSS, mengatakan situasi di Suriah tak dapat diterima. "Pembunuhan dan kekerasan yang berlanjut tak dapat dipertahankan," tulis Said.
Hubungan antara Akhras dan Kerajaan Inggris terbilang dekat. Selama ini ia menjadi pemain kunci dalam diplomasi Suriah di Inggris. Namun, setelah perannya sebagai penasihat menantunya terungkap, hubungannya dengan Inggris merenggang.
Beberapa bulan sebelum menantunya bertindak brutal terhadap pembangkang, ia bersama istrinya diundang makan malam dengan Ratu Elizabeth II dalam jamuan makan malam untuk Emir Qatar. Undangan menghadiri acara spektakuler di St George's Hall itu menunjukkan betapa penting posisinya di Inggris.
Ia dikelilingi pendukung yang berpengaruh, di antaranya donatur Partai Konservatif, Wafic Said; bekas kepala staf Margaret Thatcher, Lord Powell; serta sejumlah anggota parlemen dan pengusaha. Namun, setelah korban berjatuhan di Suriah, dukungan terhadapnya kian merosot.
Pria kelahiran Homs—kota terbesar ketiga di Suriah yang kini sedang bergolak—itu hijrah ke London pada 1973. Di sana ia bertemu dengan istrinya, Sahar Otri, seorang diplomat Suriah. Ia menyelesaikan master di bidang ilmu penyakit dalam dan ilmu penyakit jantung di Rumah Sakit King College, Universitas London. Akhras adalah salah seorang ahli jantung papan atas di London. Selain membuka praktek sendiri, ia bekerja di Rumah Sakit Cromwell di barat London. Dengan posisi sebagai mertua Al-Assad plus penampilannya yang sederhana dan dapat dipercaya, ia mampu memikat para koleganya di Inggris.
Menurut Nadim Shehadi dari lembaga independen Chatham House London, ketika Bashar al-Assad berkuasa, ada optimisme di antara warga Suriah di Inggris bahwa akan ada perubahan. Al-Assad junior diharapkan menjadi reformis di negerinya. Jadi, masyarakat Suriah di Inggris mulai berhubungan dengannya dan mendapat kelonggaran. Al-Assad mengizinkan mereka tak mengikuti wajib militer sehingga mereka bisa kembali ke Suriah. "Akhras menjadi tokoh utama dalam hal ini," ujar Shehadi.
Akhras mendirikan BSS pada 2003, yang didukung sejumlah tokoh penting Inggris seperti Green dan bekas pemimpin Partai Liberal, Lord Steel. Keterlibatannya dalam urusan Suriah terus berkembang dan ia menjadi anggota studi Suriah di Universitas St Andrews, Skotlandia.
Namun, ketika kekerasan merebak di Suriah, lembaga yang ia dirikan berantakan. "Ketika mereka mulai menembak anak-anak, itu menjijikkan. Bagi saya, lembaga itu sudah berakhir," kata anggota parlemen dari Partai Konservatif, Richard Spring, yang mundur tahun lalu.
Akhras tampak tidak syok mengetahui surat elektroniknya terungkap ke publik. Dengan enteng ia membandingkan pemberontakan di Suriah dengan kerusuhan di London pekan lalu. "Ketika kerusuhan London meledak dan Cameron (Perdana Menteri David Cameron) mengatakan akan mengerahkan tentara, sekarang Anda mau membandingkannya dengan di Homs?" ujarnya kepada The Daily Telegraph.
Disinggung bahwa pasukan pemerintah tak membunuh warga sipil di London, ia pun berkelit. "Kami tidak secanggih Polisi Metropolitan atau Scotland Yard." Ia mengatakan jumlah korban di Suriah yang mencapai 8.000 orang masih lebih baik ketimbang korban di Libya yang dilaporkan puluhan ribu orang.
Sejak konflik merebak di Suriah setahun silam, tak kurang dari 8.000 nyawa melayang, termasuk anak-anak dan perempuan. Menurut Valerie Amos, Kepala Urusan Bantuan Kemanusiaan PBB, ribuan penduduk Suriah terpaksa mengungsi, sebagian menyeberang ke luar negeri, seperti ke Turki, Libanon, dan Yordania.
Sapto Yunus, Maria Rita (Reuters, The Guardian, The Telegraph)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo