Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Internasional

Kremlin Kalah 1-0

Uni Soviet merasa terpukul atas perjanjian damai Jepang dengan Cina yang ditandatangani di Peking. Sementara itu Jepang masih menuntut kepulauan kuril yang diduduki Uni Soviet sejak PD II.(ln)

16 September 1978 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

PERJANJIAN damai Jepang-Cina (TEMPO, 2 September 1978) yang ditandatangani di Peking 12 Agustus yang lalu nampaknya belum bisa diterima dengan ikhlas oleh Uni Soviet. Kecaman-kecaman masih tetap berhamburan dari Moskow, ke alamat Peking maupun Tokio. Terhadap Peking, Moskow kini mempunyai alasan kuat untuk melancarkan kecaman. Itu adalah akibat dari kunjungan Ketua Hua Kuo-feng ke Eropa Timur hari-hari ini. "Cina sedang melancarkan ofensif diplomatik untuk mengurung Uni Soviet," begitu tuduhan dari Moskow. Terhadap Tokyo, kecaman Moskow terutama didasarkan kepada kesediaan Jepang "tunduk pada tekanan Peking" untuk menolak segala hegemoni. Yang terakhir ini merupakan klausul dalam naskah perjanjian yang oleh Moskow dirasakan sebagai secara amat sadar ditujukan Peking kepadanya. Tapi betulkah masalahnya begitu berat politis sehingga seakan-akan tidak ada alasan lain untuk marah? Siberia Syahdan, maka sebelum Peking berhasil menggaet Tokyo untuk menyatakan kesepakatan lewat sebuah perjanjian, Uni Soviet pun telah mencobanya. Pada bulan Januari 1976, Menlu Soviet, Andrei Gromyko berkunjung ke Tokyo untuk kepentingan tersebut. Kabarnya kunjungan ini merupakan puncak dari serentetan usaha Moskow untuk membujuk Jepang agar memainkan peranan penting dalam pembangunan besar-besaran yang direncanakan untuk Siberia. Andrei Gromyko gagal di Tokio. Soalnya sederhana, Uni Soviet sama sekali tidak mau mempersoalkan kembali kehadiran pasukannya di kepulauan Kuril selatan yang didudukinya sejak menjelang akhir perang dunia yang lalu. Padahal, Amerika Serikat, yang menduduki beberapa kepulauan Jepang yang lebih berarti dari Kuril --misalnya: Okinawa dan Riukiu -- jauh sebelumnya telah meninggalkan tempat tersebut. Sikap keras Moskow inilah yang membuat Peking makin memiliki kartu tinggi di mata Tokyo. Hasrat Cina untuk berdamai dengan Jepang sebetulnya juga bersumber pada niat yang sama dengan yang ada pada Soviet. Cina dan Soviet saat ini amat memerlukan modal bagi pembangunan besar-besaran yang mereka rencanakan. Uni Soviet memang bernasib lebih baik dari Cina, tapi untuk pembangunan besar-besaran di Siberia, Moskow toh memerlukan modal asing secara besar-besaran. Apa yang dimiliki oleh Uni Soviet sekarang ini terutama dipergunakan untuk memelihara kemajuan yang telah dicapai di bagian barat negeri tersebut. Nixon Untuk "modernisasi Cina menjelang akhir abad ini," Cina bukan cuma perlu modal dan peralatan, tapi juga tenaga ahli. Dan kebutuhan ini nampaknya cuma bisa diisi oleh Jepang. Sesungguhnya modal Jepang cukup besar untuk memenuhi kebutuhan Uni Soviet dan Cina sekaligus. Tapi kondisi politik memaksa Tokio untuk memilih. Pilihan jatuh pada Peking, bukan karena pertimbangan apa-apa, melainkan terutama disebabkan oleh sikap keras Soviet yang amat menyakiti hati Jepang. Kalau saja para pemimpin Soviet di Kremlin sedikit rendah hati, tentulah J epang sekarang ini tidak dengan mudah jatuh ke pelukan Cina. Rekonsiliasi antara Cina dan Jepang sesungguhnya bisa dicegah oleh Moskow. Alasan untuk tindakan ini bukannya tidak cukup, mengingat permusuhan lama antara Cina dan Jepang. Menurut sejarah, Jepang memulai pendudukannya atas tanah Cina pada tahun 1931. Dan sejak itu kedua bangsa tidak pernah memiliki hubungan damai hingga akhirnya Tanaka -- didahului Nixon -- melakukan suatu kunjungan bersejarah pada tahun 1972. Sejak itulah, Cina yang perlu bantuan ekonomi Jepang, dengan senang hati merundingkan persahabatan dan perdagangan dengan bekas musuhnya itu. Pada mulanya Jepang cukup berhati-hati menerima uluran tangan Cina itu. Tokyo tidak ingin terlibat dalam persengketaan Moskow-Peking yang makin lama makin menjadi-jadi saja adanya. Karena itulah maka perundingan damai dan persahabatan Tokio-Peking itu memerlukan waktu lama sebelum pada akhirnya ditandatangani bulan silam. Masa ragu-ragu Jepang itu sayangnya tidak dimanfaatkan oleh Uni Soviet. Dan akibatnya cukup parah. Untuk mempertahankan kepulauan Kuril selatan yang hampir tak mempunyai arti ekonomis itu --penduduk 15 ribu dengan mata pencaharian utama sebagai nelayan --Uni Soviet telah kehilangan kesempatan besar dan penting bagi pembangunan di Siberia. Pada saat yang sama, paling tidak untuk masa tertentu, Moskow telah pula kehilangan kesempatan rekonsiliasi dengan Jepang.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus