Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
DEWAN Perwakilan Rakyat tidak perlu ikut campur dalam kasus Pelindo II. Kasus ini sudah masuk ranah hukum dan sedang ditangani kepolisian. Pembentukan Panitia Khusus (Pansus) Kasus Pelindo II oleh DPR hanya akan mengganggu proses pengusutan kasus ini.
Penanganan kasus Pelindo II oleh kepolisian memang sempat membikin "gaduh". Saat itu Badan Reserse Kriminal Mabes Polri, yang dipimpin Komisaris Jenderal Budi Waseso (kini Kepala Badan Narkotika Nasional), terkesan melakukan show of force dalam menangani kasus ini. Saat penggerebekan ke kantor Pelindo, misalnya, Bareskrim mengundang wartawan, hal yang semestinya tidak perlu.
Pansus memang alat kelengkapan DPR. Lembaga ini bisa membentuknya kapan pun diperlukan untuk membantu pelaksanaan fungsi-fungsinya, termasuk fungsi pengawasan. Namun, dalam kasus Pelindo II, pembentukan pansus berlebihan karena beberapa alasan. Pertama, kasusnya tengah diusut kepolisian dan tidak ada tanda-tanda intervensi, termasuk oleh pemerintah.
Alasan lainnya adalah ruwetnya masalah di seputar Pelindo II yang tidak semuanya terkait dengan soal hukum, tapi juga administrasi. Misalnya masalah dwelling time yang terus meningkat. Dwelling time merupakan ukuran waktu yang dibutuhkan kontainer impor, sejak kontainer dibongkar dari kapal sampai keluar dari kawasan pelabuhan. Ada tren jangka waktunya terus molor; dari 5 hari pada 2010, kemudian 6 hari pada 2012, dan diyakini lebih tinggi pada saat ini. Padahal dwelling time normal--agar kompetitif--cukup 2 hari.
Masalah lain lagi mencakup salah urus di Terminal Peti Kemas Jakarta (JICT) dan keruwetan di Bea-Cukai. Dalam hal ini anggota DPR tentu tidak memiliki kemampuan menelisik masalah ini. Alih-alih membuat persoalan terang-benderang, justru bisa membuatnya makin semrawut. Lebih baik DPR mengawasi semuanya dari kejauhan dan memanggil mereka yang dinilai bertanggung jawab bila hasilnya dinilai kurang. Biarkan polisi, di bawah Kepala Bareskrim yang baru, Komisaris Jenderal Anang Iskandar, mengusut kasus ini.
Sebaiknya DPR juga mengingat pengalaman Pansus Century. Setelah menghabiskan banyak waktu, energi, serta dana, Pansus mengeluarkan rekomendasi, yakni meminta aparat hukum mengusut kasus tersebut--rekomendasi yang bisa disebut "tak berarti", karena KPK kala itu tengah memeriksa kasus Century.
Pemerintah jelas berkepentingan kasus Pelindo ini segera selesai. Sebab, semua ini membuat beban logistik di Indonesia sangat mahal sehingga tidak kompetitif dibanding negara tetangga. Biaya distribusi logistik dari Jakarta ke Teluk Bayur saja, misalnya, lebih mahal dibanding dari Cina ke Jakarta.
Jika persoalan ini tidak dibenahi, cita-cita Jokowi membangun tol laut dan menjadikan Indonesia sebagai poros maritim dunia hanya mimpi. Pelabuhan merupakan hal penting untuk mewujudkan cita-cita itu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini