Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Washington -- Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, mengatakan perusahaan raksasa telekomunikasi asal Cina, ZTE, akan membayar denda US$1,3 miliar atau Rp18,3 triliun dan merombak jajaran manajemen.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Ini merupakan syarat agar ZTE bisa beroperasi di AS. Sebelumnya, seperti Reuters, kementerian Perdagangan AS mengenakan sanksi larangan penjualan komponen teknologi telekomunikasi canggih ke ZTE selama 7 tahun. Ini setelah perusahaan telekomunikasi nomor dua di Cina itu diketahui membangun jaringan telekomunikasi di Iran dan Korea Utara, yang sedang terkena sanksi ekonomi AS.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca: Trump Janjikan Xi Jinping Bantu ZTE dari Sanksi
"Presiden Obama dan Senator Schumer membiarkan perusahaan telekomunikasi ZTE berkembang tanpa ada pengecekan keamanan sebelumnya," kata Trump lewat cuitan di akun Twitter @realdonaldtrump pada Sabtu, 26 Mei 2018 waktu setempat. "Saya tutup lubang ini dan membiarkan ZTE kembali beroperasi dengan jaminan kemanan tinggi." Senator Charles Schumer merupakan pemimpin Fraksi Demokrat di Senat AS.
Baca: Perang Dagang Amerika -- Cina, Defisit Dagang Rp 5200 Triliun
Seperti dilansir media teknologi Techcrunch, ZTE merupakan perusahaan telekomunikasi raksasa yang memiliki sekitar 70 ribu pegawai. Perusahaan ini mencatat pendapatan US$17 miliar atau Rp238,9 triliun per tahun dan dikenal dekat dengan petinggi pemerintah Cina.
Bagi perusahaan AS seperti Qualcomm, ZTE merupakan pembeli berbagai komponen teknologi canggih. Jika ZTE berhenti beroperasi maka ini akan berdampak langsung bagi perusahaan AS.
Seperti dilaporkan Reuters sebelumnya, Cina dan AS sedang berupaya menyelesaikan konflik dagang yang melibatkan ekspor-impor kedua negara. Konflik ini terkait pengenaan tarif bea masuk atas barang impor dari masing-masing negara dengan kisaran 10-25 persen. Nilai impor barang AS dari Cina yang bakal terkena tarif impor mahal ini sekitar Rp2250 triliun per tahun. Trump mengatakan kedua negara sedang menegosiasikan solusinya.