Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Antrean membentang ratusan meter di sekitar kuil di China pada akhir pekan, saat para jemaat muda yang putus asa berdoa untuk mendapatkan pekerjaan dalam ekonomi yang perlahan pulih dari pandemi covid.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Saya berharap menemukan sedikit kedamaian di kuil-kuil,” kata Wang Xiaoning, 22 tahun, sambil menunjuk pada “tekanan mendapatkan pekerjaan” dan biaya rumah yang tak terjangkau. Demikian dilansir Reuter, Kamis, 27 April 2023.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Wang ada di antara 11,58 juta sarjana yang menghadapi pasar kerja yang masih babak belur akibat penguncian “nol-Covid” yang ketat, juga pukulan keras terhadap sektor teknologi dan pendidikan, para pengguna tenaga kerja tradisional.
Kunjungan-kunjungan kuil meningkat 310% sejauh ini dalam tahun ini dibandingkan 2022, kata platform pemesanan perjalanan Trip.com. Meskipun situs itu tidak memberikan jumlah keseluruhan perbandingan pra-pandemi, mereka mengatakan kira-kira setengah dari pengunjung lahir setelah 1990.
"Ambang batas pekerjaan terus meningkat," kata Chen, 19 tahun, yang berdoa untuk prospek kariernya di Kuil Lama yang ikonis di ibu kota, Beijing, meskipun beberapa tahun lagi baru akan lulus.
"Tekanannya luar biasa," tambah Chen, yang hanya memberikan nama keluarganya untuk alasan privasi.
Seperlima anak muda China tanpa pekerjaan di antara satu generasi berpendidikan tinggi adalah sebuah rekor. Memperbaiki prospek mereka menjadi penyebab sakit kepala utama bagi pemerintah, yang menginginkan ekonomi menciptakan 12 juta pekerjaan baru pada 2023, naik dari 11 juta tahun lalu.
"Ada kelebihan pasokan lulusan universitas yang serius dan prioritas mereka adalah kelangsungan hidup," kata Zhang Qidi, seorang peneliti di Pusat Studi Keuangan Internasional, yang menambahkan bahwa banyak yang memilih pekerjaan berbagi tumpangan atau pengiriman.
Ekonomi telah pulih sejak pembatasan-pembatasan Covid-19 dicabut Desember, tetapi perekrutan dipimpin oleh industri katering dan perjalanan yang dilanda pandemi, yang menawarkan upah rendah untuk peran berketerampilan rendah.
Kementerian pendidikan dan SDM China tidak segera menjawab permintaan berkomentar.
Jumlah lulusan master dan Ph.D di Beijing untuk pertama kalinya mengalahkan jumlah lulusan S1, kata otoritas pendidikan. Kementerian pendidikan dan sumber daya manusia China tidak segera menanggapi permintaan komentar.
Atmosfer Ilmiah
Banyak yang menggunakan media sosial untuk membandingkan diri mereka dengan tokoh sastra berusia seabad, Kong Yiji, seorang sarjana pecandu alkohol yang menganggur dari cerita tahun 1919 oleh penulis Lu Xun. Kong percaya dirinya terlalu berpendidikan tinggi untuk melakukan pekerjaan kasar.
Meme itu menjadi viral ketika pengguna mempertanyakan nilai yang diberikan masyarakat pada pendidikan jika itu tidak menjamin mereka mendapatkan karir yang memuaskan.
Di provinsi pesisir Zhejiang, seorang perempuan berusia 25 tahun dengan gelar master yang telah melamar 10 pekerjaan per hari sejak Februari mengatakan ia merasa, seperti Kong, “dibatasi” oleh pendidikannya.
"Saya tidak yakin bisa menemukan pekerjaan ideal saya,” kata lulusan perencanaan perkotaan, yang berbicara tanpa memberi nama untuk melindungi prospek pekerjaannya. "Saya menemui seorang psikolog beberapa kali karena saya sangat cemas dan tertekan.
Ia mengatakan satu-satunya tawaran yang ia terima dibayar sebanyak 2000 yuan hingga 3000 yuan (sekitar Rp 4 juta hingga 6 juta) perbulan atau memiliki persyaratan lembur “yang tak masuk akal” dan ia menolak.
"Jika saya tidak memiliki kualifikasi-kualifikasi ini, saya tentu dapat menjadi asisten penjualan di sebuah mal dan jauh lebih bahagia."
Yang Xiaoshan, seorang sarjana ekonomi berusia 24 tahun di Beijing, menetap untuk pekerjaan sebagai teller bank setelah 30 wawancara. Dia lega tidak mengikuti nasib pengangguran Kong, tapi masih merasa tidak puas.
"Bukannya saya membenci layanan pelanggan, tapi saya pikir itu membuang-buang pengetahuan saya," kata Yang.
Televisi negara CCTV mengecam orang-orang yang menggambar perbandingan itu dengan Kong.
"Kong Yiji mengalami kesulitan ... karena dia tidak bisa melepaskan sikap ilmiahnya dan tidak mau mengubah situasinya melalui pekerjaan," tulisnya di aplikasi perpesanan Weibo.
Komentar itu memancing jawaban-jawaban penuh kemarahan.
"Mengapa, alih-alih membantu perusahaan swasta berkembang, Anda menyalahkan 11,58 juta lulusan karena tidak menanggalkan jubah sarjana mereka?" kata satu posting yang menarik lebih dari 300 "suka".
REUTERS