Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Mantan Presiden Taiwan Ma Ying-jeou bertolak ke China untuk memulai lawatan 12 hari pada Senin 27 Maret 2023, sehari setelah Taiwan kehilangan 14 mitra diplomatiknya ke China.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Ia menjadi pejabat tertingi Taiwan yang mengunjungi China, sejak pemerintah Republik China yang kalah melarikan diri ke Taiwan pada 1949 pada akhir perang saudara dengan Komunis, yang masih berlangsung hingga hari ini.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Mantan presiden tersebut berkunjung dalam kapasitas pribadi, membawa delegasi akademisi dan mahasiswa untuk pertukaran, serta anggota keluarganya. Kendati demikian, perjalanan tersebut sarat dengan makna politik.
Kebijakan Ma, 73 tahun, membawa Taiwan dan Beijing ke hubungan terdekat mereka. Namun, kepergiannya dari jabatannya dibayangi oleh protes besar-besaran terhadap kesepakatan perdagangan dengan China daratan.
Pengganti Ma justru berfokus pada mempertahankan otonomi pulau yang diatur secara demokratis yang diklaim China sebagai bagian dari wilayahnya sendiri.
Kunjungan Ma datang di tengah meningkatnya ketegangan kedua wilayah. Beijing telah melakukan tekanan terhadap Taiwan, memburu sekutu diplomatiknya sambil juga mengirim jet tempur militer terbang ke pulau itu hampir setiap hari.
Pada Minggu, Honduras menjalin hubungan diplomatik dengan China, meninggalkan Taiwan dengan hanya 13 negara yang mengakuinya sebagai negara berdaulat.
Ma, seorang anggota oposisi Partai Nasionalis (Kuomingtang), akan mendarat di Shanghai sebelum memulai kunjungannya di dekat Nanjing. Dia diperkirakan akan melakukan tur ke China daratan dari 27 Maret hingga 7 April. Ia singgah di Wuhan dan Changsha, serta kota-kota lain.
Dia juga membawa mahasiswa dari Taiwan untuk bertemu dengan sesama mahasiswa dari Universitas Fudan Shanghai dan Universitas Hunan Changsha.
Ma telah membingkai kunjungan tersebut sebagai upaya untuk menurunkan ketegangan dalam hubungan lintas selat melalui pertukaran orang ke orang.
“Saya berharap melalui semangat para pemuda dan pergaulannya dapat memperbaiki suasana lintas selat, sehingga membawa perdamaian lebih cepat, dan lebih awal,” katanya kepada wartawan menjelang keberangkatannya, Senin siang.
Dia juga mengatakan ini akan menjadi pertama kalinya dia mengunjungi China. Perjalanannya tidak menimbulkan banyak kontroversi di Taiwan, di mana publik terbiasa melihat politisi Kuomingtang mengunjungi China. Namun, kunjungan itu telah dikritik oleh beberapa lawan politik dan aktivis.
Seorang mantan pemimpin mahasiswa daratan dalam protes lapangan Tiananmen 1989 meminta Ma untuk membatalkan perjalanannya.
“Jika Anda memiliki sedikit pun rasa sayang terhadap Taiwan, Anda harus mengumumkan pembatalan perjalanan Anda,” kata Wang Dan, seorang pembangkang China yang sebelumnya tinggal di Taiwan, di halaman Facebook-nya.
Segelintir pengunjuk rasa dari kelompok pro-kemerdekaan mengadakan demonstrasi di area keberangkatan di bandara Taoyuan sebelum keberangkatan Ma.
"Ma Ying-jeou mempermalukan bangsa kita dan kehilangan kedaulatannya," teriak mereka sebelum polisi membawa mereka keluar. "Kamu adalah pengemis yang bau."
Di sisi lain, sekelompok kecil orang dari kubu pro-unifikasi juga datang ke bandara untuk menunjukkan dukungannya. “Hubungan lintas selat seperti bunga yang mekar di musim semi dan kedua belah pihak adalah keluarga,” teriak mereka.
Perjalanan itu juga merupakan kesempatan baginya untuk menghormati leluhurnya, menjelang Hari Pembersihan Makam pada 5 April. Selama festival, yang dirayakan di Taiwan dan China di antara negara-negara lain, keluarga mengunjungi makam leluhur untuk menjaga kuburan dan mengenang arwah leluhur.
Ma tidak akan pergi ke Beijing, tetapi mungkin bertemu dengan pejabat China.
Ma bertemu dengan Presiden China Xi Jinping di Singapura pada 2015, saat dia masih menjabat. Pertemuan tersebut adalah yang pertama antara para pemimpin kedua belah pihak sejak Taiwan berpisah dari China daratan pada 1949 selama perang saudara China. Namun, pertemuan ini dianggap lebih simbolis daripada substantif.
Pada 2016, Partai Progresif Demokratik yang berhaluan kemerdekaan memenangkan pemilihan nasional dan Beijing memutuskan kontak dengan pemerintah Taiwan. Hal ini mengutip penolakan Presiden Tsai Ing-wen untuk mendukung gagasan bahwa Taiwan dan China adalah satu negara.
Pilihan Editor: Mantan Presiden Taiwan Terbuka untuk Bertemu Pemimpin China
REUTERS | ARAB NEWS