Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Rencana pemakaman Robert Mugabe, mantan Presiden Zimbabwe, menjadi kontroversi dinegaranya. Mugabe, 95 tahun, yang dikenal sebagai pendiri negara Zimbabwe setelah merdeka dari penjajahan Inggris, meninggal pada Jumat, 6 September 2019 di sebuah rumah sakit di Singapura.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Dikutip dari reuters.com, Sabtu, 7 September 2019, masyarakat Zimbabwe berduka atas kematian Mugabe, namun kesedihan ini bercampur aduk dengan kebingungan dimana dan kapan jasadnya akan dikebumikan. Setelah digulingkan dari kursi kepresidenan dua tahun lalu, Mugabe tinggal di Singapura, dimana di negara itu dia menjalani perawatan kesehatannya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Mugabe memegang tampuk kekuasaan selama 37 tahun di Zimbabwe dan cakar kekuatannya di negara itu tumbang pada 2017. Pada Jumat, 6 September lalu atau saat Mugabe dikabarkan wafat, Presiden Zimbabwe, Emmerson Mnangagwa, mengatakan akan memberikan gelar pahlawan pada Mugabe. Ucapan duka cita dari para pemimpin dunia pun mengalir untuk Mugabe.
Emmerson Mnangagwa, berjalan bersama istrinya Auxillia, saat akan menghadiri upacara pelantikan Emmerson Mnangagwa sebagai presiden Zimbabwe di ibukota Harare, Zimbabwe, 24 November 2017. Mnangagwa dilantik sebagai presiden Zimbabwe setelah Robert Mugabe mengundurkan diri. AP Photo
Di kawasan pinggir ibu kota Harare, masyarakat mengaku sedih dengan kepergian Mugabe karena dia berjasa membebaskan Zimbabwe dari penjajahan Inggris. Dia juga berjasa memperluas akses pendidikan bagi masyarakat.
Akan tetapi, tidak sedikit pula masyarakat yang menyimpan marah pada mantan Presiden Mugabe karena telah membuat perekonomian negara itu menyedihkan. Zimbabwe mengalami hiperinflasi dan pengangguran besar-besaran.
“Kami sekarang punya hewan ternak karena dia (Mugabe). Sangat menyedihkan kehilangan sosok yang sudah kami anggap ayah, kakek bagi anak-anak kami yang membantu kami belajar dan pergi ke sekolah,” kata Tongai Huni, pedagang buah.
Ungkapan berbeda disampaikan oleh Margaret Shumba, warga Harare. Dia mengatakan tak merasakan kepedihan apapun atas kematian Mugabe.
“Sekarang kami sedang berusaha menghadapi apa yang sudah diperbuatnya, kejahatan yang dilakukannya,” kata Shumba.
Dua tahun setelah Mugabe terguling, masyarakat Zimbabwe masih tertatih. Zimbabwe mengalami inflasi hingga tiga digit, pemutusan arus listrik dan kekurangan bahan pokok. Setelah 10 tahun bergulir, perekonomian negara itu pun masih terpuruk.
Jasad Mugabe diperkirakan akan tiba di Afrika Selatan pada Sabtu pagi, 7 September 2019, untuk kemudian diterbangkan ke Zimbabwe. Namun masih belum ada informasi kalau jasadnya sudah meninggalkan Singapura.