Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Tri Winarno
Ekonom Senior Bank Indonesia
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Tatkala euro diluncurkan, terpatri suatu mimpi besar masyarakat Uni Eropa bahwa euro akan menjadi pesaing utama dolar Amerika Serikat. Setidak-tidaknya, posisinya akan membuntuti atau bahkan bisa mengalahkan dolar selaku mata uang yang digunakan sebagai cadangan devisa global.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Namun hal itu masih dalam tataran mimpi. Dolar masih menjadi yang paling dominan. Posisi euro masih sama dengan posisinya dua dekade lampau, tatkala euro menggantikan Deutsche mark dan sepuluh mata uang Eropa lain.
Tapi semangat Komisi Eropa masih sama dengan semangat para pendirinya, sebagaimana tertuang dalam komunike Komisi yang baru-baru ini terbit dengan judul "Towards a Stronger International Role of the Euro". Komisi, seperti pemangku kebijakan Eropa lainnya, masih berkukuh bahwa Eropa akan sangat diuntungkan jika euro makin berperan dalam kancah global. Namun faktanya tidak semudah itu.
Salah satu manfaat yang diharapkan dari internasionalisasi euro adalah meluasnya pemakaian euro sebagai uang tunai di luar kawasan Uni Eropa. Dalam hal ini, euro memang telah mencapai kesuksesan besar. Selama 20 tahun, peredaran euro dalam uang tunai meningkat dua kali lipat, baik dalam nilai absolut maupun dalam persentase terhadap produk domestik bruto (PDB)-nya. Saat ini, total peredaran uang tunai euro mencapai 1,2 triliun euro (sekitar US$ 1,3 triliun). Bahkan 53 persen peredaran euro berada di luar kawasannya.
Namun nilai ekonomis penerbitan uang tunai telah berubah. Dulu, penerbitan uang tunai merupakan bisnis yang menguntungkan bagi bank sentral karena mereka dapat menggunakan mata uangnya untuk investasi di obligasi pemerintah dengan imbal hasil yang memadai. Dengan tingkat bunga sekitar 5 persen dan sirkulasi uang tunai sebesar 1,2 triliun euro, bank sentral Eropa dapat meraup penghasilan kotor sekitar 60 miliar euro tiap tahun. Walaupun nilai itu relatif kecil dibandingkan dengan total PDB Uni Eropa, yang mencapai 10 triliun euro, penghasilan tersebut setara dengan 0,5 persen anggaran Uni Eropa.
Tapi saat ini di Uni Eropa tingkat bunganya negatif sehingga penerbitan uang tunai sudah tidak menguntungkan lagi. Karena itu, bang sentral Eropa memutuskan untuk menghentikan penerbitan mata uang euro denominasi 500 euro, yang lebih nyaman digunakan untuk transaksi dalam jumlah besar dalam kegiatan black money daripada denominasi 100 euro.
Keuntungan lain menjadikannya mata uang global adalah makin murahnya meminjam dana asing. Hal ini dikenal sebagai exorbitant privilege yang pernah dikemukakan oleh mantan Menteri Keuangan Prancis, Valery Giscard d’Estaing. Hingga kini, exorbitant privilege dinikmati oleh Amerika terkait dengan pemakaian dolar sebagai cadangan devisa utama internasional. Jelas penerbitan utang Amerika dalam dolar akan sangat menguntungkan Amerika sebagai pengutang terbesar dunia. Adapun Uni Eropa hingga saat ini masih sebagai pemberi pinjaman. Tingkat bunga riil cenderung lebih besar dalam denominasi dolar sehingga akan lebih menguntungkan bagi Uni Eropa untuk menempatkan aset eksternalnya dalam dolar daripada euro.
Namun menjadikan euro sebagai jangkar mata uang utama dunia akan bermasalah bagi Uni Eropa. Untungnya, ekonomi negara-negara yang menjangkarkan mata uangnya terhadap euro kurang signifikan. Bayangkan seandainya Cina menjangkarkan mata uangnya pada euro, bank sentral Cina pertama-tama akan menetapkan nilai tukar euro terhadap dolar sehingga euro akan menjadi pantauan utama suatu negara dengan ekonomi terbesar kedua di dunia. Kalau ekonomi euro tidak sekuat Amerika, euro bisa kehilangan kontrol terhadap dinamika ekonominya sendiri. Cina sendiri adalah mitra dagang euro terbesar dan pesaing ekonomi utama nomer wahid. Jadi, kompetitor ekonomi utama Uni Eropa adalah Cina.
Menurut logika ekonomi moneter internasional, yang pantas menjadi mata uang global adalah yang ekonomi riilnya paling kuat. Untuk saat ini, yang paling pantas adalah dolar. Maka, kurang logis bagi euro untuk menjadi mata uang global utama, mengingat perdagangannya hanya seperempat dari keseluruhan PDB-nya. Di samping itu, pangsa ekonomi Uni Eropa telah turun, dari 25 persen ketika euro lahir hingga tinggal 15 persen saat ini. Pangsa ekonomi Uni Eropa juga dapat menjadi 10 persen dari ekonomi global pada pengujung abad ini.
Pangsa perekonomian relatif Amerika akan makin turun tatkala ekonomi Cina dan India makin tumbuh cepat. Namun dolar akan tetap menjadi mata uang terpenting untuk transaksi internasional selama Cina membatasi aliran modalnya guna menjaga stabilitas ekonomi domestik. Sebaliknya, euro dapat mempertahankan peranan globalnya hanya dengan memperlambat penurunan pangsa ekonominya melalui pertumbuhan ekonomi yang memadai.
Kesimpulannya, untuk saat ini, dolar masih pemenang pertarungan antara euro dan dolar. Ke depan, dolar dipastikan akan makin menguat. Apalagi perang dingin antara Cina dan Amerika masih sulit dihindari.