Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Internasional

Bagaimana Kondisi Gaza Sekarang

Tentara Israel membombardir Gaza secara membabi buta. Fasilitas kesehatan, pendidikan, air, dan listrik hancur.

15 Oktober 2023 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

GAZA luluh-lantak. Pesawat-pesawat tempur, drone, dan roket Israel terus menghujani Jalur Gaza sejak Hamas, kelompok bersenjata Palestina, menembakkan ratusan roket ke wilayah Israel pada Sabtu, 7 Oktober lalu. “Ini sudah pembantaian sipil. Lebih parah dari yang dulu. Serangan Hamas ini seperti tamparan bagi Israel dan Israel menjadi brutal,” kata Sarbini Abdul Murad, Ketua Presidium Medical Emergency Rescue Committee (MER-C), Kamis, 12 Oktober lalu.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Dana Anak Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNICEF) melaporkan sebanyak 1.417 orang Palestina, termasuk 447 anak-anak, tewas sejak perang pecah. Adapun 6.268 orang Palestina, termasuk 1.531 anak-anak, mengalami cedera selama konflik tersebut berlangsung. Kementerian Kesehatan Palestina menyatakan 423.378 warganya kehilangan tempat tinggal dan mengungsi. “Banyak korban perempuan, anak kecil, dan orang tua. Mungkin karena tidak bisa cepat lari menyelamatkan diri. Mereka kelompok rentan,” ujar Sarbini.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kementerian Pekerjaan Umum Gaza mencatat 752 bangunan non-permukiman dan permukiman, yang terdiri atas 2.835 rumah, rusak. Sebanyak 1.791 rumah lain rusak berat sehingga tak lagi bisa dihuni.

Bom Israel tak bermata. Mereka menyasar apa saja, termasuk petugas PBB. Badan Pekerjaan dan Pemulihan PBB untuk Pengungsi Palestina di Timur Dekat (UNRWA) melaporkan 11 orang terbunuh dalam serangan itu. “Mereka termasuk lima guru di sekolah UNRWA, satu dokter kandungan, satu insinyur, satu konselor psikologis, dan tiga staf pendukung,” ucap Jenifer Austin, Wakil Direktur UNRWA Urusan Gaza, Rabu, 11 Oktober lalu.
 
Mobil ambulans MER-C yang melayani Rumah Sakit Indonesia di Bayt Lahiya, Gaza, juga hancur diserang drone Israel. Sopir mobil itu, warga Palestina yang sudah lama bekerja untuk MER-C, tewas. Rumah Sakit Indonesia, yang dibangun dengan sumbangan dana pemerintah Indonesia, juga rusak. “Banyak plafon yang roboh,” tutur Fikri Rofiul Haq, relawan MER-C di Gaza, Jumat, 13 Oktober lalu.

Rumah Sakit Indonesia berada sekitar 3 kilometer dari lokasi perang di perbatasan timur Gaza dan Israel sehingga suara tembakan dan mortir terdengar jelas, terutama pada malam hari. Milisi Hamas dilaporkan telah menduduki Ashkelon dan Ashdod, dua kota yang terletak di antara Gaza dan Tel Aviv. Tentara Israel berusaha merebut kembali kota-kota itu sekaligus menyerang Gaza, terutama daerah yang berbatasan dengannya.

Israel mengerahkan pesawat tempur, helikopter, drone, dan tank di perbatasan timur. Mereka juga memblokade laut. Menurut Fikri, target serangan Israel benar-benar acak, sudah di luar batas, karena termasuk fasilitas umum, seperti masjid. “Sudah banyak masjid yang rata dengan tanah. Juga apartemen-apartemen masyarakat. Rumah warga Gaza berupa apartemen karena wilayahnya sempit yang diisi sekitar 2,3 juta penduduk. Sudah banyak apartemen yang hancur,” katanya.

Warga Palestina mengevakuasi korban warga sipil di antara reruntuhan akibat serangan Israel di Khan Younis, selatan Jalur Gaza, Palestina, 11 Oktober 2023. Reuters/Ibraheem Abu Mustafa

Fikri menuturkan, rumah-rumah sakit sekarang kebanjiran pasien. Beberapa rumah sakit bahkan sudah membangun tenda darurat dan Rumah Sakit Indonesia mungkin akan melakukan hal tersebut bila jumlah pasien membeludak. Rumah Sakit Indonesia sudah menampung 200 orang yang tewas dan sekitar 1.000 orang yang luka-luka. “Banyak sekali anak kecil yang terluka, berdarah, yang dilarikan ke Rumah Sakit Indonesia, baik yang luka-luka maupun sudah meninggal. Bapak-bapak menggendong anaknya yang meninggal ke ruang jenazah,” ujarnya.

Biasanya, Fikri menambahkan, korban yang meninggal akan disemayamkan dulu di rumah sakit. Bila perang reda, barulah mereka dikuburkan. Namun, karena kamar jenazah sudah penuh, jenazah itu langsung dibawa keluarga dengan mobil untuk dikuburkan.

Sebelum perang pecah, penduduk Gaza sudah lama mengalami kekurangan air, listrik, pangan, dan sebagainya karena pembatasan-pembatasan yang diterapkan Israel. Pemerintah Israel memperketat akses masyarakat untuk keluar-masuk Gaza. Bantuan pangan dan kesehatan dari negara lain atau lembaga internasional hanya dapat masuk bila Israel mengizinkan.

Sekarang Israel memblokade penuh Gaza sehingga warga Gaza mengalami krisis pangan, air, listrik, dan obat-obatan. Dari selama ini delapan jam, masyarakat kini hanya empat jam mendapat akses listrik. Bahkan akses listrik sejumlah apartemen sudah benar-benar terputus. Sebab, serangan Israel juga menargetkan menara listrik dan gudang gandum atau pabrik pangan. Militer pun menghancurkan enam sumur, tiga pompa air, satu penampungan air, dan satu fasilitas pemurnian air yang melayani semua penduduk.

Krisis air bersih pun terjadi. Stok air bersih diperkirakan benar-benar habis dalam beberapa hari ke depan. Sejauh ini Rumah Sakit Indonesia masih memiliki cadangan yang cukup karena punya penampungan. Banyak orang yang mengambil air dari rumah sakit ini karena penduduk mengandalkan rumah sakit terdekat untuk mendapatkan pasokan air bersih. “Untuk air minum, sampai hari ini masih aman. Tapi kami tidak tahu sampai berapa hari atau berapa minggu bertahan karena yang datang bukan hanya penduduk dari dekat, tapi dari kota-kota yang jauh juga. Mereka datang dengan bermobil,” tutur Fikri.

Kantor Koordinasi Urusan Kemanusiaan PBB (OCHA) melaporkan pada Jumat, 13 Oktober lalu, bahwa kebanyakan masyarakat Gaza sudah tidak memiliki akses terhadap air minum bersih setelah pasokan melalui jaringan air dan pengoperasian pabrik desalinasi atau pemurnian air terhenti. “Sebagai upaya terakhir, masyarakat mengkonsumsi air payau dari sumur pertanian sehingga memicu kekhawatiran serius mengenai penyebaran penyakit yang ditularkan melalui air,” tulis OCHA dalam laporannya.

Krisis pangan juga sudah di depan mata. “Saya saksikan sendiri, ketika saya ingin menyetok makanan untuk Wisma, saya sudah dua kali ke supermarket, keranjang-keranjangnya sudah banyak yang kosong. Kalau serangan ini terus berlanjut, krisis pangan akan menjadi masalah besar di Palestina,” kata Fikri. “Hingga sekarang belum ada bantuan kemanusiaan yang bisa masuk Gaza.”

Persediaan obat-obatan menipis dan banyak fasilitas kesehatan yang rusak. Menurut Badan Kesehatan Dunia (WHO), 18 fasilitas kesehatan dan 20 ambulans terkena serangan udara. Sejumlah tenaga kesehatan tewas atau cedera. OCHA memperingatkan bahwa ada 50 ribu perempuan hamil yang sekarang kesulitan mengakses layanan kesehatan penting dan sekitar 5.500 dari mereka diperkirakan melahirkan pada November mendatang.

MER-C, menurut Sarbini Abdul Murah, akan mengirim tim medis dan obat-obatan. Obat itu bisa dibeli di Mesir atau Jakarta, misalnya sebanyak satu kontainer. “Kalau kami tidak bisa masuk, kami kirim saja bantuan ini ke Gaza,” ujarnya. Kuncinya, kata dia, bila Mesir, yang berbatasan di sisi barat dengan Gaza, mengizinkan bantuan itu masuk. “Kalau Mesir mau kasih jalan, bisa lempeng itu. Mesir lebih hati-hati untuk menyeleksi orang yang masuk. Maka pemerintah harus proaktif mendekati Mesir.”

Omar Barghouti, pendiri gerakan Boikot, Divestasi, dan Sanksi terhadap Israel (BDS) yang bermukim di Palestina, menyebut strategi militer Israel memutus pasokan air, makanan, obat-obatan, dan listrik ke Gaza sebagai pelaksanaan Doktrin Dahiya. Doktrin yang dikembangkan militer Israel bersama Tel Aviv University pada 2008 ini menggariskan serangan terhadap warga sipil dan infrastruktur sipil dengan “kekuatan yang tidak proporsional” untuk menimbulkan kehancuran yang dahsyat. “Ini merupakan kejahatan perang,” ucapnya, Rabu, 11 Oktober lalu. “Menyakiti warga sipil itu dilarang, baik oleh penindas maupun yang tertindas—meskipun terdapat ketidakseimbangan kekuatan yang sangat besar dan asimetri moral yang sama besarnya di antara keduanya.”

Pada Kamis tengah malam, 12 Oktober lalu, militer Israel memerintahkan semua penduduk di sisi utara Gaza pindah ke sisi selatan sebelum operasi militer digelar. Hingga kini diperkirakan puluhan ribu penduduk sudah mengungsi. Namun, menurut Kementerian Kesehatan Palestina, kendaraan yang mengevakuasi penduduk malah dibom, menewaskan lebih dari 40 orang dan mencederai 150 lainnya. Insiden ini membuat banyak orang menolak dievakuasi dan kembali ke rumah mereka.

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Di edisi cetak, artikel ini terbit di bawah judul "Di Tengah Gempuran Bom"

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus