Scroll ke bawah untuk membaca berita

Logo
Editorial

Berita Tempo Plus

Langkah Mundur Diplomasi Hak Asasi

Sikap Kementerian Luar Negeri yang menolak resolusi Responsibility to Protect (R2P) and the Prevention of Genocide, War Crimes, Ethnic Cleansing, and Crimes Against Humanity menjadi agenda tahunan tetap PBB sungguh memalukan.

21 Mei 2021 | 00.00 WIB

Ilustrasi: Imam Yunni
Perbesar
Ilustrasi: Imam Yunni

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

SIKAP pemerintah Indonesia yang menolak resolusi Responsibility to Protect (R2P) and the Prevention of Genocide, War Crimes, Ethnic Cleansing, and Crimes Against Humanity menjadi agenda tahunan di Sidang Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa sungguh memalukan. Gaya berdiplomasi yang buruk ini mencerminkan langkah mundur Indonesia dalam hal penegakan hak asasi manusia di dalam negeri.

Selain Indonesia, ada 14 negara lain yang mengambil sikap serupa dalam pemungutan suara yang berlangsung pada Selasa, 18 Mei 2021, itu. Di antaranya adalah Rusia, Cina, Zimbabwe, hingga Korea Utara. Indonesia bahkan menjadi satu-satunya negara di Asia Tenggara yang menolak. Negara yang tengah berperang seperti Israel dan sekutunya, Amerika Serikat, justru mendukung resolusi tersebut.

Suara Indonesia memang tidak menghentikan langkah PBB menetapkan pembahasan R2P sebagai agenda rutin. Ada 115 negara lain yang mendukung resolusi itu. Tapi sikap “melawan arus” ini menimbulkan citra negatif terhadap Indonesia karena dianggap tidak serius memajukan dan melindungi HAM dunia. Apalagi Indonesia merupakan salah satu anggota tidak tetap Dewan Hak Asasi Manusia PBB. Indonesia semakin jauh dari fungsi pokok Dewan HAM yang seharusnya mengawasi dan membongkar kasus-kasus pelanggaran HAM dunia.

Kementerian Luar Negeri secara nyata menabrak alinea pertama Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 yang mengutuk penjajahan di muka bumi karena tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan perikeadilan. Sikap ini juga bertolak belakang dengan Pasal 28 UUD 1945 yang dengan tegas menyebutkan menjunjung tinggi HAM semua orang.

Indonesia sebenarnya sudah berada di koridor yang benar saat mendukung pengesahan resolusi R2P dalam Konferensi Tingkat Tinggi Dunia pada 2005. Resolusi ini muncul lantaran minimnya tindakan terhadap pembantaian di Rwanda dan bekas negara Yugoslavia pada 1990-an. R2P memiliki tujuan mulia, yakni mengikat komitmen politik negara-negara anggota PBB untuk mengakhiri pelanggaran HAM dunia. Kesepakatan ini tercantum dalam Paragraf 138 dan 139 Resolusi PBB Nomor 60/1 Tahun 2005.

Pemerintah mengklaim tetap mendukung R2P tapi menolak pembahasan R2P sebagai agenda permanen. Alasannya, pembahasan soal HAM tetap dapat berjalan tanpa jadwal khusus. Ini alasan yang mengada-ada. Perubahan agenda justru bisa mengangkat isu HAM menjadi pembahasan utama Sidang Umum PBB, sehingga kasus-kasus pelanggaran HAM berat dunia yang belum tuntas bisa diselesaikan. Pembahasan R2P secara rutin juga diharapkan meredam kejahatan HAM yang masih banyak terjadi.

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus