Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Pendiri Foreign Policy Community of Indonesia (FPCI) Dino Patti Djalal mengatakan bahwa partisipasi wanita dalam isu global dan kebijakan luar negeri di Indonesia masih minim.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Hal ini diungkapkan mantan Duta Besar Indonesia untuk Amerika Serikat itu dalam Indonesian Women in Foreign Policy Forum (IWFP) yang diselenggarakan pada pekan Hari Perempuan Internasional, Jumat 10 Maret 2023-Sabtu 11 Maret 2023 di Jakarta.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Dari seluruh Duta Besar Indonesia, hanya sembilan persen yang wanita. Dan dari seluruh Guru Besar Hubungan Internasional di Indonesia, hanya dua yang wanita. This is much too low,” kata dia.
IWFP yang terselenggara berkat kerja sama FPCI dan Kedutaan Besar Amerika Serikat merupakan kegiatan pelatihan leadership pertama yang ditujukan khusus untuk meningkatkan partisipasi dan kontribusi wanita Indonesia di bidang foreign policy dan isu-isu global.
Workshop ini berfokus kepada peningkatan kemampuan dalam public speaking, penulisan pidato, media training, dan foreign policymaking.
Dino melanjutkan bahwa misinya adalah memastikan perempuan yang memperhatikan kebijakan luar negeri dan memiliki ambisi untuk menjadi diplomat atau analis kebijakan luar negeri diberi ruang dan kesempatan untuk melayani dan menjadi unggul.
Dino mengatakan bahwa perempuan bisa bekerja sebaik laki-laki, bahkan sering kali lebih baik daripada laki-laki sebagai diplomat dan analis kebijakan luar negeri.
Mantan Dubes AS ini juga mengatakan bahwa perempuan secara umum lebih bijaksana dan lebih jelas saat mengutarakan argumen. “Perempuan itu lebih sistematik, dan lebih jelas. Aliran argumen mereka mudah untuk dibaca. Saya menyadari ini saat mengajar,” ujar Dino.
Sementara itu mantan menteri luar negeri Indonesia periode 2001-2009 Hassan Wirajuda juga mengatakan bahwa perempuan bisa menjadi duta besar yang baik. “Berikan kesempatan yang setara pada perempuan, mereka akan berkompetisi, mereka akan menjadi duta besar yang baik,” kata Hassan.
Di kesempatan yang sama, Grace Clegg dari Kedubes AS mengatakan bahwa penting sekali lebih banyak perempuan untuk berpartisipasi dalam kebijakan luar negeri. “Kami ingin melihat Indonesia yang kuat dan independen, kami ingin melihat wartawan dan analis memberikan ide mereka agar negeri ini bisa lebih maju,” kata Grace.
Sebanyak 100 wanita mendaftar untuk IWFP, tetapi hanya 20 peserta lolos seleksi FPCI dan Kedutaan Besar Amerika Serikat. Peserta yang lolos adalah perempuan yang berada di posisi mid-career dalam bidang hubungan internasional dan akan dilantik menjadi 'fellow’ FPCI.
Para fellows ini akan memperoleh pelatihan yang dari tokoh-tokoh ternama yang bergelut di isu-isu global, seperti: Dr. Hassan Wirajuda, Menteri Luar Negeri Indonesia (2001-2009); Kate Rebholz, Chargés d'affaires in the U.S. Mission to ASEAN.
Selain itu ada pula Jamil Maidan Flores, penulis pidato Menteri Luar Negeri Ali Alatas (1988-1999); H.E. Artauli Tobing, Perwakilan Indonesia untuk Dewan Penasehat ASEAN Institute for Peace and Reconciliation (ASEAN-IPR); Rahayu Saraswati, Anggota DPR (2014 - 2019); dan Andini Effendi, Jurnalis Independen.
Fatima Asni Soares