Scroll ke bawah untuk membaca berita

Logo
Pendapat

Benahi Amdal Kereta Cepat

Polemik soal analisis mengenai dampak lingkungan (amdal) dalam proyek kereta cepat Jakarta-Bandung layak mendapat perhatian serius, mengingat ada kepentingan publik yang terancam. Pembangunan jalur kereta itu sebaiknya ditunda hingga masalah ini tuntas.

25 Januari 2016 | 22.58 WIB

Benahi Amdal Kereta Cepat
material-symbols:fullscreenPerbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo

Polemik soal analisis mengenai dampak lingkungan (amdal) dalam proyek kereta cepat Jakarta-Bandung layak mendapat perhatian serius, mengingat ada kepentingan publik yang terancam. Pembangunan jalur kereta itu sebaiknya ditunda hingga masalah ini tuntas.

Presiden Joko Widodo sudah melakukan peletakan batu pertama pembangunan jalur kereta cepat itu di Cikalong Wetan, Bandung Barat, 21 Januari lalu. Proyek sepanjang 140 kilometer itu ditargetkan selesai pada 2019, dan akan memangkas waktu tempuh Jakarta-Bandung menjadi hanya 35 menit. Proyek yang akan menelan dana US$ 5,57 miliar (sekitar Rp 75 triliun) itu dilaksanakan oleh PT Kereta Api Cepat Indonesia China (KCIC), yang sahamnya 60 persen dimiliki konsorsium BUMN Indonesia dan 40 persen oleh konsorsium China Railways International.

Jokowi tetap melakukan peletakan batu pertama meski amdal sudah ramai menjadi polemik. Sejumlah pengamat dan lembaga swadaya masyarakat menduga penyusunan dan pengesahan amdal itu terlalu terburu-buru, dipaksakan, bahkan tak sesuai dengan prosedur yang normal. Menteri Kehutanan dan Lingkungan Hidup Siti Nurbaya membantah tudingan tersebut. Namun hal itu tak lantas memadamkan polemik. Terutama, karena di tubuh pemerintah sendiri muncul suara berbeda.

Direktur Kemitraan Lingkungan Ditjen Perhutanan Sosial Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Dodo Sambodo, misalnya, mengakui amdal itu disusun sangat cepat, sekitar satu minggu. Penyusunannya juga hanya dilakukan menggunakan data sekunder dan tak memenuhi prosedur seperti biasanya, yakni pengujian resapan air dalam dua musim. Lalu ada juga suara Wakil Presiden Jusuf Kalla yang mengatakan bahwa kekurangan izin lingkungan dalam proyek itu dipenuhi selama proses pembangunan berjalan.

Penjelasan pemerintah seperti itu justru tak memberi jawaban atas keraguan banyak kalangan. Selain dianggap berpengaruh pada berkurangnya resapan air, proyek ini disorot karena akan menggusur 150 hektare sawah. Lalu ada pula keprihatinan dari Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Jawa Barat, karena susulan dari proyek tersebut berupa alih fungsi lahantermasuk sawah dan kebununtuk permukiman elite, apartemen mewah, dan kawasan industri baru.

Amdal yang dibuat serampangan tentu memprihatinkan. Amdal seharusnya dibuat untuk melindungi lingkungan dan kepentingan masyarakat yang terkena proyek. Ketika amdal tak dipenuhi dengan benar, bisa diduga ada kepentingan masyarakat yang menjadi korban. Jokowi perlu meluruskan hal ini. Penuhi dulu amdalnya dengan benar, baru proyek kereta cepat itu boleh berlanjut. Terobosan kebijakan diperlukan, tapi tidak dengan menabrak hal prinsip seperti amdal. Dalam megaproyek kereta cepat ini, lebih baik dikedepankan prinsip kehati-hatian daripada timbul masalah di kemudian hari. Apalagi urgensi proyek ini sempat dipertanyakan banyak pihak.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus