Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Polisi Federal Amerika Serikat (FBI) akan membayar US$ 1 juta bagi yang memiliki informasi atau menangkap Adam Yahiye Gadahn, warga Amerika yang diperkirakan tinggal di Pakistan. Karena, pada 11 Oktober 2006, Pengadilan Negara California menetapkan lelaki 28 tahun kelahiran California itu sebagai pengkhianat negara dan telah membantu Al-Qaidah. Inilah cap pengkhianat yang kedua setelah Perang Dunia II. Pada 1952 pengadilan AS memvonis Tomoya Kawakita, warga negara AS dan Jepang, sebagai pengkhianat karena membantu tentara Jepang—tapi Kawakita akhirnya mendapat grasi dari presiden.
Gadahn, yang bernama asli Adam Pearlman, adalah anak seorang pemusik underground psychedelic Phil Pearlman. Kakeknya, Carl Pearlman, seorang Yahudi. Ayahnya mengubah nama belakang menjadi Gadahn—dari Gideon—karena dia memeluk Kristen. ”Ayah saya sebelumnya seorang ateis, tapi dia kemudian percaya satu Tuhan ketika menemukan Injil di tepi pantai,” tulis Gadahn dalam artikelnya, Menjadi Muslim. Sedangkan ibunya Katolik yang taat.
Hingga usia 15 tahun, Gadahn tumbuh di peternakan domba di Riverside Country, California. Ayahnya memasok daging domba halal ke Islamic Food Mart di kawasan muslim Los Angeles.
Gadahn dan saudara kandungnya dididik secara Kristen di rumah, hingga ia kenal dengan kelompok Kristen fundamentalis. Menurut Gadahn, ajaran-ajarannya hanya dogma buta. ”Saya sungguh shocked. Di satu sisi mereka bilang Yesus anak Tuhan, tetapi di Injil pengertiannya pelayan Tuhan. Saya jadi tak mengerti.”
Merasa tidak cocok dengan pendidikan agama di rumah, Gadahn lalu sibuk bermusik heavy metal. Sejak itulah hubungan dengan kedua orang tuanya menjadi tegang. Hingga akhirnya dia pindah ke Santa Ana, California, bersama kakek dan neneknya.
Kebetulan nenek Gadahn seorang ahli komputer dan selalu mengakses American On Line (AOL). Kebiasaan itu menular pada Gadahn, yang ketika itu berusia 16 tahun. Semula Gadahn lebih banyak mencari lowongan pekerjaan melalui Internet, namun lama-lama dia tertarik pada diskusi agama Islam secara virtual.
Menurut Gadahn, Islam yang saat itu tengah dipelajarinya adalah sebuah teologi intelek berbasiskan logika manusia. ”Saya mulai membaca Quran terjemahan bahasa Inggris. Selama itu saya tahu Islam tidak haus darah, bukan teroris yang barbar yang biasa digambarkan penginjil di televisi,” ujarnya.
Tekad Gadahn bulat. Bertepatan dengan ulang tahunnya ke-17, pertengahan November 1995, ia mendatangi komunitas Islam Kota Orange di Garden Grove. Kepada seorang pustakawan di tempat itu, Gadahn mengemukakan maksudnya untuk memeluk Islam. ”Jumat terakhir bulan itu saya membaca syahadat di depan jamaah masjid. Saya menghabiskan sepekan untuk belajar salat.”
Perjalanan pemuda Gadahn pun berlanjut. Atas izin orang tuanya, ia pindah ke Pakistan pada 1998, kemudian menikahi gadis pengungsi Afganistan. Sejak itu, Gadahn punya sejumlah nama panggilan, antara lain: Abu Suhayb al-Amriki, Abu Suhayb, Yihya Majadin Adams, dan Yayah. Namun ia lebih terkenal dengan Azzam al-Amriki atau Azzam dari Amerika.
Radar intelijen AS mulai menangkap kegiatan Gadahn pada akhir Mei 2004. Dalam laporan Jaksa Agung AS John Ashcroft dan Direktur FBI Robert Mueller, ada indikasi Gadahn merupakan salah seorang anggota Al-Qaidah yang merencanakan teror di AS pada musim semi 2004.
Selama di Pakistan, menurut laporan intelijen AS, Gadahn terlihat di kamp latihan Al-Qaidah. FBI menduga Gadahn menjadi penerjemah perintah-perintah Usama bin Ladin dan para tokoh Al-Qaidah dalam bahasa Inggris.
Akhir Oktober 2004, jaringan ABC News menampilkan rekaman video 75 menit. Di dalamnya ada seseorang yang mengaku bernama Azzam al-Amriki, mengancam melakukan teror di AS. Kebetulan sosok Azzam dikenali sebagai Gadahn oleh kepala masjid tempat Gadahn masuk Islam, Haitham Bundjaki. Lalu, Bundjaki melaporkannya ke aparat hukum AS.
Sosok Gadahn kembali muncul dalam acara Good Morning America di ABC News selama tujuh menit, pada peringatan empat tahun tragedi 11 September. Meskipun tayangan tersebut menampilkan sosok dengan penutup wajah, suaranya diidentifikasi sebagai suara Gadahn.
Dalam rekaman itu ia mengkritik kebijakan luar negeri dan kegiatan militer AS di Irak dan Afganistan. Dia mengancam akan menyerang Los Angeles dan Melbourne, Australia. ”Kemarin London dan Madrid. Besok Los Angeles dan Melbourne akan penuh dengan darah di jalan-jalan. Insya Allah. Coba perhitungkan itu, jangan sampai kami menunjukkan ketidaksabaran,” ujar suara itu.
Gadahn muncul di Internet tanpa penutup muka dalam rekaman buatan Al-Qaidah, Juli dan September lalu. Dia bersorban gelap, berwajah bulat dengan mata yang dalam, dan berjenggot panjang. Dalam tayangan tersebut, Gadahn memperingatkan kehadiran militer AS di Irak yang membunuh dan memerkosa warga Irak, serta mengajak orang memeluk Islam.
Tuduhan terhadap Gadahn ini memang spektakuler dan bisa menggiring si pelaku ke jerat hukuman mati. Apalagi undang-undang baru AS, The Military Commission Act, memungkinkan orang yang dituduh teroris disiksa dan diadili hanya berdasar bukti yang dikumpulkan penyidik.
Namun, menurut Brian Carso, ahli hukum dari College Misericordia, Dallas, AS, dakwaan berkhianat terhadap negara itu hanyalah propaganda Presiden Bush dan akal-akalan semata. Definisi berkhianat dalam konstitusi AS, menurut Carson, adalah ”memerangi AS” atau ”ikut membantu musuh”. “Itu pun harus dibuktikan oleh dua orang saksi dan diadili secara terbuka sebelum tuduhan itu dijatuhkan,” ujarnya.
Lebih jauh, Carso berpendapat, dakwaan terhadap Gadahn tidak adil. Pengebom Oklahoma, Timothy McVeigh, dan simpatisan Taliban, John Walker Lindh, tak dituduh berkhianat. Padahal tindakan mereka sudah dapat digolongkan sebagai pengkhianatan terhadap negara.
Jaksa dan pembela dalam kasus McVeigh sepakat, tuduhan yang dijatuhkan pada pengebom Oklahoma adalah pembunuhan tingkat pertama dengan bukti tidak loyal terhadap AS. Sedangkan Lindh dihukum 20 tahun penjara karena berperang bersama-sama tentara Taliban di Afganistan melawan tentara AS.
Carso mungkin benar, menyebutkan tuduhan terhadap Gadahn adalah propaganda Presiden Bush. Karena semua tahu, popularitas Bush merosot tajam akibat kegagalannya dalam mempertahankan kebijakan perang Irak—kebijakan yang pada November 2004 membuat Bush kembali dipilih sebagai Presiden AS. Pemerintah AS, yang semula berencana menarik tentaranya dari Irak pertengahan hingga akhir tahun ini, malah mengundurnya hingga 2010.
Citra buruk Bush ini mempengaruhi popularitas Partai Republik menjelang pemilihan umum anggota Kongres, 7 November nanti. ”Kita mendapat banyak kekacauan di Washington. Bush payah, dan Irak adalah kehancuran,” kata Bill Caster, kandidat Republik dari Kota Kansas, Missouri. Sehingga, mungkin saja kasus Gadahn digunakan untuk memoles wajah Republik dan Presiden Bush.
Ahmad Taufik (JUS, UPI, Wikipedia, Guardian, Myway)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo