Scroll ke bawah untuk membaca berita

Logo
Internasional

Selain Serangan Israel di Jalur Gaza, Ini Daftar 4 Kejahatan Perang dan Pelanggaran HAM 2 Tahun Terakhir

Presiden Turki Erdogan berniat menyeret Israel ke ICC dengan tuduhan lakukan kejahatan perang. Berikut 4 peristiwa yang masuk kategori kejatan perang.

6 November 2023 | 19.01 WIB

Jenazah warga Palestina yang tewas akibat serangan Israel di kamp pengungsi Jabalia, terbaring di sebuah rumah sakit di Jalur Gaza utara, 31 Oktober 2023. REUTERS/Fadi Whadi
Perbesar
Jenazah warga Palestina yang tewas akibat serangan Israel di kamp pengungsi Jabalia, terbaring di sebuah rumah sakit di Jalur Gaza utara, 31 Oktober 2023. REUTERS/Fadi Whadi

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo

TEMPO.CO, Jakarta - Dalam beberapa tahun terakhir kejahatan perang ternyata terjadi di berbagai belahan dunia. Terbaru, Israel disorot karena dinilai melakukan kejahatan perang setelah kampanye balas dendamnya terhadap Hamas pasca serangan 7 Oktober 2023. Serangan-serangan Israel dalam kurun sebulan terakhir telah menewaskan banyak warga Palestina dan menyebabkan kehancuran massal.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo

Dikutip dari Antara, Turki akan melakukan segala cara untuk membawa pelanggaran HAM dan kejahatan perang yang dilakukan Israel ke Mahkamah Pidana Internasional (ICC). Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan mengatakan bahwa Perdana Menteri Israel Netanyahu bukan lagi seseorang yang dapat diajak bicara. Karena itu, Turki telah memutus hubungannya dengan Israel.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

“Saya mengumumkan bahwa kami akan mendukung inisiatif yang akan membawa pelanggaran hak asasi manusia dan kejahatan perang Israel ke Mahkamah Pidana Internasional,” kata Erdogan di hadapan wartawan sepulang dari Kazakhstan, setelah pertemuan puncak Organisasi Negara-Negara Turki.

Juga Israel, sejumlah negara dituding melakukan kejahatan perang dalam beberapa waktu terakhir. Berikut daftarnya.

1. Israel kepada Rakyat Palestina 

Tuduhan itu dilayangkan oleh sejumlah pihak. Di antaranya Spanyol. Menteri Hak Sosial Spanyol, Ione Belarra, menyarankan agar Israel dibawa ke Mahkamah Pidana Internasional atas kejahatan perang. Belarra membagikan sebuah video berisi tuduhan Uni Eropa dan Amerika Serikat “terlibat dalam kejahatan perang yang dilakukan Israel,” tulis surat kabar Spanyol, El Mundo, Ahad, 15 Oktober 2023. Dia mendesak berbagai pihak untuk menyeret Israel ke ICC serta menyesalkan “genosida yang sudah direncanakan” di Jalur Gaza saat ini.

Sepuluh hari setelah konflik dengan kelompok Palestina Hamas mulai pecah pada 7 Oktober, Israel terus melancarkan pengeboman dan memblokade Jalur Gaza. Lebih dari satu juta orang di Gaza –hampir setengah dari total penduduk—terusir dari wilayah itu. Gaza sedang mengalami krisis kemanusiaan yang parah. Tidak ada listrik di wilayah itu. Makanan, bahan bakar, pasokan obat-obatan juga sudah mulai habis.

Pertengahan Oktober, Israel merudal Rumah Sakit Baptis Al-Ahli di Gaza. Wakil Ketua Dewan Keamanan Rusia Dmitry Medvedev menyebut serangan rudal itu sebagai “kejahatan perang.” Ia juga menegaskan bahwa tanggung jawab utama atas tindakan ini terletak pada Amerika Serikat. Lebih dari 500 orang tewas dalam serangan udara Israel di rumah sakit itu.

“Serangan mengerikan terhadap sebuah rumah sakit di Jalur Gaza jelas merupakan kejahatan perang,” kata Medvedev pada Rabu 18 Oktober 2023 di Telegram.

2. Rusia terhadap Ukraina 

Februari 2022 lalu, Rusia juga dituduh melakukan kejahatan perang atas invasinya terhadap Ukraina. Tuduhan kejahatan perang meruak seiring beredarnya bukti pembantaian warga sipil oleh militer Rusia di Bucha, Ukraina. Menurut Maria Varaki, Guru Besar Hukum Internasional di King’s College London, Inggris, bahwa sebagian warga sipil dieksekusi dengan satu peluru di belakang kepala adalah kekejian di bawah hukum kemanusiaan internasional.

Tindak kekerasan seksual dalam situasi perang tergolong kejahatan kemanusiaan menurut pasal 27 Konvensi Jenewa 1949. Tuduhan ini juga diarahkan kepada tentara Rusia. Kejaksaan Agung Ukraina misalnya berjanji akan membuka penyelidikan terhadap dugaan tersebut. Namun, berkaca dari pengalaman tuduhan pelanggaran HAM dalam Perang Suriah, upaya mengungkap kejahatan seksual di Ukraina bukan tanpa tantangannya sendiri, kata Varaki.

“Isunya adalah seberapa mudah untuk mendokumentasikan bukti kejahatannya. Kita berbicara soal korban yang sangat rentan. Sepemahaman saya, tentara Rusia berusaha menutupi kejahatan seksual dengan membakar jenazah korban,” ujarnya.

Dilansir dari Majalah Tempo terbitan Sabtu, 14 Mei 2022, Misi Pemantauan Hak Asasi Manusia PBB di Ukraina melaporkan 3.541 warga sipil tewas dan 3.785 orang cedera sejak dilancarkannya invasi Rusia pada 24 Februari 2022. Misi juga menemukan selusin kasus kekerasan seksual dan 204 penghilangan paksa. Hingga Mei, lebih dari 1.000 mayat sipil telah ditemukan di wilayah Kyiv saja.

“Beberapa dari mereka terbunuh dalam pertempuran, yang lain tampaknya telah dieksekusi dengan cepat,” kata Michelle Bachelet, Komisioner Tinggi PBB untuk Hak Asasi Manusia.

Selanjutnya: Aksi militer Myanmar dan tentara Eritrea

3. Militer Myanmar terhadap warga sipil

Hak asasi manusia Amnesty International mengungkapkan Militer Myanmar melakukan kejahatan perang dengan meletakkan ranjau darat “dalam skala besar” di sekitar desa, pada Rabu, 20 Juli 2022. Penyelidik Amnesty yang melakukan perjalanan ke negara bagian Kayah (sebelumnya dikenal sebagai negara bagian Karenni) dekat perbatasan dengan Thailand. Mereka mewawancarai 43 orang, termasuk yang selamat dari ranjau darat, tenaga medis, dan orang lain yang terlibat dalam operasi pembersihan itu.

Amnesty Internasional mengatakan mereka memiliki “informasi yang dapat dipercaya” bahwa militer menempatkan ranjau darat di setidaknya 20 desa, termasuk di dekat sawah dan di sekitar gereja, yang mengakibatkan cedera dan kematian warga sipil. Para peneliti mengklaim bahwa setidaknya dalam satu kasus, tentara menjebak tangga sebuah rumah menggunakan tripwire.

“Penggunaan ranjau darat yang keji oleh militer di rumah-rumah dan desa-desa akan terus berdampak buruk pada warga sipil di negara bagian Kayah selama bertahun-tahun yang akan datang,” kata Rawya Rageh, penasihat krisis senior di Amnesty International.

Agustus lalu, tim penyelidik PBB melaporkan bahwa kejahatan perang yang dilakukan oleh militer Myanmar, termasuk pengeboman warga sipil, menjadi “semakin sering dan sembrono”. Laporan oleh Mekanisme Investigasi Independen untuk Myanmar (IIMM), yang mencakup periode antara Juli 2022 dan Juni 2023, mengatakan ada bukti kuat bahwa junta Myanmar dan milisi afiliasinya telah melakukan tiga jenis kejahatan perang.

Kejahatan-kejahatan ini termasuk penargetan warga sipil secara sembarangan atau tidak proporsional dengan menggunakan bom dan pembakaran rumah serta bangunan sipil, yang kadang-kadang mengakibatkan kehancuran seluruh desa, kata laporan yang diterbitkan Selasa, 8 Agustus 2023. Laporan itu juga mengungkapkan adanya pembunuhan warga sipil atau pejuang yang ditahan selama operasi.

“Bukti kami menunjukkan peningkatan dramatis dalam kejahatan perang dan kejahatan terhadap kemanusiaan di negara ini, dengan serangan yang meluas dan sistematis terhadap warga sipil, dan kami sedang menyusun berkas kasus yang dapat digunakan oleh pengadilan untuk meminta pertanggungjawaban pelaku individu,” kata Nicholas Koumjian, Ketua IIMM.

Sejak junta merebut kekuasaan dua tahun lalu, Myanmar terjerumus ke dalam kekacauan, dengan gerakan perlawanan melawan militer di berbagai bidang setelah penumpasan berdarah terhadap lawan yang membuat negara-negara Barat memberlakukan kembali sanksi. Juru bicara junta tidak dapat dihubungi untuk dimintai tanggapan atas temuan yang dibuat oleh penyelidik PBB.

4. Tentara Eritrea terhadap warga Tigray

Menurut organisasi hak asasi Amnesty International, tentara Eritrea terus melakukan kejahatan perang di wilayah utara Tigray, di negara tetangga Etiopia, bahkan setelah perjanjian gencatan senjata. Setelah perjanjian bulan November tahun lalu, anggota militer Eritrea terus membunuh warga sipil, memperkosa dan memperbudak perempuan serta menjarah desa-desa, kata Amnesty International di Kenya, Nairobi, ketika merilis sebuah laporan.

Studi ini mendokumentasikan kejahatan hingga awal 2023. Tindakan tersebut merupakan kejahatan perang dan kemungkinan kejahatan terhadap kemanusiaan, kata penulis laporan tersebut. Staf Amnesty International berbicara dengan 11 perempuan yang mengatakan bahwa mereka diperkosa atau diperbudak secara seksual setelah gencatan senjata ditandatangani.

Selain itu, lebih dari 40 perempuan menceritakan kejadian serupa kepada organisasi masyarakat sipil setempat. Beberapa dari mereka diperkosa di sebuah kamp militer yang dikelola oleh Angkatan Bersenjata Eritrea, yang lainnya di rumah mereka sendiri, atau di gedung-gedung yang ditempati oleh angkatan bersenjata, kata laporan itu.

Amnesty juga berbicara dengan para saksi dan keluarga dari sedikitnya 20 warga sipil yang sengaja dibunuh ketika rumahnya digeledah oleh pasukan Eritrea. Selain itu, seorang pekerja sosial setempat menghitung lebih dari 100 eksekusi ilegal terhadap warga sipil. Namun, Amnesty mengatakan tidak dapat mengkonfirmasi hal ini secara independen.

Sejak perang dimulai pada November 2020, Amnesty telah mendokumentasikan kejahatan yang melanggar hukum internasional dan pelanggaran hak asasi manusia lainnya yang dilakukan oleh semua pihak yang terlibat konflik, termasuk angkatan bersenjata Eritrea. Amnesty mendesak Eritrea dan Etiopia untuk secara efektif menyelidiki dan mengadili kejahatan yang melanggar hukum internasional.

Menurut perkiraan PBB, sekitar 600 ribu orang telah terbunuh di wilayah Tigray sejak November 2020. Beberapa juta perempuan, anak-anak dan laki-laki harus mengungsi. Kelompok riset International Crisis Group ICG menggambarkan konflik di Etiopia utara, tempat tinggal sekitar tujuh juta orang, sebagai salah satu yang paling mematikan di dunia.

Latar belakang perang dua tahun di Tigray ini adalah perebutan kekuasaan antara pemerintah pusat Etiopia dan Front Pembebasan Rakyat Tigray TPLF, yang menguasai wilayah tersebut. Melalui penengahan Uni Afrika (AU), pemerintah Etiopia dan TPLF akhirnya menandatangani kesepakatan damai pada 2 November 2022. Meski begitu, kejahatan perang tetap terjadi.

HENDRIK KHOIRUL MUHID  | MAJALAH TEMPO | ANTARA

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus