Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
KESEPAKATAN induk (heads of agreement) antara pemerintah Indonesia dan Freeport-McMoRan Copper & Gold Inc tak perlu disambut dengan berlebihan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Tak perlu cepat-cepat bertepuk tangan atas "kesuksesan" itu. Kesepakatan induk itu memang membuka pintu ke arah penguasaan 51 persen saham oleh Indonesia-setelah bertahun-tahun dimiliki perusahaan Amerika Serikat.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Traktat itu masih jauh dari final. Masih banyak hal yang mesti diselesaikan: memastikan perpanjangan operasi serta memberikan aturan fiskal yang tetap bagi Freeport hingga 2041. Dua syarat berat itu, bila tak dipenuhi, dapat membatalkan kesepakatan pembelian.
Soal harga serta komposisi direksi dan dewan komisaris memang sudah disepakati. Tapi Freeport-McMoRan tampaknya tak mau cepat-cepat lempar handuk. Saat ini, mereka masih ngeyel menguasai "komite operasi" dalam struktur organisasi perusahaan. Komite ini diizinkan tak menjalankan keputusan operasional direksi.
Freeport-McMoRan beranggapan komite patut diadakan untuk mencegah perusahaan diombang-ambingkan kepentingan politik Indonesia kelak kemudian hari. Pemerintah hendaknya berhati-hati. Jika tak diwaspadai, komite operasi dapat memotong wewenang pemegang saham mayoritas.
Persoalan pendanaan lain lagi. Manajemen PT Indonesia Asahan Aluminium, perusahaan tambang induk yang akan mengambil alih saham Freeport, meyakini disokong sebelas bank pelat merah, swasta lokal, dan bank asing. Tapi tak semua bank menyatakan setuju. Manajemen Bank Mandiri mengaku masih pikir-pikir lantaran pasar mata uang saat ini sangat volatil. Hal senada disampaikan manajemen PT Bank Negara Indonesia. Soal penetapan arbitrase jika kedua pihak bersengketa belum pula disepakati-di Indonesia atau di luar negeri.
Bukan tergesa-gesa menepuk dada, pemerintah hendaknya bekerja keras menjadikan pengalihan saham ini terlaksana. Para juru runding dan pemangku kepentingan-Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral, Menteri Keuangan, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, serta Menteri Badan Usaha Milik Negara-hendaknya bahu-membahu menindaklanjuti kesepakatan induk yang sudah diteken.
Mereka tidak boleh jalan sendiri-sendiri-terbelenggu ego sektoral masing-masing. Bersikap tak kompak dapat memberikan kesempatan kepada Freeport-McMoRan untuk mengetahui titik lemah Indonesia. Berebut panggung dapat membuat kita kehilangan fokus.
Sikap Presiden Joko Widodo dan pendukungnya yang ingin cepat-cepat memanen efek elektoral dari perkara Freeport layak disesali. Kesepakatan induk ini memang terkesan heroik dan nasionalistis-mudah diolah menjadi materi kampanye yang memikat. Tapi hendaknya disadari, tanpa kerja keras, kesepakatan ini mudah berubah menjadi pepesan kosong.
Lepas dari pro-kontra untung-rugi menguasai saham Freeport Indonesia, kesepakatan induk sudah diteken. Pemerintah tidak boleh surut. Kesepakatan untuk menguasai saham tambang di Gunung Grasberg, Papua, tak selayaknya gagal atau molor. Pemerintah harus mengawal kesepakatan ini agar benar-benar terwujud.
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo