Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Pidato Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu di hadapan sidang gabungan Kongres AS pada hari Rabu lalu memicu kontroversi.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Rashida Tlaib, satu-satunya anggota Kongres keturunan Palestina-Amerika, mengangkat spanduk yang menyebut Netanyahu sebagai "penjahat perang" dan "bersalah atas genosida" dalam pidatonya, pada Rabu, 24 Juli 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Pada 1864, perwakilan dari beberapa negara berkumpul untuk menandatangani dokumen yang kelak akan dikenal sebagai Konvensi Jenewa, yakni tonggak penting dalam hukum humaniter internasional.
Dilansir dari International Committee of the Red Cross, Konvensi Jenewa adalah serangkaian perjanjian yang bertujuan untuk memberikan perlindungan kepada korban konflik bersenjata. Sejarahnya dimulai pada pertengahan abad ke-19 ketika Henri Dunant, seorang pengusaha asal Swiss, menyaksikan kekejaman Pertempuran Solferino pada 1859.
Pemandangan mengerikan dari ribuan prajurit yang terluka dan mati tanpa bantuan medis memotivasi Dunant untuk menulis buku A Memory of Solferino yang akhirnya menginspirasi pembentukan International Committee of the Red Cross (ICRC) atau Palang Merah Internasional dan lahirnya Konvensi Jenewa.
Pada 22 Agustus 1864, perwakilan dari 12 negara menandatangani Konvensi Jenewa Pertama yang menetapkan perlindungan bagi prajurit yang terluka di medan perang dan mendirikan layanan medis untuk merawat mereka. Ini adalah langkah pertama dalam menciptakan standar internasional yang diakui untuk perlakuan terhadap korban perang .
Konvensi Jenewa terdiri dari empat perjanjian utama yang telah diadopsi dan diadaptasi selama lebih dari satu abad. Keempat konvensi ini adalah:
- Konvensi Jenewa Pertama (1864): Perlindungan bagi prajurit yang terluka dan sakit di medan perang darat. Konvensi ini menetapkan bahwa semua pihak yang terlibat dalam konflik harus memberikan perawatan medis tanpa diskriminasi dan menghormati layanan medis dan relawan.
- Konvensi Jenewa Kedua (1906): Perlindungan bagi prajurit yang terluka, sakit, dan korban kapal perang yang tenggelam di laut. Konvensi ini memperluas perlindungan yang diberikan dalam Konvensi Pertama ke medan perang laut.
- Konvensi Jenewa Ketiga (1929): Perlindungan bagi tawanan perang. Konvensi ini menetapkan bahwa tawanan perang harus diperlakukan secara manusiawi, diberikan perawatan medis yang memadai, dan diizinkan untuk berkomunikasi dengan keluarga mereka.
- Konvensi Jenewa Keempat (1949): Perlindungan bagi warga sipil selama masa perang. Konvensi ini menegaskan bahwa warga sipil harus dilindungi dari tindakan kekerasan, perlakuan buruk, dan tindakan yang merugikan lainnya selama konflik bersenjata.
Selain keempat konvensi utama tersebut, terdapat juga tiga Protokol Tambahan yang telah ditambahkan untuk memperkuat dan memperluas perlindungan yang diberikan oleh Konvensi Jenewa:
- Protokol Tambahan I (1977): Memberikan perlindungan tambahan bagi korban konflik bersenjata internasional.
- Protokol Tambahan II (1977): Memberikan perlindungan tambahan bagi korban konflik bersenjata non-internasional.
- Protokol Tambahan III (2005): Memperkenalkan lambang tambahan, yaitu Bulan Sabit Merah, sebagai simbol perlindungan yang diakui secara internasional.
Untuk menegakkan ketentuan Konvensi Jenewa, komunitas internasional telah mendirikan berbagai mekanisme hukum, termasuk Mahkamah Pidana Internasional yang bertugas mengadili kejahatan perang, kejahatan terhadap kemanusiaan, dan genosida
Selain ICC, ada juga Pengadilan Ad Hoc seperti Tribunal Pidana Internasional untuk Bekas Yugoslavia (ICTY) dan Tribunal Pidana Internasional untuk Rwanda (ICTR), yang dibentuk untuk menangani kasus-kasus kejahatan perang di wilayah-wilayah tertentu .
ICRC memainkan peran kunci dalam implementasi dan pengawasan kepatuhan terhadap Konvensi Jenewa. ICRC bekerja di zona konflik di seluruh dunia, memberikan bantuan kemanusiaan, dan memastikan bahwa pihak-pihak yang terlibat dalam konflik mematuhi ketentuan-ketentuan Konvensi .
ICRC juga berperan dalam pendidikan dan pelatihan, membantu pasukan militer dan kelompok bersenjata lainnya untuk memahami dan menerapkan hukum humaniter internasional. Dengan cara ini, ICRC berusaha mencegah pelanggaran sebelum terjadi dan memastikan bahwa perlindungan diberikan kepada mereka yang membutuhkannya.