Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
PENANGKAPAN pilot Lion Air karena penggunaan narkotik tak cukup diselesaikan pada tingkat hukuman terhadap pelaku belaka. Peristiwa itu terjadi hanya tiga jam sebelum sang pilot bertugas terbang membawa ratusan penumpang. Ini bukan pertama kali pula. Dalam waktu delapan bulan, tiga kali Badan Narkotika Nasional menangkap pilot maskapai penerbangan ini. Peristiwa itu tak bisa dianggap sekadar kelalaian individu sesaat.
Para pilot dan awak kabin adalah orang yang dengan penuh kesadaran memilih profesi yang melayani dan menjaga keselamatan penumpang selama penerbangan. Pekerjaan mereka menuntut kesigapan dan stamina tinggi, dengan jam istirahat terbatas. Dengan menyadari karakter pekerjaan itu, sudah seharusnya mereka mengetahui gaya hidup macam apa yang harus ditempuh agar stamina tetap terjaga. Menggunakan narkoba—dengan alasan agar tetap melek dan segar saat bekerja—sama sekali bukan justifikasi.
Langkah serius dan keras harus diambil, baik oleh maskapai penerbangan yang bersangkutan maupun otoritas penerbangan, yakni Kementerian Perhubungan. Karena ketiga kasus itu menyangkut pilot, rujukannya haruslah Undang-Undang Nomor 1/2009 tentang Penerbangan. Di situ dicantumkan, badan usaha angkutan udara terjadwal atau maskapai penerbangan wajib memenuhi standar keselamatan dan keamanan penerbangan. Dalam hal ini, manajemen maskapai itu telah gagal memenuhi syarat pokok keselamatan penerbangan, yaitu memastikan pilotnya benar-benar layak terbang.
Kenyataan bahwa ketiga pilot yang tertangkap berasal dari maskapai yang sama menunjukkan sangat lemahnya pengawasan maskapai tersebut terhadap para penerbangnya. Wajar jika kemudian timbul pertanyaan: apakah hanya ketiga pilot itu yang menggunakan narkotik dan obat-obatan berbahaya? Jawaban atas pertanyaan itu bisa memberikan gambaran yang sangat mengerikan tentang keselamatan penerbangan di negeri ini.
Karena itu, tak perlu menunggu penangkapan berikutnya untuk memperketat aturan. Bagi pilot dan awak kabin, sangatlah mustahak memberlakukan uji kesehatan yang jauh lebih rutin dan lebih ketat. Apalagi zat adiktif tertentu, termasuk sabu-sabu yang dikonsumsi para pilot yang tertangkap itu, bisa lekas hilang jejaknya. Uji kesehatan umum harus dilakukan setiap enam bulan dan uji urine secara acak harus dilakukan sesering mungkin.
Pola rekrutmen juga harus dikaji ulang, agar menghasilkan pilot dan awak kabin yang profesional, yang paham dan serius menjalankan tugas sebagai orang paling bertanggung jawab atas keselamatan penerbangan. Kementerian Perhubungan harus mengingat kembali bahwa Federal Aviation Administration, yang menjadi acuan industri penerbangan global, pada 2007 menurunkan peringkat penerbangan Indonesia ke kategori 2 (kategori "Failure").
Regulator Indonesia dianggap tidak memenuhi standar pengawasan keselamatan penerbangan yang ditetapkan International Civil Aviation Organization, badan khusus Perserikatan Bangsa-Bangsa yang menangani permasalahan penerbangan sipil antarnegara. Dalam hal ini, bukan hanya Lion Air, melainkan semua maskapai Indonesia harus memenuhi standar keselamatan. Tidak cukup hanya dengan merujuk Undang-Undang Nomor 1/2009 jika aturan-aturan di bawahnya tak ditegakkan dengan ketat dan keras. Untuk para pilot sakaw, hendaklah diterapkan sanksi yang keras dan bertanggung jawab.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo